Skip to main content

Tumor Tulang

PENDAHULUAN

Definisi
Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang bersifat neoplastik. Tu­mor dalam arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap pertumbuhan yang baru dan abnor­mal disebut neoplasma.
Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor ganas tulang dapat bersifat primer yang berasal dari unsur-unsur tulang sendiri atau sekunder dari metastasis (infiltrasi) tumor-tumor ganas organ lain ke dalam tulang.

Insidens
Dari seluruh tumor tulang primer; 65,8% bersifat jinak dan 34,2% bersifat ganas. Ini berarti dari setiap tiga tumor tulang terdapat satu yang bersifat ganas. Tumor ganas tulang menempati urutan kesebelas dari seluruh tumor ganas yang ada dan hanya 1,5% dari seluruh tumor ganas or­gan. Perbandingan insidens tumor tulang pada pria dan wanita adalah sama.
Tumor jinak primer tulang yang paling sering ditemukan adalah osteoma (39,3%), osteo­kondroma (32,5%), kondroma (9,8%) dan sisanya oleh tumor tulang jinak yang lain.
Osteogenik sarkoma (48,8%) merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering dite­mukan, diikuti giant sel tumor (17,5%), kondrosarkoma (10%) dan sisanya adalah tumor tulang ganas yang lain.


 Insidens tumor jinak dan tumor ganas pada tulang
 
Tumor Jinak
Tumor Ganas
Jenis
Insidens
Jenis
Insidens
Osteoma
39,3%
Osteogenik sarkoma
48,8%
Osteokondroma
32,5%
Giant sel tumor
17,5%
Kondroma
9,8%
Kondrosarkoma
10%
Tumor jinak lainnya
18,4
Tumor ganas lainnya
23,7

Klasifikasi tumor tulang menurut WHO
Klasifikasi menurut WHO ditetapkan berdasarkan atas kriteria histologis, jenis diferensiasi sel-sel tumor yang diperlihatkan dan jenis interseluler matriks yang diproduksi. Dalam hal ini dipertimbangkan sifat-sifat tumor, asal usul sel serta pemeriksaan histologis menetapkan jenis tu­mor bersifat jinak atau ganas.
Sel-sel dari muskuloskeletal berasal dari mesoderm tapi kemudian berdiferensiasi menjadi be­berapa sel osteoklas, kondroblas, fibroblas, dan mieloblas. Oleh karena itu sebaiknya klasifikasi tumor tulang berdasarkan atas asal sel, yaitu bersifat osteogenik, kondrogenik atau mielogenik. Meskipun demikian terdapat kelompok yang tidak termasuk dalam kelompok tumor yaitu kelainan reaktif (reactive bone) atau hamartoma yang sebenarnya berpotensi menjadi ganas.
Beberapa hal yang penting sehubungan dengan penetapan klasifikasi, yaitu:
1.    Jaringan yang mudah menyebar tidak selalu harus merupakan jaringan asal
2.    Tidak ada hubungan patologis atau klinis dalam kategori khusus
3.    Sering tidak ada hubungan antara kelainan jinak dan ganas dengan unsur-unsur jaringannya, misalnya osteoma dan osteosarkoma.
Beberapa tumor hanya disebut dalam suatu kelompok yang sederhana misalnya osteosarkoma.

Klasifikasi tumor tulang berdasarkan kriteria histologik tumor tulang
yang dikeluarkan oleh WHO tahun 1972

 Klasifikasi tumor tulang menurut WHO tahun 1972

 
ASAL SEL
JINAK
GANAS
Osteogenik

Osteoblastoma
Osteoma
Osteoid osteoma
Osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma
Kondrogenik


Fibroma kondromiksoid
Kondroma
Osteokondroma
Kondroblastoma
Kondrosarkoma
Juksta kortikal kondrosarkoma
Mesenkim kondrosarkoma
Giant sel tumor

Osteoklastoma
Mielogenik

Sarkoma Ewing
Sarkoma retikulum
Limfosarkoma
Mieloma
Vaskuler


Intermediate:
Hemangio-endotelioma
Hemangio-perisitoma
Hemangioma
Limfangioma
Tumor glomus
Angiosarkoma
Jaringan lunak
Fibroma desmoplastik
Lipoma
Fibrosarkoma
Liposarkoma
Mesenkimoma ganas
Sarkoma tak berdiferensiasi
Tumor lain
Neurinoma
Neurofibroma
Kordoma
Adamantinoma
Tumor tanpa klasifikasi
Kista soliter
Kista aneurisma
Kista Juksta-artikuler
Defek metafisis
Granuloma eosinofil
Displasia fibrosa
Miositis osifikans
Tumor Brown hiperparatiroidisme



DIAGNOSA TUMOR TULANG
Untuk menetapkan diagnosis tumor tulang diperlukan beberapa hal, yaitu:

Anamnesis
Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelainan atau trauma sebelumnya. Perlu pula ditanyakan riwayat keluarga apakah ada yang menderita penyakit yang sejenis misalnya diafisial aklasia yang bersifat herediter.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah:
1. Umur
Umur penderita sangat penting untuk diketahui karena banyak tumor tulang yang mempunyai kekhasan dalam umur terjadinya, misalnya osteogenik sarkoma ditemukan pada anak sampai sebelum dewasa muda, kondrosarkoma pada umur 40 tahun, giant sel tumor jarang ditemu­kan di bawah umur 20 tahun.
2. Lama dan perkembangan (progresifitas) tumor
Tumor jinak biasanya berkembang secara perlahan dan apabila terjadi perkembangan yang cepat dalam waktu singkat atau suatu tumor yang jinak tiba-tiba menjadi besar maka perlu dicurigai adanya keganasan.
3. Nyeri
Nyeri merupakan keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri menunjukkan tanda eks­pansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan atau degenerasi.
4. Pembengkakan
Kadang-kadang penderita mengeluhkan adanya suatu pembengkakan dimana pembengkakan ini bisa timbul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang lama dan bisa juga secara tiba-tiba.

Pemeriksaan klinik
Hal-hal yang penting pada pemeriksaan klinik adalah:
1. Lokasi
Beberapa jenis tumor mempunyai lokasi yang klasik dan mempunyai tempat-tempat predileksi tertentu seperti di daerah epifisis, metafisis tulang, atau menyerang tulang-tulang tertentu misalnya osteoma pada daerah tengkorak, osteogenik sarkoma pada daerah metafisis, osteoblastoma di daerah vertebra.
2. Besar, bentuk, batas dan sifat tumor
Tumor yang kecil kemungkinan suatu tumor jinak, sedangkan tumor yang besar kemungki­nan adalah tumor ganas. Penting pula diperhatikan bentuk tumor apakah disertai pelebaran pembuluh darah atau ulkus yang merupakan karakteristik suatu tumor ganas. Tanda-tanda efusi sendi mungkin dapat ditemukan pada tumor yang berdekatan dengan sendi.
3. Gangguan pergerakan sendi
Pada tumor yang besar disekitar sendi akan memberikan gangguan pada pergerakan sendi.
4. Spasme otot dan kekakuan tulang belakang
Apabila tumor terdapat pada daerah tulang belakang, baik jinak atau ganas, dapat memberi­kan spasme/kekakuan otot tulang belakang.
5. Fraktur patologis
Beberapa tumor ganas dapat memberikan komplikasi fraktur patologis oleh karena terjadi kerapuhan pada tulang sehingga penderita akan datang dengan gejala fraktur.

Pemeriksaan neurologis
Bila terdapat gejala gangguan neurologis pada penderita, maka pemeriksaan neurologis perlu dila­kukan secara cermat untuk menentukan apakah gangguan ini timbul oleh karena penekanan tumor pada saraf tertentu.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting dalam mene­gakkan diagnosis tumor tulang. Dilakukan foto polos lokal pada lokasi lesi atau foto survei selu­ruh tulang (bone survey) apabila dicurigai adanya tumor yang bersifat metastasis atau tumor primer yang dapat mengenai beberapa bagian tulang.
Foto polos tulang dapat memberikan gambaran tentang:
·      Lokasi lesi yang lebih akurat apakah pada daerah epifisis, metafisis, diafisis atau pada organ­-organ tertentu.
·      Apakah tumor bersifat soliter atau multipel.
·      Jenis tulang yang terkena
·      Dapat memberikan gambaran sifat-sifat tumor yaitu:
-          Batas; apakah berbatas tegas atau tidak, mengandung kalsifikasi atau tidak.
-          Sifat-sifat tumor; apakah bersifat uniform atau bervariasi, apakah memberikan reaksi pada periosteum, apakah jaringan lunak sekitarnya terinfiltrasi.
-          Sifat lesi; apakah berbentuk kistik atau seperti gelembung sabun.
Pemeriksaan radiologis lain yang dapat dilakukan yaitu:
·      Radionuklida scanning
    Pemeriksaan ini biasanya dipergunakan pada lesi yang kecil seperti osteoma.
·      CT-Scan
      Pemeriksaan CT-scan dapat memberikan informasi tentang keberadaan tumor apakah intra­oseus atau ekstraoseus.
·      MRI
MRI dapat memberikan informasi apakah tumor berada dalam tulang, apakah tumor bereks­pansi ke dalam sendi atau ke jaringan lunak.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan/penunjang dalam membantu menegakkan diagnosis tumor.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi:
·           Darah
Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan laju endap darah, haemoglobin, serum fosfatase alkali, serum elektroforesis protein, serum fosfatase asam yang memberikan nilai diagnostik pada tumor ganas tulang.
·     Urin
Pemeriksaan urin yang penting adalah pemeriksaan protein Bence-Jones.

Pemeriksaan biopsi
Tujuan pengambilan biopsi adalah memperoleh material yang cukup untuk pemeriksaan histo­logis, untuk membantu menetapkan diagnosis serta staging tumor. Waktu pelaksanaan biopsi sangat penting sebab dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologis yang dipergunakan pada staging. Apabila pemeriksaan CT-scan dibuat setelah dilakukan biopsi, maka akan nampak perda­rahan pada jaringan lunak yang memberikan kesan gambaran suatu keganasan pada jaringan lunak. Dikenal dua metode pemeriksaan biopsi yaitu biopsi secara tertutup dan secara terbuka.
1. Biopsi tertutup
Biopsi tertutup dengan menggunakan jarum halus (fine needle aspiration, FNA) dengan melakukan sitodiagnosis, merupakan salah satu cara biopsi untuk melakukan diagnosa pada tumor.
Keuntungan-keuntungan dari FNA adalah:
·          Tidak perlu perawatan penderita
·          Risiko komplikasi seperti perdarahan dan infeksi dapat dihindarkan
·          Mencegah penyebaran tumor
·          Dibandingkan dengan biopsi terbuka, maka dengan biopsi jarum dapat diambil material dari beberapa bagian tumor
·          Hasil awal dapat diketahui dalam 15-20 menit setelah biopsi
·          Dapat ditentukan rencana pemeriksaan selanjutnya serta anjuran terapi sesaat setelah hasil biopsi yang diketahui dengan cepat.
Biopsi tertutup dilakukan pada:
·          Tumor sumsum tulang, misalnya pada mieloma multipel
·          Untuk konfirmasi pada metastasis suatu tumor
·          Untuk mendiagnosis suatu kista tulang yang sederhana
·          Membedakan infeksi dan penyakit granuloma eosinofilik
·          Konfirmasi penemuan histologik sarkoma
·          Konfirmasi rekuren lokal.
Yang perlu diingat pada pemeriksaan ini adalah biopsi tertutup dengan jarum tidak dianjur­kan pada tumor ganas tulang primer lainnya.
2. Biopsi terbuka
Biopsi terbuka adalah metode biopsi melalui tindakan operatif.
Keunggulan biopsi terbuka dibanding dengan biopsi tertutup yaitu dapat diambil jaringan yang lebih besar untuk pemeriksaan histologik dan pemeriksaan ultramikroskopik, mengu­rangi kesalahan pengambilan jaringan dan mengurangi kecenderungan perbedaan diagnostik tumor jinak dan tumor ganas seperti antara enkondroma dan kondrosarkoma, osteoblastoma dan osteosarkoma.
Biopsi terbuka tidak boleh dilakukan bila dapat menimbulkan kesulitan pada prosedur ope­rasi berikutnya, misalnya pada reseksi end-blok.
Untuk itu, biopsi terbuka dilakukan dengan cara seperti berikut:
·          Sekecil mungkin tetapi jaringan yang diambil tepat.
·          Diambil secara longitudinal dan tidak secara horisontal.
·          Menghindari struktur-struktur neurovaskuler yang besar.
Biopsi terbuka dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
·          Biopsi insisional
Biopsi insisional dilakukan melalui pengambilan sebagian jaringan tumor.
·          Biopsi eksisional
Dilakukan dengan mengeluarkan seluruh tumor baik dengan hanya seluruh jaringan tumor saja atau dikeluarkan bersama-sama dengan anggota gerak (amputasi).

Mikroskop elektron
Disamping pemeriksaan histopatologik dengan mikroskop biasa, pemeriksaan juga dapat memper­gunakan mikroskop elektron. Pemeriksaan dengan mikroskop elektron mempunyai peran arti di­agnostik yang kecil dan biasanya untuk memberikan dukungan bila diagnosis secara histologis meragukan, misalnya pada sel mieloma plasma dimana dibutuhkan identifikasi sel yang tepat.

Diagnosis banding
Diagnosis banding perlu dilakukan dengan sangat hati-hati oleh karena kelainan-kelainan lain seperti infeksi, miositis osifikans, hematoma dapat memberikan gambaran klinis dan radiologik yang menyerupai gambaran suatu tumor ganas tulang. Kelainan-kelainan yang dapat memberikan gambaran klinis dan radiologik yang menyerupai tumor antara lain:
1. Hematoma sub-periosteal atau pada jaringan lunak yang akan memberikan benjolan yang disertai nyeri
2.   Osteomielitis dapat memberikan gejala seperti tumor ganas osteosarkoma atau tumor ganas Ewing
3.   Fraktur stres; ini akan memberikan gejala nyeri dan gambaran adanya fraktur
4.   Miositis osifikans
5.   Artritis gout.




GRADING DAN STAGING TUMOR GANAS TULANG
GRADING
Dikenal dua jenis grading pada tumor ganas tulang, yaitu:
1. Grading secara histologik
Grading ini ditetapkan berdasarkan tingkat anaplasia dari sel dan dibagi lagi dalam:
·      Tingkat 1
Anaplasia sangat minimal dan sangat sulit dibedakan dengan jaringan normal. Harus diban­dingkan pemeriksaan kliniko-radiologis.
·      Tingkat 2
Anaplasia dengan tingkat sedang. Disini dapat diketahui tingkat anaplasia sebagai suatu tu­mor ganas hanya dengan melakukan pemeriksaan sitologi semata-mata.
·      Tingkat 3
Anaplasia yang hebat dimana terlihat banyak perubahan-perubahan sel dengan sel yang be­sar dengan nuklei yang besar pula serta mitosis yang banyak.
2. Grading secara biologik
Grading ini untuk menentukan potensi letal atau kecepatan metastasis dari tumor. Grading secara biologik dibedakan atas tiga tingkat, yaitu:
·      Tingkat 1
Pertumbuhan dan metastasis tumor lambat, kurang dari 10% dalam 5 tahun. Misalnya pada tingkat 2 dan 3 secara histologik dari osteogenik sarkoma periosteal.
·      Tingkat 2
Pertumbuhan tumor cepat dan metastasis antara 11 - 50% dalam 5 tahun. Misalnya pada osteosarkvma sklerosing tingkat 1 secara histologik.
·      Tingkat 3
Pertumbuhan sangat cepat, dalam 5 tahun lebih 50% sudah bermetastasis. Sebagai contoh sarkoma Ewing dan osteogenik sarkoma intrameduler tingkat 2 dan 3 secara histologik.




STAGING
Staging tumor dibagi dalam:
1. Staging secara klinis
Staging secara klinis membantu dalam memberikan informasi tentang adanya perluasan ke­ganasan sebelum operasi dilakukan. Penentuan staging berdasarkan atas sifat alami tumor ganas, besarnya, pinggirnya serta ada/tidaknya penyebaran regional pada kelenjar limfe atau metastasis jauh.
Tujuan staging adalah sebagai berikut:
·      Membantu mengevaluasi prognosis
·      Mengadakan kerangka perencanaan pengobatan untuk mengoptimalisasi keunggulan dari setiap metode yang berbeda, misalnya kemoterapi, radioterapi, operasi, embolisasi
·      Membuat metodologi standar untuk dibandingkan hasilnya dengan institusi lain.
2. Staging operasi
Kriteria di perkenalkan oleh Enneking (1980) yang terdiri atas:
·      Grading operasi (G, dan G2)
Yang masuk dalam G1 adalah low grade malignant misalnya pada periosteal sarkoma. Yang masuk dalam G2 adalah high grade malignant misalnya pada sarkoma Ewing.
·      Lokasi operasi
-          Intrakompartemen (T1)
-          Ekstrakompartemen (T2)
·      Ekstensi
-          Bila belum terdapat metastasis maka tumor dikelompokkan dalam Mo.
-          Bila sudah terdapat metastasis maka tumor dikelompokkan dalam MI.

 Stage
 Grade 
Site
Metastasis
IA
IB
Low (G1)
Low (G1)
Intracompartmental (T1) 
Extracompartmental (T2)
None (MO)
None (MO)
IIA 
IIB
High (G2)
High (G2)
Intracompartmental (T1) 
Extracompartmental (T2)
None (MO)
None (MO)
IIIA 
IIIB
G1 or G2
G1 or G2
Intracompartmental (T1)
Extracompartmental (T2)
Yes (M1)
Yes (M1)


PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN
Penatalaksanaan tumor-tumor jinak biasanya tidak terlalu sulit dibanding dengan tumor-tumor ganas. Pada tumor-tumor ganas diperlukan kerjasama dan konsultasi antara ahli bedah onkologi, ahli bedah ortopedi, ahli radiologi, ahli patologi serta ahli prostetik dan rehabilitasi.

1. Tumor jinak
Pada tumor jinak yang jelas, misalnya non-ossifying fibroma, osteokondroma yang kecil bia­sanya tidak diperlukan tindakan khusus. Apabila jenis tumor diragukan maka perlu dilakukan pemeriksaan biopsi.
2. Curiga akan tumor ganas
Apabila suatu lesi pada tumor primer dicurigai sebagai suatu keganasan maka penderita se­baiknya dirawat untuk pemeriksaan lengkap, pemeriksaan darah, foto paru-paru, pencitraan baik dengan foto polos maupun CT-scan dan biopsi tumor.


METODE PENGOBATAN

Operasi
Eksisi tumor dengan cara operasi dapat dilakukan dengan beberapa teknik (gambar 1):
1. Intralesional atau intrakapsuler
2. Eksisi marginal
Eksisi marginal adalah pengeluaran tumor diluar dari kapsulnya. Teknik ini terutama dilaku­kan pada tumor jinak atau tumor ganas jenis low grade malignancy.
3. Eksisi luas (eksisi end-blok)
Pada eksisi luas, tumor dikeluarkan secara utuh disertai jaringan disekitar tumor yang berupa pseudo-kapsul atau jaringan yang bereaksi diluar tumor. Tindakan eksisi luas dilakukan pada tumor ganas dan biasanya dikombinasi dengan pemberian kemoterapi atau radioterapi pada pre/pasca operasi.
4. Operasi radikal
Operasi radikal dilakukan seperti pada eksisi luas dan ditambah dengan pengeluaran seluruh­tulang serta sendi dan jaringan sebagai satu bagian yang utuh. Cara ini biasanya berupa amputasi anggota gerak di atasnya dan disertai pengeluaran sendi di atasnya.
Dengan staging yang tepat serta pemberian kemoterapi untuk mengontrol penyebaran tumor, tindakan amputasi dapat dihindarkan dengan suatu teknik yang disebut limb-sparing surgery (limb saving-procedure) yaitu berupa eksisi yang luas disertai dengan penggantian anggota gerak dengan mempergunakan bone graft atau protesis yang disesuaikan dengan anggota gerak tersebut yang dibuat khusus secara individu.

Radioterapi
Radiasi dengan energi tinggi merupakan suatu cara untuk eradikasi tumor-tumor ganas yang radio­sensitif dan dapat juga sebagai pengobatan awal sebelum tindakan operasi dilakukan. Kombinasi radioterapi dapat puia diberikan bersama-sama dengan kemoterapi. Radioterapi dilakukan pada keadaan-keadaan yang in-operable misalnya adanya metastasis atau keadaan lokal yang tidak me­mungkinkan untuk tindakan operasi.

Kemoterapi
Kemoterapi merupakan suatu pengobatan tambahan pada tumor ganas tulang dan jaringan lunak. Obat-obatan yang dipergunakan adalah metotreksat, adriamisin, siklofosfamid, vinkristin, sisplati­num. Pemberian kometerapi biasanya dilakukan pada pre/pasca operasi.


Comments

Popular posts from this blog

Dilatasi dan Kuretase

Indikasi             Prosedur dilatasi dan kuretase biasanya dilakukan atas indikasi : diagnosis dan terapi perdarahan uterus abnormal, abortus, kanker pada uterus. Teknik Dilatasi Serviks Dilatasi serviks dapat dilakukan dalam anestesi umum, spinal, epidural atau paraservikal, tergantung dari indikasi tindakan. Dilatasi biasanya dilakukan sebelum kuretase tapi juga bisa sebagai tindakan terapeutik pada stenosis servikalis. ·          Pasien dalam posisi litotomi, perineum, vagina dilakukan a dan antisepsis. Pasien dianjurkan untuk berkemih sebelum tindakan, kateterisasi dilakukan bila dicurigai masih terdapat residu urin yang signifikan. ·          Pemeriksaan dalam perlu dilakukan sebelum melakukan dilatasi serviks, menentukan ukuran dan posisi seviks, uterus dan adneksa.   ·          Dipasang spekulum atas dan bawah, serviks ditampakkan. Bibir anterior serviks dijepit dengan tenakulum. ·          Dilakukan inspeksi dengan teliti terhadap serviks dan vagina ·          Terdapat d

Uji Maddox - ROD

Tujuan Tes digunakan untuk mengukur heteroforia atau tropia kecil Dasar Kedua mata melihat dengan fovea Disosiasi terjadi bila dipakai Maddox rod pada mata Alat Kamar yang gelap Filter Maddox rod(terdiri sejumlah silinder plano konveks paralel dengan jarak fokus pendek). Teknik Jarak pemeriksaan dapat jauh ataupun dekat. Kedua mata diberi kacamata koreksi. Maddox rod dipasang pada satu mata (dipakai Maddox merah) biasanya mata kanan. Dengan kedua mata terbuka pasien diminta berfiksasi pada lampu. Pasien diminta menerangkan letak garis (dilihat melalui Maddox rod) bandingkan dengan letak lampu. Bila garis Maddox rod dipasang vertikal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis horizontal. Bila garis Maddox rod dipasang horizontal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis vertikal. Bila dipasang untuk menyatukannya maka dapat ditentukan berat foria atau tropia. Nilai Bila sinar vertikal M

Morbus Hansen - Kusta

PENDAHULUAN Kusta merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu. Kata kusta berasal dari bahasa India kusta, dikenal sejak 1400 tahun SM. Kata lepra disebjut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnhya mencakup beberapa penyakit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur apabila dibandingkan dengan kusta yang dikenal saat ini. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraseluler obligat, dengan saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke orga lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan sangat ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Oleh sebab itu penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan masyarakat disekitarnya akibat cacat pada wajah dan anggota tubuh. Insid