Skip to main content

Pemeriksaan Fisik Pasien Neurologi


PEMBICARAAN
  • Disatria : merupakan gangguan pada artikulasi, pengucapan kata.
  • Afasia motorik : pasien tidak bicara atau sangat sedikit bicara dan mengalami kesulitan atau memerlukan banyak upaya untuk berbicara.
  • Afasia sensorik : pasien bicara banyak, cara pengucapan baik dan irama kalimat juga baik, namun didapat gangguan berat pada memformulasi dan menamai sehingga kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti.
  • Afasia global : pasien sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata atau frasa, yang selalu diulang-ulang, dengan artikulasi (pengucapan) dan irama yang buruk dan tidak bermakna.

KESADARAN
Tingkat Kesadaran
  • Kompos Mentis : Kesadaran yang normal
  • Somnolen : Keadaan ngantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen juga disebut sebagai letargi, obtudansi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita dibangunkan, mampu memberikan jawaban verbaldan menangkis rangsang nyeri.
  • Stupor : Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat, namun kesadaran segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat dan masih dapat terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat di bangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerakan motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
  • Semi koma: Pada keadaan ini tidak ada respons terhadap rangsang verbal. Refleks (kornea, pupil, dsbnya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap rangsangan nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban “primitif”. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.

  • Koma
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

Kualitas kesadaran
  • Kompos mentis :  kesadaran yang normal
  • Apatis : cuek, acuh tak acuh ( dalam keadaan kurang waspada tidak tidur atau mengantuk.)
  • Obidency/drowsy: kesadaran yang tumpul. Penderita tidak tidur, perhatian untuk sekeliling kurang, cenderung mengantuk,melongo.
  • Bingung/confuse: keadaan yang disifatkan dengan adanya gangguan-gangguan asosiasi, disorientasi, kesulitan mengerti dan ketidaktahuan apa yang harus diperbuat, tercengang dan penuh pertanyaan.
  • Delirium: penderita delirium menunjukam penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pada keadaan inipasien tampak gaduh-gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktivitas motoriknya meningkat, meronta-ronta.

TANDA RANGSANG MENINGEAL
Jenis Pemeriksaan:
  • Kaku kuduk
Tangan penderita ditempatkan dibawah kepala pasienyang sedang berbaring. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahaka agar dagu mencapai dada. Selama menekukkan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
  • Tanda laseque
Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkai. Kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) pada pesendian panggulnya. Tungkai yang satunya lagi harus berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita mencapai 70 derajat maka disebut tanda laseque positif.
  • Tanda kernig
Pada pemeriksaan ini, pemeriksa yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda kernig positif.
  • Tanda leher ( brudzinski I)
Dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satunya lagi sebaiknya diletakkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda brudzinki positip, maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai.
  • Tanda tungkai (brudzinski II)
Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada persendian panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi, maka disebut tanda brudzinski II positif.
  • Tanda simfisis pubis
Penekanan simpisis pubis, maka akan terjadi gerakan fleksi reflektotrik pada kedua lengan.

Pemeriksaan fungsi saraf otak
Nervus olfaktorius (N I)
  • Hiposmia : berkurangnya penciuman
  • Anosmia :  hilangnya penciuman
  • Hiperosmia : meningkatnya kemampuan menghidu
  • Parosmia : gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai seperti minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng
  • Halusnasi olfaktorius : biasanya berbentuk bau yang tidak sedap, dapat dijumpai pada serangan epilepsi yang berasal dari girus unsinat pada lobus temporal dan sering disertai gerak mengecap-ngecap.


Cara pemeriksaan:
Periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal ini dapat mengurangi ketajaman penciuman. Zat pengetes yang digunakan sebaiknya zat yang dikenal sehari-hari, misalnya kopi, teh, tembakau, jeruk.
Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung seperti mentol, amoniak, alkohol dan cuka. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan disuruh ia menciumnya. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnnya dengan tangan.

Nervus optikus (N II)
Visus
Jenis tes: Tes hitung jari
Penglihatan diperiksa dengan jalan membandingkan ketajaman penglhatan pasien dengan pemeriksa. (dalam hal ini ketajaman penglihatan pemeriksa tentulah harus normal dan biasanya memeng demikian. Kalau tidak, pemeriksa telah mengkoreksinya, misalnya dengan kacamata atau telah mengetahui kekurangannya.) pasien disuruh menghitung berapa jari yang ditunjukan oleh pemeriksa.

Pengenalan warna
Jenis tes: Benang warna
Pasien:pasien disuruh untuk mengenali warna benang yang telah disediakan oleh pemeriksa.

Lapangan penglihatan
Jenis tes:tes konfrontasi
Penderita disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita harus ditutup, misalnya dengan tangan kanan atau kertas, sedangkanpemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian penderita disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan penderita. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dengan penderita. Gerakan yang dilakukan dari arah luar kedalam.jika penderita mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia hahrus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa,apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebihdahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakuakan dari semua jurusan dan masing-masing mata harus diperiksa.

Lapangan fundus
Jenis tes: funduskopi
Pasien disuruh melihat jauh kedepan atau memfiksasi matanya pada benda yang terletak jauh di depan. Pasien jangan menggerakknan bola mata, namun ia boleh mengedip. Kemudian fokukan mata anda pada retina dengan menggunakan lensa oftalmoskop yang sesuai bila pasien menderita kelainan refraksi.

Nervus okulomotorius, troklearis, abduscen (N III, IV, VI)
Retraksi kelopak mata atas
Kelopak mata atas yang terlampau banyak  berelevasi yaitu menjadi ciut sehingga meninggalkan putih sclera diantara tepi kelopak mata atas dan limbus atas dari kornea.
Ptosis
Untuk menilai m. levator palpebrae pasien disuruh memejamkan matanya, kemudian ia disuruh membuka matanya. Waktu pasien membuka matanya jita tahan gerakanini dengan memegang ( menekan enteng) pada kelopak mata. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan mengangkat kelopak mata. Pada pemeriksaan ini  untuk meniadakan tenaga kompensasi dari m. frontalis perlu diberikan tekanan pada alis mata dengan tangan satu lagi.
Kedipan
Penderita diminta untuk mengedipkan mata.
Membuka dan menutup mata
Penderita diminta untuk membuka dan menutup mata.
Pupil
Bentuk: perhatikan bentuk ppupil apakah bundar dan datar tepinya atau tidak.
Ukuran: perhatikan besar pupil pada mata kiri dan kanan apakah sama besar atau tidak.
Perbandingan: membandingkan pupil pada kedua bola mata
R.cahaya langsung dan tidak langsung: pada pemeriksaan ini pasien disuruh melihat jauh setelah itu mata kita senter dan lihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada keadaan normal pupil mengecil. Bila demikian halnya, disebut reaksi cahaya langsung positif. Kemudian perhatikan pula pupil mata yang satunya lagi, apakah pupilnya ikut mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya itu. Bila demikian, disebut reaksi cahaya tidak lagsung positif.

Deviasi konjugae
Perhatikan kedudukan bolamata apakah mata menonjol atau seolah-olah masuk kedalam.
m.rectus lateralis, m.rectus medialis, m.rectus superior, m.rectus inferior, m.obliques superior, m.obliques inferior.
Penderita disuruh mengikuti jari-jari pemeriksa yang digerakkan kearah lateral, medial bawah, bawah dan kearah yang miring, yaitu: atas-lateral, bawah medial, atas-medial, bawah-lateral. Perhatikan apakah mata pasien dapat mengikutinya dan perhatikan bagaimana gerakan bola mata, apakah lancar dan mulus atau kaku.

Nervus Trigeminus (n. V)
M. Masseter  dan  M. Temporalis :
Diperiksa dengan menyuruh mengatupkan mulut kuat-kuat kemudian dipalpasi. Setelah itu pemeriksa memaksa membuka mulut yang terkatup dengan jalan menarik dagu.
M. Pterygoideus  :
pasien disuruh membuka mulut perlahan-lahan, kemudian perhatikan mulut miring atau lurus. Lalu gerakkan rahang ke kanan-kiri dan tes dengan melawan dorongan pada dagunya.
Sensorik cabang oftalmikus
pemeriksaan rasa raba:
sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas,kertas atau kain yang ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau pembankitan rasa nyeri.usapkan kapas trsbut pada bagian dahi, kening dan bandingkan bagian-bagian yang simetris.
Sensorik cabang maksilaris
sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas,kertas atau kain yang ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau pembankitan rasa nyeri.usapkan kapas tersebut pada bagian pipi kemudian bandingkan antara yang kiri dan kanan

Sensorik cabang madibularis :
sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas,kertas atau kain yang ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau pembankitan rasa nyeri.usapkan kapas trsbut pada bagian mandibula  kemudian bandingkan antara yang kiri dan kanan
Refleks masseter:
Dengan menempatkan 1 jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu lalu pasien dalam keadaan mulu setengah membuka dipukul dengan hamer refleks. Normalnya didapatkan sedikit gerakan, kadang tidak ada.
Refleks kornea
Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping supaya mata jangan berkedip bilamana korneanya hendak disentuh oleh seutas kapas. Goreskan pada kornea dengan ujung seutas kapas pada satu sisi membangkitkan kedipan kelopak mata atas reflektorik secara bilateral

Pemeriksaan nervus Facialis (N.VII)
-          Kerutan dahi à Menyuruh penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi, kemudian lihat apkah bias atau tidak, apabila bias lihat kesamaan antara kiri dan kanan.
-          Sudut mata à   Menyuruh penderita memejamkan mata, perhatikan sudut yang dibentuk, apakah sama atau tidak.
-          Tinggi alis à Perhatikan apakah sama antara tinggi alis kiri dan kanan.
-          Lipatan nasolabial à Menilai apakah ada deviasi pada sulkus
-          Bersiul à Melihat apakah penderita dapat bersiul atau tidak, ini dalam rangka untuk menilai persarafan pada bibir, sering ada penderita yang memang tidak tau bersiul.
-          Menggembungkan pipi à Untuk menilai kekuatan pada otot di pipi, apakah penderita dapat menahan udara di dalam mulut atau tidak.
-          Memperlihatkan gigi geligi à Untuk melihat adanya kelumpuhan pada bibir serta untuk melihat apakah ada deviasi (mnecong) pada saat penderita disuruh memperlihatkan gigi.
-          Pengecapan 2/3 lidah depan à Menilai sensoris penderita terutama pada lidah, apakah dapa merasakan rangsangan atau tidak.
-          Hiperaskuis à pendengaran yang luar biasa peka. Ambang pendengaran menurun à perasaan kurang enak, baik suara yang terdengar disertai nyeri  di telinga maupun bulu kuduk leher merinding.
-          Sekresi air liur à Menilai banyaknya  produksi air liur, kemudian melihat apakah penderita sering ngiler ( air liur keluar dari mulut).

Fungsi saraf nervus  pada umumnya juga menilai kesamaan antara kiri dan kanan, sering juga terjadi kelumpuhan pada kedua sisi.

Pemeriksaan Nervus Vestibulo Cochlearis ( N. VIII)
-          Komponenen tes suara berbisik:
o   Tes schawabach à tes ini membandingkan pendengaran pemeriksa dengan penderita, menggunakan garpu tala. Garpu tala dibunyikan dan ditempatkan di dekat telinga penderita, setelah penderita tidak mendengarkan bunyi lagi garpu tala dipindahkan di dekat telinga pemeriksa ( telinga pemeriksa normal). Bila masih terdengar bunyi di telinga penderita, maka dikatakan scawabach lebih pendek untuk konduksi udara.
Kedua, garpu tala setelah dibunyikan di taruh pada tulang mastoid, lakukan seperti diatas. Ini untuk menilai konduksi tulang.
o   Tes Rinne à tes ini untuk membandingkan konduksi tulang dan konduksi udara, pada orang normal konduksi udara lebih,baik daripada konduksi tulang, hal ini didapat pada juga pada tuli perspektif, kecuali pada tuli konduktif. Pemeriksaan dilakukan dengan cara, membunyikan garpu tala  kemudian diletakkan pada tulang mastoid penderita, apabila sudah tidak terdengar garpu tala segera dipindahkan ke talinga. Jika masih terdengar suara maka konduksi udara ebih baik dari konduksi tulang dalam hal ini rinne positif.
o   Tes Webber à garpu tala dibunyikan, di tekan pada dahi penderita, tepat di tengah. Penderita disuruh untuk mendengarkan telinga mana yang berbunyi lebih keras, pada orang normal bunyi tersebut sama antara telinga kiri dan kanan. Pada tuli saraf, bunyi lebih keras pada telinga yang sehat, sedangkan pada tuli konduktif bunyi lebih keras pada telinga yang tuli.
-          Vertigo à keluhan yang sering ditemukan oleh penderita dengan gangguan system vestibuler, ini merupakan rasa bergerak( penderita merasa bahwa sekitarnya bergerak atau dirinya bergerak) dan biasanya disertai oleh rasa tidak stabil dan kehilangan keseimbangan.
-          Romberg test à penderita disuruh berdiri dengan satu kaki dan kaki yang lain berada di depan jari-jari yang lain, lengan di depan dada dan mata kemudian ditutup. Tes ini untuk menilai adanya disfungsi pada system vestibuler., orang normal mampu berdiri dalam posisi Romberg selama 30 detik atau lebih.
-          Nistagmus spontan à melihat adanya gerakan bola mata yang tidak terkontrol.
-          Nistagmus kalori à timbul bila melirik ke suatu arah. Dingin à bergerak ke sisi kontralateral; panas à bergerak ke sisi ipsilateral.
-          Nistagmus posisional àtimbul bila terjadi perubahan posisi kepala.
-          Tinnitus à menanyakan apakah penderita sering mendengar suara2 lain.

Nervus Glosofaringeus (N IX)
-          Refleks faring à pasien disuruh membuka mulut kemuadian rangsang dinding faring dengan tongue spatel, akan terlihat faring terangkat dan lidah ditarik (refleks positif). Bila kita rangsang dengan cukup keras akan membangkitkan refleks muntah yang juga dapat menilai kerusakan nervus IX dan X.
-          Disfagia à pasien disuruh menelan, tanyakan apakah pasien dapat menelan atau sulit ataupun tidak bisa sama sekali.
-          Deviasi uvula à pasien disuruh membuka mulut kemudian lihat uvula, apakah ada deviasi atau tidak. Apabila ada maka uvula akan tertarik ke arah bagian yang tidak lumpuh.
-          Vernest Rindeau Phenomena à
-          Neuralgia Glossofaringeus à penderita mengalami rasa nyeri yang hebat pada daerah yang dipersarafi nervus ini,  yaitu di kerongkongan, tonsil dan telinga.
-          Sensorik orofarings à
-          Hipogensia àberkurangnya daya pengecapan à pada orang tua, SGB.
-          Agensia àhilangnya daya pengecapan à pada leukemia, tumor do fossa crania, trauma capitis.
-          Paragensia àdaya pengecapan yg abnormal à lesi destruktif di ulkus.
Nervus Vagus (N X)
-          Refleks Faring.
-          Disfagia.
-          Afonia à dalam pemeriksaan ini yang dinilai adalah suaranya normal atau berkurang, dengan cara menyebutkan huruf dalam alphabetical mis, aaaaa….
-          Disfonia à sama dengan pemeriksaan diatas, namum penderita tidak dapat mengeluarkan suara sama sekali.
-          Paralisis faring à kelumpuhan faring
-          Sensorik Laringofaring
-          Refleks Okulokardiac à bila kita tekan enteng biji mata akan mengakibatkan berkurangnya detak jantung. Refleks ini dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kepekaan vagus. Refleks ini tidak terdapat pada paralisis nervus vagus sedangkan pada orang yang vagotonik reflex ini meningkat.
-          Refleks Sinus Carotid à dengan cara menekan sinus carotis dengan tangan pada percabangan arteri karotis komunis. Efek yang akan terjadi pada penderita yang peka adalah menurunnya nadi, curah jantung, tekanan darah, dan timbulnya vasodilatasi. Dalam keadaan patologis tekanan pada bifurkasio arteri karotis komunis dapat menyebabkan vertigo, pucat, hilang kesadaran, dan kejang-kejang.
-          Peristaltik Usus à dengan cara mendengar bunyi usus menggunakan stetoskop, kemudian nilai bunyi tersebut apakah kuat, lemah atau tidak ada sama sekali.

Nervus Asesorius (N. IX)
·         Merotasikan kepala
Pasien disuruh menoleh ke kanan. Kita tahan dengan tangan kita yang ditempatkan di dagu. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot sternokleidomastoideus kiri.
·         Mengangkat bahu
Tempatkan tangan kita di atas bahu penderita. Penderita disuruh mengangkat bahu dan kita tahan. Dapat dinilai kekuatan otot. Tenaga otot kiri kanan dibandingkan.
·         Atrofi scapula
Perhatikan keadaan scapula
·         Atrofi m. sternokleidomastoideus
Perhatikan keadaan otot sternokleidomastoideus dalam keadaan istirahat
·         Atrofi m. trapezius
Perhatikan keadaan otot trapezius dalam keadaan istirahat

Nervus Hipoglosus (N. XII)
1.       Mengeluarkan lidah
Penderita disuruh mengeluarkan lidah.
2.       Deviasi lidah
Sudut mulut diangkat, lidah dikeluarkan. Perhatikan apakah juluran lidahnya mencong. Pada parese satu sisi, lidah dijulurkan mencong ke sisi yang lumpuh.
3.       Atrofi lidah
Suruh penderita membuka mulut, perhatikan besar lidah dalam keadaan istirahat.
4.       Fasikulasi lidah
Dilihat apakah ada fasikulasi (pola abnormal tidak ritmik, kontraksi tidak terorganisasi dari serabut otot yang melintang pada permukaan lidah).  Diamati saat lidah istirahat, diikuti rangsangan langsung pada lidah
5.       Kekuatan lidah menekan pipi.
Penderita disuruh menekan lidah pada pipinya. Jari kita ditekan pada pipi sebelah luar.jika terdapat parese lidah bagian kiri, lidah tidak dapat ditekankan ke pipi sebelah kanan, tetapi ke sebelah kiri dapat.

VII. PEMERIKSAAN FISIK
1.       Status otot
·         Atrofi
Perhatikan besar otot. Pada atrofi besar otot berkurang
·         Hipertrofi
Besar otot bertambah.
·         Pseudohipertrofi
Ukuran otot tampak lebih besar tapi tenanaganya berkurang.
·         Reaksi modern (perkusi)
Pembengkakan otot setempat, perkusi otot bila pembesaran sejenak.
·         Reaksi miotonik
Kontraksi otot lebih lama dari biasa. Otot diperkusi menjadi cekung.
2.       Status ekstremitas
·         Drop hand
Kondisi yang diakibatkan paralisis mskulus ekstensor tangan dan jari. Tangan menjulai kedepan karena paralisis n. radialis.
·         Tangan monyet
Tangan seperti tangan monyet karena paralisis n. medianus
·         Claw hand
Jari-jari berada dalam posisis fleksi seperti mencengkeram karena paralisis n. ulnaris.
·         Drop foot
Dorsofleksi kaki
·         Claw foot
Kaki seperti mencengkeram karena paralisis n. tibialis.
·         Winging scapula
Suatu keadaan dimana bagian medial dari scapula menjauhi dinding posterior rongga toraks karena paralisis m. trapezius.

3.       Tonus otot
·         Tes fleksi siku dan lutut
·         Tes lengan jatuh
Lengan diangkat pasif oleh pemeriksa dan dilepaskan tiba-tiba.
Hipotonus: lengan jatuh lunglai.
Hipertonus: lengan tidak langsung jatuh.
·         Tes tungkai bergoyang
Penderita duduk dengan tungkai digantung rileks dan meluruskan salah satu tungkai atau keduanya.
Hipotonus: tungkai goyang seperti bandul.
Hipertonus: tungkai goyang 2-3 kali saja lalu stop.




4.       Jenis klonus
·         Klonus lutut/patella
Gerakan naik/turun yang cepat timbul bila ditekan kuat-kuat. Tungkai dalam ekstensi lemah. Regangkan otot kuadrisceps femoris. Otot kuadriceps femoris teregang dan secara reflex otot berkontraksi berulang-ulang
·         Klonus kaki
Gerakan fleksi/ekstensi kaki secara terus/cepat terjadi bila dorsofleksi kaki dnegan cepat/kuat dan tunkai diluruskan. Regangkan otot triseps betis. Dorsofleski pada kaki secara berlebihan. Otot betis berkontraksi berulang-ulang teregang.

5.       Kekuatan otot dan test
·         Antrofleksi dan dorsofleksi kepala
·         Elevasi dan abduksi scapula
·         Depresi dan abduksi scapula
·         Ekstensi sendi siku
·         Fleksi sendi siku
·         Fleksi pergelangan tangan
·         Dorsofleksi pergelangan tangan
·         Membuka jari-jari tangan
·         Menutup jari-jari tangan
·         M. rectus abdominis
·         Fleksi sendi panggul
·         Extensi sendi panggul
·         Abduksi sendi panggul
·         Adduksi sendi panggul
·         Ekstensif sendi lutut
·         Fleksi sendi lutut
·         Dorsofleksi pergelangan kaki
·         Plantarfleksi pergelangan kaki
·         Dorsofleksi jari-jari kaki
·         Plantar fleksi jari-jari kaki

6.       Gerakan involunter
·         Tremor
Tremor adalah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran yang timbul karena kontraksi otot-otot yang berlawanan secara bergantian.
Saat istirahat: lesi di ekstrapiramidal.
Saat aktivitas: lesi di serebelum.
·         Atetosis
Gerakan otot yang lebih lambat dan melibatkan otot bagian distal.
Lesi di nuckleus kaudatus.
·         Khorea
Gerakan otot berlangsung cepat sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan.
Lesi di korpus striatum.
·         Tortikotolis spasmodic
nyeri yang hilang timbul atau kejang yang terus menerus pada otot-otot leher, sehingga mendorong kepala berputar dan miring ke depan, ke belakang atau ke samping.
·         Diskinesia Tardif
mengecapkan bibir, menjulurkan lidah dan gerakan mengunyah yang konstan.
·         Mioklonia
Gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyong-konyong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali.
·         Ataksi
Penderita mneggoyangkan tungkai terus baik duduk dan berdiri.

7.       Gerakan involunter
·         Ataksia.
Penderita ataksia mengalami kegagalan kontrol otot pada tangan dan kaki mereka, sehingga menghasilkan kurangnya keseimbangan dan koordinasi atau gangguan gait


·         Balismus
Gerak otot yang dating sekonyong-konyong, kasar dan cepat, dan terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal.
·         Tic fasialis
sudut mulut terangkat, kelopak mata memejam berlebihan.
·         Writers hand
Kontrkasi otot tangan, dimana jari-jari terlihat seperti memegang pena.
·         Crump muskulorum
Kejang otot setempat

8.       Tes koordinasi
·         Tes menggambar lingkaran
·         Tes menulis nama
·         Tes mengambil gelas

9.       Tes koordinasi
·         Tes telunjuk hidung
Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan lengannya kesamping, kemudian disuruh mneyentuh hidungnya dengan telunjuk. Pada lesi serebral telunjuk tidak sampai di hidung tapi melewati sampai ke pipi.
·         Tes hidung-telunjuk-hidung
Pasien disuruh menunjuk hidung, kemudian telunjuk pemeriksa dan hidung secara berulang-ulang.
·         Tes telunjuk-telunjuk
Pasien disuruh merentang kan kedua lengan ke samping sambil menutup mata. Kemudian disuruh mempertemukan jari-jari tengahnya kedapan.lengan disisi lesi akan ketinggalan dan jari sisi sehat melampaui garis tengah.
·         Tes tumit lutut ibu jari
Pasien berbaring dengan kedua tungkai diluruskan, kemudian disuruh menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain. Kemudian meluncurkan kakinya kebawah sampai ke ibu jari kaki lainnya.


TES KOORDINASI
  1. Tes pronasi supinasi
Penderita membolak-balikkan tangan kirilalu tangan kanan pelan-pelan lalu cepat secara bersamaan. Dinilai apakah canggung melakukan gerakan atau tidak.
  1. Tes knee pat

TES KOORDINASI
  1. Tes Romberg jatuh ke
Pada tes ini penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lainnya; tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lainnya (tandem). Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Tes ini berguna menilai adanya disfungsi sistem vestibuler. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
  1. Tes meluruskan tanganleksi lengan
Meluruskan kedua lengan dengan mata tertutup
  1. Rebound phenomena
Keadaan di mana tidak mampu menghentikan gerakan tepat waktu. Penderita fleksi lengan di sendi siku à pemeriksa menahan gerakan fleksi/melepaskan.
(+) bila ada gerakan fleksi yang terkontrol sehinga bisa menampar pipi à gangguan serebelar.


GAIT
  1. Ataksia
Tidak tegap dan tidak terkoordinasi dengan lebar ke arah luar.
  1. Hemiplegik
Penderita berjalan dengan kaki diputar, panggul diangkat oleh karena kaki tidak dorsofleksi.
  1. Antalgik
Pincang yang dilakukan untuk menghindari nyeri; pantat bergoyang berlebihan.
  1. Tabetik
Gaya jalan ataksia yang menyertai tabes dorsalis.
  1. Fastinatina
Gaya berjalan yang kaku dan bersimpangsiur karena gerakan berjalannya disertai gerakan involunter kedua tungkai yang bersifat atetotik sehingga penderita tanpa sengaja bergerak dengan langkah cepat, pendek/berjingkat = paralysis = paralysis agitans.
  1. Scissor
Penderita berjalan dengan tungkai kaki adduksi, menyilang saling berganti di depan.
  1. Dimping
Berjalan dengan tungkai yang sakit dengan hati-hati/langkah pendek, tungkai sehat berjalan cepat.
  1. Tradelenburg
Badan miring ke samping tiap langkah à kelemahan n. Gluteus medius.
  1. Spastic
Gaya jalan à tungkai dipegang bersama à gerak kaku, jari kaki tidak kena tanah.
  1. Waddling
Berjalan dengan langkah yang lambat, seperti bebek.
  1. Steppaged
  2. Parkinson
Langkah menggeser à pendek / diseret. Tubuh bagian atas fleksi sedikit ke depan; tungkai fleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul; kedua lengan melilit pada samping badan dalam posisi fleksi di siku dan pergelangan tangan.
  1. Jiggling (lobbing)
Penderita berjalan dengan tubuh yang terguncang
  1. Histerikal
Penderita berjalan dengan gaya aneh.

STATION
  1. Broad base stand
  2. Dekomposisi gerakan sikap
  3. Romberg test
  4. Sikap serebelar

REFLEKS PATOLOGIS (TENDON dan PERISOSTEUM)
  1. R. tendon biseps brachialis
Sikap lengan : setengah ditekuk di sendi siku.
Stimulasi: ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon otot biceps.
Stimulasi: fleks lengan di siku.
  1. R. tendon triseps
Sikap: lengan bawah difleksikan di sendi siku dan sedikit dipronasikan.
Stimulasi: ketukan pada tendon otot triseps.
Respons: ekstensi lengan bawah di sendi siku
  1. R. periosteum radialis
Sikap: lengan bawah setengah difleksikan di sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan.
Stimulasi: ketukan pada periosteum jung distal os radii.
Respons: fleksi lengan bawah di siku dan supinasi lengan/tangan.
  1. R. periosteum ulnaris
Sikap: lengan bawah setengah ditekukkan di sendi siku dan sikap tangan antara pronasi dan supinasi.
Stimulasi: ketukan pada periosteum prosesus stiloideus.
Respons: pronasi tangan karena kontraksi otot pronator kwadratus.
  1. R. tendon lutut
Sikap: pasien duduk dengan kedua kakinya digantung/ pasien duduk dengan kedua kakinya ditapakkan di atas lantai/ pasien berbaring terlentang dengan tungkainya difleksikan di sendi lutut.
Stimulasi: ketukan pada tendon patela.
Respons: tungkai bawah ekstensi.
  1. R. tendon achiles
Sikap: tungkai ditekukkan di sendi lutut dan kaki didorsofleksikan/ pasien berlutut di atas tempat periksa dengan kedua kaki bebas.
Stimulasi: ketukan pada tendon Achilles
Respons: plantarfleksi kaki.



REFLEKS FISIOLOGIS
  1. R. kremaster
Penggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks terhadap kulit paha bagian medial akan dijawab dengan elevasi testis ipsilateral.
  1. R. plantar
Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan plantarfleksi kaki dan semua jari kaki pada kebanyakan orang yang sehat. Respons yang abnormal terdiri dari ekstensi serta pegembangan jari-jari kaki dan elevasi ibu jari kaki

REFLEKS PATOLOGIS
Refleks babinsky    :  Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya. Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri sebab hal ini dapat menimbulkan reflex menarik kaki. Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi positif, ktia dapat gerakan dorsofleksi ibu jari, yang dapat disertai gerak mekarnya jari-jari lainnya.
Refleks Chaddock  :  rangsang diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral maleolus.
Refleks Gordon      :  rangsang dengan memencet (mencubit) otot betis.
Refleks Oppenheim:      mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior. Arah mengurut ke bawah (distal).. (+) : fleksi jari-jari kaki.
Refleks Garda         :  Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya sekonyong-konyong.
Refleks Schaefer    :  Memencet (mencubit) tendon Achilles.
Refleks Bing             :  dibangkitkan dengan memberikan rangsang tusuk pada kulit yang menutupi metatarsal kelima.
Refleks Rossalino   :  mengetuk basis telapak kaki (jari kaki depan). (+) : fleksi jari-jari kaki.
Refleks Bectherev :  mengetok dorsal basis jari kaki
Refleks Hoffman Trommer :
·         Tangan penderita kita pegang pada pergelangan dan jari-jarinya disuruh fleksi-enteng-kan. Kemudian jari tengah penderita kita jepit diantara telunjuk dan jari tengah kita. Dengan ibu jari kita “gores-kuat” (snap) ujung jari tengah penderita. Hal ini mengakibatkan fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari, bila reflex positif. Kadang juga disertai fleksi jari lainnya.
Refleks Mayer        :  Pasien disuruh men-supinasikan tangannya, telapak tangan ke atas, dan jari-jari di-fleksi-enteng-kan serta ibu jari di fleksi-enteng-kan dan diabduksikan. Tangannya kita pegang, kemudian dengan tangan yang satu lagi kita tekukkan jari 3 dan 4 pada falang proksimal dan menekannya pada telapak tangan (fleksi). Pada orang normal, hal ini mengakibatkan aduksi dan oposisi ibu jari disertai fleksi pada persendian metakarpofalangeal, dan ekstensi di persendian interfalang ibu jari.
Refleks Leri              :  kita pegang lengan bawah pasien yang disupinasi serta difleksi sedikit. Kemudian kita tekukkan dengan kuat (fleksi) hari-jari serta pergelangannya. Pada orang normal, gerakan ini akan diikuti oleh fleksi lengan bawah dan legnan atas, dan kadang-kadang juga disertai aduksi lengan atas. Reflex ini negated bila terdapat lesi pyramidal. Tidak adanya reflex ini dinyatakan sebagai gejala leri positif.

REFLEKS REGRESI
Refleks pegang (graps) :
                Gores telapak tangan à tangan digenggam
Refleks isap (suck) :
                Sentuhan bibir à (+) gerakan seolah menetek
Refleks monyong (snoot) :
                Perkusi bibir atas à (+) bibir menjungur/kontraksi otot sekitar mulut
Refleks glabella :
                Pukulan singkat pada glabela atay sekitar daerah supraorbitalis mengakibatkan kontraksi singakt kedua otot orbikularis okuli. Pada lesi perifer nervus fasialis. Reflex ini berkurang atau negative, sedangkan pad sindrom Parkisnon reflex ini sering meninggi. Pusat reflex ini terletak di pons.


Refleks palmo metal :
                (+) kontraksi otot mentalis/orbicularis oris ipsilateral, dengan gores kulit telapak tangan bagian luar.

PEMERIKSAAN SENSIBILITAS
Tes perasa gerak :
a.      Kinhipestesia        :  berkurangnya rasa gerak
b.      Kinanestesia         :  hilangnya rasa gerak
Tes perasa sikap :
a.      Stathipestesia      :  berkurangnya rasa sikap
b.      Satapestesia         :  hilangnya rasa sikap.
Tes perasa getar :
a.      Palhipestesia        :  berkurang perasa getar dengan garputala
b.      Pallanestesia        :  hilangnya rasa getar
Tes perasa tekan :
a.      Barhipestesia       :  berkurangnya perasa tekan
b.      Baranestesia        :  rasa tekan hilang

PERASA EKSTEROSEPTIF
  1. Tes peraba rasa
Hilangnya perasaan raba à anestesia.
Berkurangnya perasaan raba à hipostesia.
Terasa perasaan raba secara berlebihan à hiperestesia.
  1. Tes perasa nyeri
Hilangnya perasaan nyeri à analgesia
Berkurangnya perasaan nyeri à hipalgesia
Terasa perasaan nyeri secara berlebihan à hiperalgesia
  1. Tes perasa suhu
Hilangnya perasaan suhu à termoanestesia
Berkurangnya perasaan suhu à termohipestesia
Terasa perasaan suhu secara merlebihan à termohiperestesia

  1. Perasa abormal
Kesemutan dijuluki parestesia. Nyeri panas dingin yang tidak karuan

PERASA DISKRIMINATIF
  1. Tes mengenal bentuk
Stereogenosia à mengenal bentuk dan ukuran sesuatu dengan jalan perabaan
Astereogenosia à hilangnya daya tersebut.
  1. Tes mengenal gerak
Baragnosia à daya untuk mengetahui dan mengenal berat sesuatu
Abaragnosia à hilangnya kemampuan tersebut
  1. Tes mengenal huruf
Graphestesia à mengenal angka, aksara dan bentuk yang digoreskan di atas kulit.
Agraphestesia à hilangnya kemampuan tersebut
  1. Tes mengenal tubuh
Autopagnosis à daya untuk mengenal setiap titik dan daerah tubuh sendiri.
Anautopagnosis à hilangnya daya tersebut
  1. Tes diskriminasi
Palma manus
Dorsum manus
                Anosognosia : tidak mengakui adanya kelainan : kelainan di frontal posterior, lobus parietal dari otak

PEMERIKSAAN FUNGSI LEHER
  1. Pola psikomotorik
Pola psikomotorik adalah gerakan yang dikehendaki dan bertujuan (dilakukan atas perintah atau permintaan). Dalam proses psikomotorik dikenal 3 tahap, yaitu tahap pengertian tentang arti atau tujuan dari gerakan yang akan dikembangkan, kemudian tahap pengorganisasian di mana lintasan-lintasan motorik disiapkan untuk secara keseluruhan mewujudkan gerakan yang dikehendaki dan selanjutnya tahap pelaksanaan gerakan yang bertujian itu.


  1. Apraksi idesional
Dalam hal ini tidak ada pengertian tentang tujuan dari gerakan atau tidak ada pengertian tentang perintah untuk melaksanakan suatu gerakan. Dalam tes ini mungkin pasien minta agar permintaan diulangi lagi dan kemudian pasien dapat  melakukan hanya melakukan perintah yang pertama tanpa melakukan perintah yang kedua.
  1. Apraksi ideokinetik
Dalam hal ini pengertian tentang tujuan dari suatu gerakan yang harus dilakukan masih baik. Tetapi pengorganisasian dimana suatu idea harus menggiatkan lintasan-lintasan motorik yang sesuai dan tepat mendapat gangguan. Oleh karena itu gerakan yang dilakukan sebagian saja yang tepat.
Contoh, ”pegang dahi anda ”...pasien melaksanakan perintah itu dan bukannya dahi, melainkan telinga yang dipegang. Hal ini disadari oleh pasien dan ia dapat menyatakan kesalahan yang dilakukan. Jelaskan bahwa perintah dimengerti sepenuhnya, tetapi pelaksanaannya tidak sempurna bahkan salah oleh karena lintasan motorik yang disebabkan untuk melaksanakan gerakan itu tidak lengkap atau salah diaturnya.

POLA SENSORIK
  1. Agnosia auditorik
Hilangnya kemampuan untuk mengenal dan mengetahui apa yang didengar oleh seorang yang tidak tuli. Ia tahu bahwa ada suara yang bisa ditangkap oleh telinga yang tidak tuli. Tetapi abstraksi dari apa yang didengar itu tidak dikenal dan tidak diketahui lagi. Ia bisa menangkap suara bunyi musik, tetapi lagunyatidak dikenal, sehingga ia tidak menikmati lagi musik. Lesiyang berkorelasi dengan gejala tersebut terletak di bagian girus superior posterior lobus temporalis yang berdominasi atau daerah yang dukenal sebagai area wernicke.
  1. Agnosia visual
Hilangnya pengenalan dan pengertian tentang apa yang dilihat. Gejala ini dapat bersifat selektif, misalnya hanya agnosia mengenai pengenalan wajah seorang saja, yang dinamakanprosopagnosia. Lesi yang berkorelasi dengan agnosia visual terletak di area 19. kedua jenis agnosia yang dibahas di atas merupakan manifestasi yang jarang dijumpai.

  1. Agnosia taktil
Keadaan di mana terdapat kegagalan mengenal suatu objek melalui perabaan, sedang sensorik primernya baik. Keadaan ini kadang disebut juga sebagai astereognosia. Agnosia taktil dapat dijumpai pada lesi y ang melibatkan lobus parietal yang non-dominan.
Cara memeriksa : suruh pasien menutup mata. Tempatkan pada tangan atau genggaman suatu benda, dengan jalan meraba-raba suruh ia mengenalinya.

GANGGUAN BERBAHASA
  1. Afasia global
Hilangnya bahasa perseptif dan ekspresif secara mutlak. Pasien tidak dapat mengeluarkan kata-kata dan tidak dapat mengerti bahasa verbal ataupun visual. Mengutarakan pikirannya dengan gerak otot wajah atau gerak otot volunter lainnya juga tidak mampu.
  1. Afasia motorik (Broca)
Terberat,pasien tidak dapat mengeluarkan kata-kata untuk berbicara, membeo atau membaca dengan suara keras. Namun demikian bahasa internalpasien masih lengkap dan utuh.
Cukup berat masih bisa masih mengucapkan beberapa kalimat pendek yang bersifat stereotip dan automotik. Kalau marah sembarang kata kutukan dapat dikeluarkan secara tidak terduga.
Sedang pasien masih dapat berbahasa, tetapi susunan kalimatnya kurang beres, karena banyak kata-kata yang tidak digunakan. Pasien dengan afasia motorik merasa kesal dan tidak berdaya jika diajak bercakap-cakap. Kesan ini adalah penting oleh karena pasien dengan afasia sensorik memperlihatkan perilaku yang sangat berbeda.
  1. Afasia sensorik (Wernicke)
Pasien dengan afasia sensorik tampaknya tidak kesal, bahkan berbicara dengan lancar serta nada dan irama bahasanya bagus, tetapi kalau diperhatikan yang ia  gunakan sebagian saja menggunakan kata bahasa yang benar dan sebagian idak dapat mengertbesar dari kata-kata yang ia keluarkan adalah kata-kata kosong yang tidak mempunyai arti, sehingga bahasanya dapat dinyatakan sebagai neologismus. Berdialog dengan seorang yang afatik sensorik tampaknya asik, oleh karena pasien menjawab setiap pertanyaan, walaupun dengan menggunakan bahasa yang asing bagi orang lain dan dirinya sendiri kacau dan pemeriksa berkesimpulan bahwa pasien tidak dapat mengerti bahasa pemeriksa. Pasien tidak sadar akan ketidakmampuannya dan bersikap euforik.
  1. Afasia konduktif
Ini merupakan ganguan bahasa yang lancar yang ditandai oleh gangguanyang berat pada repetisi, kesulitan dalam membaca kuat-kuat, gangguan dalam menulis, parafasia yang jelas namun umumnya pemahaman bahasalisan terpelihara. Anomianya berat.
Terputusnya hubungan anatara area Wernicke dan Broca diduga menyebabkan manifestasi klinik kelainan ini. Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan pada beberapa pasien. Lesi sering ada di massa subkortikal-dalam di korteks parietal inferior dan mengenai fasikulus arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.
  1. Afasia transkortikal
Afasia ini timbul kalau ketiga pusat bahasa tidak mempunyai hubungan lagi dengan daerah kortial lainnya. Pasien terganggu bsik dalam penangkapan/pengertian bahasa verbal dan visual, maupun dalam ekspresi dengan jalan menulis dan membaca. Namun pasien masih dapat berbicara dengan lancar.
  1. Afasia amnesti/nominal
Pada afasia nominal pasien mendapat kesulitan untuk menmakan sesuatu baik yang disebut kehendak sendiri maupun yang ditunjuk oleh orang lain. Kalau ia bericara sering kali ia berhenti oleh karena ia tidak dapat mengutarakan kata benda yang ia pikirkan. Walaupun demikian, seringkali ia dapat menjelaskannya dengan kalimat yang sempurna apa yang ia maksudkan.

GANGGUAN BERBAHASA
  1. Disartria spastik
Gangguan artikulasi dimana pengucapan kalimat menjadi kaku.ss
  1. Disartria flaksid
  2. Disartria spastik flaksid
  3. Disartria hipokinetik
Gangguan artikulasi dengan gerakan yang menurun.

  1. Disartria hiperkinetik
Gangguan artikulasi dengan gerakan yang berlebihan
  1. Disartria serebelar
Kerja sama otot lidah, bibir, pita suara dan otot-otot yang membuka dan menutup mulut bersimpang-siur, sehingga kelancaran dan kontinuitas kalimat yang diucapkan sangat terganggu.


PEMERIKSAAN SUSUNAN SARAF OTONOM
Miksi :
a.      Inkontinensia       :  Pasien tidak dapat menahan rasa kencing
b.      Enuresis                  :  Pasien tidak bisa berkemih
c.       Retensi                   :  Produksi urin berkurang
Defekasi :
a.      Inkontinensia       :  Pasien tidak bisa menahan rasa BAB
b.      Refleks anal interna :     
Kulit : keringat :
a.      Hiperhidrosis        :  Banyak memproduksi keringat
b.      Hipohidrosis          :  Sedikit memproduksi keringat
c.       Anhidrosis             :  Tidak ada keringat
Rambut dan kuku :
a.      Hipertrikosis         :  suatu kelainan yang menyebabkan pertumbuhan rambut di tubuh secara cepat
b.      Edema kulit           :  Pembengkakan yang terjadi di bawah kulit
c.       Sianosis                   :  Kulit tampak kebiruan akibat kekurangan oksigen
d.      Akral dingin dan pucat : bagian ujung ekstremitas dirasakan dingin dan terlihat pucat
e.      Brittle nail              : 
Salivasi :
a.      Hipersalivasi          :  Produksi air liur yang berlebihan
b.      Hiposalivasi           :  Produksi air liur yang kurang

Comments

Popular posts from this blog

Dilatasi dan Kuretase

Indikasi             Prosedur dilatasi dan kuretase biasanya dilakukan atas indikasi : diagnosis dan terapi perdarahan uterus abnormal, abortus, kanker pada uterus. Teknik Dilatasi Serviks Dilatasi serviks dapat dilakukan dalam anestesi umum, spinal, epidural atau paraservikal, tergantung dari indikasi tindakan. Dilatasi biasanya dilakukan sebelum kuretase tapi juga bisa sebagai tindakan terapeutik pada stenosis servikalis. ·          Pasien dalam posisi litotomi, perineum, vagina dilakukan a dan antisepsis. Pasien dianjurkan untuk berkemih sebelum tindakan, kateterisasi dilakukan bila dicurigai masih terdapat residu urin yang signifikan. ·          Pemeriksaan dalam perlu dilakukan sebelum melakukan dilatasi serviks, menentukan ukuran dan posisi seviks, uterus dan adneksa.   ·          Dipasang spekulum atas dan bawah, serviks ditampakkan. Bibir anterior serviks dijepit dengan tenakulum. ·          Dilakukan inspeksi dengan teliti terhadap serviks dan vagina ·          Terdapat d

Uji Maddox - ROD

Tujuan Tes digunakan untuk mengukur heteroforia atau tropia kecil Dasar Kedua mata melihat dengan fovea Disosiasi terjadi bila dipakai Maddox rod pada mata Alat Kamar yang gelap Filter Maddox rod(terdiri sejumlah silinder plano konveks paralel dengan jarak fokus pendek). Teknik Jarak pemeriksaan dapat jauh ataupun dekat. Kedua mata diberi kacamata koreksi. Maddox rod dipasang pada satu mata (dipakai Maddox merah) biasanya mata kanan. Dengan kedua mata terbuka pasien diminta berfiksasi pada lampu. Pasien diminta menerangkan letak garis (dilihat melalui Maddox rod) bandingkan dengan letak lampu. Bila garis Maddox rod dipasang vertikal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis horizontal. Bila garis Maddox rod dipasang horizontal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis vertikal. Bila dipasang untuk menyatukannya maka dapat ditentukan berat foria atau tropia. Nilai Bila sinar vertikal M

Morbus Hansen - Kusta

PENDAHULUAN Kusta merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu. Kata kusta berasal dari bahasa India kusta, dikenal sejak 1400 tahun SM. Kata lepra disebjut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnhya mencakup beberapa penyakit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur apabila dibandingkan dengan kusta yang dikenal saat ini. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraseluler obligat, dengan saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke orga lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan sangat ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Oleh sebab itu penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan masyarakat disekitarnya akibat cacat pada wajah dan anggota tubuh. Insid