Skip to main content

Tetanus

TETANUS

ICD X : A 35



DEFINISI .

Penyakit sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik persisten dan eksaserbasi singkat.



KRITERIA DIAGNOSIS

. Hipertoni dan spasme otot

- Trismus, risus sardonikus, otot leher kaku dan nyeri, opistotonus, dinding perut

tegang, anggota gerak spastik.

- lain-lain: Kesukaran menelan, asfjksia dan sianosis, nyeri pada otot-otot di

sekitar luka

. Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu

. Umumnya ada luka/riwayat luka

. Retensi urine dan hiperpireksia

. Tetanus lokal



Pemeriksaan Penunjang

. Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C.tetani.

. EKG bila ada tanda-tanda gangguan jantung.

. Foto toraks bila ada tanda-tanda komplikasi paru-paru.



DIAGNOSIS BANDING

. Kejang karena hipokalsemia

. Reaksi distonia

. Rabies

. Meningitis

-Abses retrofaringeal, abses gigi, subluksasi mandibula . Sindrom

hiperventilasi/reaksi histeri .

. Epilepsi/kejang tonik klonik umum



TATALAKSANA

. IVFD dekstrose 5% : Rl = 1 : 1 / 6 jam

. Kausal:

. Antitoksin tetanus:

a. Serum anti tetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 IU/

hari/i.m. selama 3-5 harl. TES KULIT SEBELUMNYA. ATAU

b. Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG). Dosis 500-3.000 IU/

I.M. tergantung beratnya penyaktt. Diberikan SINGLE DOSE.

. Antibiotik : ­

a. Metronidazole 500 mg/8 jam drips i.v.

b. Ampisilin dengan dosis 1 gr/8 Jam i.v. (TES KULIT

SEBELUMNYA).

Bila alergi terhadap Penisilin dapat diberikan :

Eritromisin 500 mg/6 jam/oral. ATAU

Tetrasiklin 500mg/6 jam/ oral.

. Penanganan luka :

Dilakukan cross incision dan irigasi menggunakan H2O2



-Simtomatis dan supportif

- Diazepam

-Setelah masuk rumah sakit, segera diberikan diazepam dengan dosis 10 mg iv. perlahan 2-3 menlt. Dapat diulangi bila diperlukan.

-Dosis maintenance: 10 ampul = 100 mg/500 ml cairan infus (10-12 mg/KgBB/hari) dibertkan secara drtps (syringe pump ).

-Untuk mencegah terbentuknya kritstalisasi, cairan dikocok setiap 30 menit.

-Setiap kejang diberikan bolus diazepam 1 ampul/IV perlahan selama 3-5 menit, dapat diulangi setlap 15 menit sampai maksimal 3 kali. Bila tak teratasi segera rawat di ICU.

-Bila penderita telah bebas kejang selama:t 48 jam maka dosis diazepam diturunkan secara bertahap kira-kira 10% setiap 1 - 3 hari (tergantung keadaan). Segera setelah intake peroral memungkinkan maka diazepam dtberikan peroral dengan frekuensi pemberian setiap 3 jam.

- Oksigen, diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoksia, distress pernapasan,

sianosis.

- Nutrisi

Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring atau cair. Bila perlu diberikan melalui

pipa nasogastrik

- Menghindari tindakan / perbuatan yang bersifat merangsang termasuk rangsangan

suara dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten

- Mempertahankan / membebaskan jalan napas : pengisapan lendir oro/nasofaring

secara berkala

- Posisi penderita diubah-ubah secara periodik

- Pemasangan kateter bila terjadi retensi urine



PENYULIT .

- Asfiksia akibat depresi pernapasan, spasme jalan napas .

- Pneumonia aspirasi

- Kardimiopati

- Fraktur kompresi



KONSULTASI

.- Dokter Gigi

.- Dokter Ahli Bedah

.- Dokter Ahli Kebidanan dan Kandungan .

- Dokter Ahli THT

- Dokter Ahli Anestesi



JENIS PELAYANAN

Rawat segera, blla dlperlukan, rawat di ICU



TENAGA STANDAR

Perawat, dokter umum/residen, dokter spesialis Saraf



LAMA PERAWATAN

2 minggu - 1 bulan.







PROGNOSIS I LUARAN .

-Angka kematian tinggi bila :

1. Usia tua :

2. Masa inkubasi singkat

3. Onset perlode yang singkat

4. Demam tinggi

5 .Spasme yang tldak cepat dfatasf

-Sebelum KRS : Tetanus Toksoid (TT1) 0,5 ml IM.

TT2 dan TT3 : diberikan masing-masing dangan interval waktu < 4 - 6 minggu

Comments

Popular posts from this blog

Dilatasi dan Kuretase

Indikasi             Prosedur dilatasi dan kuretase biasanya dilakukan atas indikasi : diagnosis dan terapi perdarahan uterus abnormal, abortus, kanker pada uterus. Teknik Dilatasi Serviks Dilatasi serviks dapat dilakukan dalam anestesi umum, spinal, epidural atau paraservikal, tergantung dari indikasi tindakan. Dilatasi biasanya dilakukan sebelum kuretase tapi juga bisa sebagai tindakan terapeutik pada stenosis servikalis. ·          Pasien dalam posisi litotomi, perineum, vagina dilakukan a dan antisepsis. Pasien dianjurkan untuk berkemih sebelum tindakan, kateterisasi dilakukan bila dicurigai masih terdapat residu urin yang signifikan. ·          Pemeriksaan dalam perlu dilakukan sebelum melakukan dilatasi serviks, menentukan ukuran dan posisi seviks, uterus dan adneksa.   ·          Dipasang spekulum atas dan bawah, serviks ditampakkan. Bibir anterior serviks dijepit dengan tenakulum. ·          Dilakukan inspeksi dengan teliti terhadap serviks dan vagina ·          Terdapat d

Uji Maddox - ROD

Tujuan Tes digunakan untuk mengukur heteroforia atau tropia kecil Dasar Kedua mata melihat dengan fovea Disosiasi terjadi bila dipakai Maddox rod pada mata Alat Kamar yang gelap Filter Maddox rod(terdiri sejumlah silinder plano konveks paralel dengan jarak fokus pendek). Teknik Jarak pemeriksaan dapat jauh ataupun dekat. Kedua mata diberi kacamata koreksi. Maddox rod dipasang pada satu mata (dipakai Maddox merah) biasanya mata kanan. Dengan kedua mata terbuka pasien diminta berfiksasi pada lampu. Pasien diminta menerangkan letak garis (dilihat melalui Maddox rod) bandingkan dengan letak lampu. Bila garis Maddox rod dipasang vertikal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis horizontal. Bila garis Maddox rod dipasang horizontal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis vertikal. Bila dipasang untuk menyatukannya maka dapat ditentukan berat foria atau tropia. Nilai Bila sinar vertikal M

Morbus Hansen - Kusta

PENDAHULUAN Kusta merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu. Kata kusta berasal dari bahasa India kusta, dikenal sejak 1400 tahun SM. Kata lepra disebjut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnhya mencakup beberapa penyakit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur apabila dibandingkan dengan kusta yang dikenal saat ini. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraseluler obligat, dengan saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke orga lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan sangat ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Oleh sebab itu penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan masyarakat disekitarnya akibat cacat pada wajah dan anggota tubuh. Insid