Skip to main content

EPILEPSI

EPILEPSI

ICD G40

KRITERIA DIAGNOSIS

Klinis:

Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebihan dan sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas pariksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan ‘self limited’.

Sindroma epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai ole sekumpulan gejala yang timbul bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat awitan, beratnya penyakit, siklus harian, dan prognosa).

Klasifikasi epilepsi: (menurutILAE tahun 1989).

I. Berhubungan dengan lokasi

A. Idiopatik (berhubungan dengn usia awitan).

1. Benign childhood epliepsy with centro-temporal spikes.

2. Childhood epilepsy with occipital paroxysmal.

3. Primary reading epilepsy.

B. Simptomatik (dengan etiologi yng spesifik atau non spesifik).

1. Chronic progressive epilepsia partial continua of childhood (kojewnkow’s syndrome).

2. Syndrome characterized by seizures with specific modes of precipitation.

3. Epilepsi lobus temporal/frontal/parietal/oksipital.

C. Kriptogenik.

II. Umum

A. Idiopatik (berhubungan dengn usia awitan).

1. Benign neonatal familial convulsions.

2. Benign neonatal convulsions.

3. Benign mioclonic epilepsy in infancy (piknolepsy).

4. Juvenile absence epilepsy.

5. Juvenile myoclonic epilepsy(impulsive petit mal).

6. Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening.

7. Others generalized idiopathic epilepsies not defines above.

8. Epilepsies with seizures precipitated by spesific modes of activation.

B. Kriptogenik/ simptomatik.

1. West syndrome (infantile spasms, blitz nick-salaam krampfe).

2. Lennox-gastaut syndrome.

3. Epilepsy with myoclonic-astatic seizures.

4. Epilepsy with mioclonic absence.

C. Simptimatik (denganetiologi yang spesifik dan non spesifik).

1. Dengan etiologi yang non spesifik.

a. Early myoclonic encephalopathy.

b. Early infantie epileptic encephalopathy with suppression burst.

c. Other symptomatic generalized epilepsies not defines above.

2. Sindroma spesifik.

a. Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh penyakit lain.

III. Tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum.

1. Campuran bangkitan umum dan fokal.

a. Neonatal seizures

b. Severe myoclonic epilepsy in infancy

c. Epilepsy with continuous spike wave during slow wave sleep

d. Acquired epileptic aphasia (Landau-Kleffner sydrome)

e. Other undetermined epilepsies.

2. Campuran bangkitan umum atau fokal (sama banyak).

IV. Bangktan khusus.

1. Bangkitan yang berhubungan dengan situasi.

a. Febrile convulsion.

b. Isolated seizures atau isolated status epilepticus.

c. Seizures occuring only when there is an acute metabolic toxic event, due to factors such as alcohol, drugs, eclampsia, non ketotis hyperglycemia.

Klasifikasi bangkitan epilepsi: (menurut ILAE tahun 1981)

I. Bangkitan parsial (fokal).

A. Parsial sederhana.

1. Disertai gejala motorik.

2. Disertai gejala somato-sensorik.

3. Disertai gejala psikis.

4. Disertai gejala autonomik.

B. Parsial kompleks.

1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa automtism.

2. Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa automatism.

C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder.

1. Parsial sederhana menjadi umum tonik-klonik.

2. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik.

3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik.

II. Bangkitan umum.

A. Bangkitan lena (absence) dan atypical absence.

B. Bangkitan mioklonik.

C. Bangkitan klonik

D. Bangkitan tonik.

E. Bangkitan tonik-klonik.

F. Bangkitan atonik.

III. Bangkitan yang tidak terklasifikasikan.

Laboratorim/pemeriksaan penunjang:

1. EEG.

2. Laboratorium: (atas indikasi)

A. Untuk penapisan dini metabolik.

Perlu selalu diperiksa:

1. Kadar glukosa darah.

2. Pemeriksaan elektrolit, termasuk kalsium dan magnesium.

Atas indikasi

1. Penapisan dini racun/toksik.

2. Pemeriksaan serologis.

3. Kadar vitamin dan nutrien lainnya.

Perlu diperiksa pada sindroma tertentu

1. Asam amino.

2. Asam organik.

3. NH3.

4. Enzim lysosomal.

5. Serum laktat.

6. Serum piruvat.

B. Kecurigaan infeksi SSP akut.

Lumbal pungsi.

Radiologi

Computed Tomography (CT) Scan kepala dengan kontras.

Gold standard

EEG iktal dengan subdural atau depth EEG.

Patologi anatomi

Hanya khas pada keadaan tertentu, seperti hypocampal sclerosis dan mesial temporal sclerosis.

DIAGNOSIS BANDING

1. Bangkitan psikogenik.

2. Gerak involunter (Tics, headnodding, paroxysmal choreoathethosis/dystonia, benign sleep myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll).

3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA, TGA, narkolepsi, attention deficit).

4. Gangguan respirasi (apnea, breth holding, hiperventilasi).

5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalkng, nightmares, confusion, sindroma psikotik akut).

6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen).

7. Keadaan episodik dari penyakit tertentu (tetralofy speels, hydrocephalic spells, cardiac arrhytmia, hipoglikemi, hipokalsemi, periodic paralysis, migren, dll).

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Pemilihan obat anti epilepsi (OAE)sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya. Penggunaan terapi tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan dari harga dan efek samping OAE yang timbul.

Antikonvulsan utama

1. Fenobarbital: dosis 2-4 mg/kgBB/hari.

2. Fenitoin: 5-8mg/kgBB/hari.

3. Karbamasepin: 20 mg/kgBB/hari.

4. Valproate: 30-80 mg/kgBB/hari.

Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori:

1. Definitely treat (pengobatan perlu dilakukan segera) bila terdapat lesi struktural seperti:

a. Tumor otak.

b. AVM.

c. Infeksi: seperti abses, ensefalitis herpes.

Tanpa lesi struktural:

a. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua).

b. EEG dengan gambaran epileptik yang jelas.

c. Riwayat bangkitan simptomatis.

d. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP.

e. Status epileptikus pada awitan kejang.

2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan).

Pada bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau tana faktor resiko di atas.

3. Probably not treat (walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan).

a. Kecanduan alkohol.

b. Ketergantungan obat-obatan.

c. Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemia).

d. Bangkitan segera setelah benturan di kepala.

e. Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang demam, BECT.

f. Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur.



PEMILIHAN OAE BERDASARKAN TIPE BANGKITAN EPILEPSI




Tipe bangkitan

OAE lini pertama

OAE lini kedua


Bangkitan parsial (sederhana atau kompleks)

Fenitoin, karbamasepin (terutama untuk CPS), asam valproat

Acetazolamide, clobazam, clonazepam, ethosuximide, felbamate, gabapentin, lamotrigine, levetiracetam, oxcarbazepine, tiagabin, topiramate, vigabatrin, phenobarbital, pirimidone


Bangkitan umum sekunder

Karbamasepin, phenitoin, asam valproat

Idem di atas


Bangkitan umum tonik klonik

Karbamasepin, phenitoin, asam valproat, phenobarbital

Acetazolamide, clobazam, clonazepam, ethosuximide, felbamate, gabapentin, lamotrigine, levetiracetam, oxcarbazepine, tiagabin, topiramate, vigabatrin, pirimidone


Bngkitan lena

Asam valproat, ethosuximide (tidak tersedia di indonesia)

Acetazolamide, clobazam, clonazepam, lamotrigine, phenobarbital, pirimidone


Bangkitan mioklonik

Asam valproat

clobazam, clonazepam, ethosuximide, lamotrigine, phenobarbital, pirimidone, piracetam


Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang, tergantung dari bentuk bangkitan dan sindrom epilepsi yang diderita pasien (Dam,1997). Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.



STATUS EPILEPTIKUS

ICD G 41.0

(Epilepsy Foundation of America’s Working Group of Status Epilepticus)



Adalah bangkitan kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan, dimana diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penenganan kejang harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang.

PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS


Stadium

Penatalaksanaan


Stadium I (0-10 menit)

Memperbaiki fungsi kardiorespiratorik

Memperbaiki jalan napas, pemberian oksigen, resusitasi


Stadium II (0-60 menit)

Memasang infus pada pembuluh darah besar

Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab

Pemberian OAE emergensi: diazepam 10-20 mg iv (kecepatan pemberian ≤ 2-5 mg/menit) atau rektal, dapat diulang 15 menit kemudian

Memasukkan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa Thiamin 250 mg iv

Menangani asidosis


Stadium III (0-60-90 menit)

Menentukan etiologi

Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian diazepam pertama, beri Phenytoin iv 15-18 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/menit

Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan

Mengoreksi komplikasi


Stadium IV (30-90 menit)

Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer pasien ke ICU, beri propofol (2 mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau Thiopentone (100-250 mg bolus iv, pemberian dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dianjurkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terkhir, lalu dilakukan tapering off.

Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intrakranial, memulai pemberian OAE dosis maitenance


Tindakan:

1. Operasi

Indikasi operasi:

a. Fokal epilepsi yang intraktabel terhadap obat-obatan.

b. Sindroma epilepsi fokal dan simptomatik.

Kontraindikasi:

Kontraindikasi absolut

a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolik maupun degeneratif).

b. Sindrom epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi dikemudian hari.

Kontraindikasi relatif

a. Kepatuhan terhadap pengobatan.

b. Psikosis interiktal.

c. Mental retardasi.

Jenis-jenis operasi:

a. Operasi reseksi: pada mesial temporal lobe, neokortikal.

b. Diskoneksi: korpus kalosotomi, multiple sucial transection.

c. Hemispherectomi.

2. Stimulasi nervus vagus.

PENYULIT

Prognosis pengobatan pada kasus baru pada umunya baik, pada 70-80% kasus bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama. Setelah bangkitan epilepsi berhenti, kemugkinan rekurensinya rendah, dan pasien dapat menghentikan OAE.

Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut:

a. Terdapat lesi struktural otak.

b. Bangkitan epilepsi parsial.

c. Sindrom epilepsi berat.

d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.

e. Frekwensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulai pengobatan.

f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatri.



KONSULTASI

Atas indikasi:

1. Bagian Psikiatri.

2. Bagian Interna.

3. Bagian Anak.

4. Bagian Bedah Saraf.

5. Bagian Anestesi (bila pasien masuk ICU).

JENIS PELAYANAN

1. Rawat jalan.

2. Rawat inap.

Indikasi rawat:

a. Status epileptikus.

b. Bangkitan berulang.

c. Kasus bangkitan pertama.

d. Epilepsi intraktabel.

TENAGA

1. Spesialis Saraf.

2. Epileptologist.

3. Electroencephalographer.

4. Psychologist.

5. Teknisi EEG.

LAMA PERAWATAN

1. Pada kasus bukan status epileptikus: pasien dirawat sampai diagnosis dapat ditegakkan.

2. Pada status epileptikus: pasien dirawat sampai kejang dapat diatasi dan pasien kembali ke keadaan sebelum status.

Comments

  1. Terimakasih artikelnya bagus.
    Saya juga mau informasikan tentang obat epilepsi bila anda minat klik Terimakasih artikelnya bagus.
    Saya juga mau informasikan tentang Obat Epilepsi

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dilatasi dan Kuretase

Indikasi             Prosedur dilatasi dan kuretase biasanya dilakukan atas indikasi : diagnosis dan terapi perdarahan uterus abnormal, abortus, kanker pada uterus. Teknik Dilatasi Serviks Dilatasi serviks dapat dilakukan dalam anestesi umum, spinal, epidural atau paraservikal, tergantung dari indikasi tindakan. Dilatasi biasanya dilakukan sebelum kuretase tapi juga bisa sebagai tindakan terapeutik pada stenosis servikalis. ·          Pasien dalam posisi litotomi, perineum, vagina dilakukan a dan antisepsis. Pasien dianjurkan untuk berkemih sebelum tindakan, kateterisasi dilakukan bila dicurigai masih terdapat residu urin yang signifikan. ·          Pemeriksaan dalam perlu dilakukan sebelum melakukan dilatasi serviks, menentukan ukuran dan posisi seviks, uterus dan adneksa.   ·          Dipasang spekulum atas dan bawah, serviks ditampakkan. Bibir anterior serviks dijepit dengan tenakulum. ·          Dilakukan inspeksi dengan teliti terhadap serviks dan vagina ·          Terdapat d

Uji Maddox - ROD

Tujuan Tes digunakan untuk mengukur heteroforia atau tropia kecil Dasar Kedua mata melihat dengan fovea Disosiasi terjadi bila dipakai Maddox rod pada mata Alat Kamar yang gelap Filter Maddox rod(terdiri sejumlah silinder plano konveks paralel dengan jarak fokus pendek). Teknik Jarak pemeriksaan dapat jauh ataupun dekat. Kedua mata diberi kacamata koreksi. Maddox rod dipasang pada satu mata (dipakai Maddox merah) biasanya mata kanan. Dengan kedua mata terbuka pasien diminta berfiksasi pada lampu. Pasien diminta menerangkan letak garis (dilihat melalui Maddox rod) bandingkan dengan letak lampu. Bila garis Maddox rod dipasang vertikal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis horizontal. Bila garis Maddox rod dipasang horizontal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis vertikal. Bila dipasang untuk menyatukannya maka dapat ditentukan berat foria atau tropia. Nilai Bila sinar vertikal M

Morbus Hansen - Kusta

PENDAHULUAN Kusta merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu. Kata kusta berasal dari bahasa India kusta, dikenal sejak 1400 tahun SM. Kata lepra disebjut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnhya mencakup beberapa penyakit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur apabila dibandingkan dengan kusta yang dikenal saat ini. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraseluler obligat, dengan saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke orga lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan sangat ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Oleh sebab itu penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan masyarakat disekitarnya akibat cacat pada wajah dan anggota tubuh. Insid