Skip to main content

Rangsangan Nyeri


Rangsangan nyeri pada kulit atau jaringan subkutan seperti otot, sendi mengaktifkan beberapa terminal nosiseptor. Disini dibagi 3 kelas mayor dari nosiseptor yaitu panas, mekanik, dan polimodal atau dikenal sebagai  silent nosiseptive.
Nosiseptif panas, diaktifkan oleh temperature extreme (>450 Cdan <50 C). mereka mempunyai diameter kecil serabut myelin tipe Aβ yang menghantar impuls dengan kecepatan 5-30 m/s
Nosiseptive mekanik diaktifkan oleh tekanan yang berulang-ulang pada kulit. Mereka juga mempunyai serabut saraf myelin tipe Aδ dengan kecepatan hantaran 5-30 m/s.
Nosiseptor polimodal diaktifkan dengan intensitas tinggi dari trauma mekanik, kimia, termal (panas/dingin). Nosiseptif ini mempunyai diameter kecil, tak bermielin dengan serabut saraf tipe C dengan hantaran yang lambat. Kecepatan hantaran pada umumnya1.0 m/s
Ketiga kelas nosiseptif ini tersebar luas pada seluruh kulit dan jaringan tubuh bagian dalam yang berkerja bersama-sama. Sebagai contoh ketika seseorang memukul jempolnya dengan martil, maka rasa sakit pertama yang “tajam” terasa pertama, kemudian hilang diikuti rasa nyeri yang panjang dan terasa terbakar. Rasa nyeri yan “tajam” pertama di hantarkan oleh serabut Aδ yang membawa informasi dari nosiseptif mekanik dan panas. Nyeri tumpul yang lambat dihantarkan oleh serabut tipe C yang diaktifkan oleh nosiseptif polimodal.
Jaringan visceral mengandung silent nosisptor. Pada umumnya nosiseptor ini tidak diaktifkan oleh stimulus noxious dimana di hambat oleh proses inflamasi dan berbagai macan reaksi kimia. Aktivasi dari  silent nosiseptive dapat berperan pada perkembangan sekunder dari hyperlagesia dan sensititasi sentral.
Tidak seperti reseptor somatosensorik  dengan rangsangan sentuhan dan tekanan, kebanyakan nosiseptor adalah ujung saraf bebas. Mekanisme dimana stimuli noxious mendepolarisasikan ujung saraf bebas dan menghasilkan potensial aksi, tidak diketahui.membran dari nosiseptif mengandung protein yang dapat mengkonversi rangsangan termal, mekanik, dan kimia menjadi potensial elektrik depolarisasi. Salah satu protein pada resptor adalah capcaisin, yang merupakan bahan aktif yang terdapat pada cabe rawit. Capcaisin/vanilloid, pada beberapa resptor ditemukan pada khususnya di serabut saraf aferen dari nosiseptor dan berfungsi sebagai aksi penghasil nyeri dari capcaisin. Juga, pada reptor ini merespon stimulus panas, yang juga terdapat penghantar dari stimulus nyeri panas.
Banyak factor yang berperan pada tingkatan aktivitas dari serabut saraf A δ dan C, tergantung lokasi, intensitas, dan kualitas dari nyeri, dimana persepsi dari sentuhan atau tekanan adalah sama ketika reseptor somatosensorik di stimulasi. Aktivasi dari nosiseptor yang sama dapat membawa hasil sensasi yang berbeda.misalnya dengan ilustrasi, tangan diukur tekanan darahnya dan turniket di hentikan tekanannya di atas sistolik selama kurang lebih 30 menit. Prosedur ini menghasilkan anoxia dan blockade pada konduksi serabut saraf dengan diameter besar (Aα dan Aβ). Serabut tipe C masih dapat menghantarkan potensial aksi dan merespon terhadap stimulus noxious. Blockade dari hantaran saraf terjadi karena serabut saraf mempunyai kebutuhan metabolic yang lebih tinggi daripada serabut tipe C dan hasilnya axon motor yang besar tidak lagi menghantarkan impuls saraf dan tangan menjadi paralisis.
Jadi tidak ada sentuhan, fibrasi atau sensasi pada sendi karena konduksi pada serabut sensorik Aβ telah di blok. Ketidakadaan dari konduksi oleh serabut Aα dan Aβ menjadikan persepsi dari nyeri menjadi abnormal, misalnya uji tusuk, cubitan, atau uji dengan es, tidak dirasakan atau dibedakan satu dengan lain, tetapi yang dirasakan hanyalah rasa terbakar.
Persobaan ini menunjukan bahwa diameter besar serabut saraf tipe A β berkontribusi pada persepsi normal terhadap  kualitas dari stimulus. Walaupun hal itu tidak secara langsung merespon pada rangsangan noxious, aktivasi pada sistem serabut berdiamter besar tidak hanya mengubah persepsi dari nyeri tapi juga dapat melemahkan.
Walaupun persepsi nyeri berbeda pada tiap individu. Secara patologi, aktivasi nosiseptor mempunyai 2 macam tipe nyeri yang abnormal yaitu allodinia dan hiperlagesia. Pada alodinia, nyeri berasal dari stimuli yang umumnya tidak merangsang, misalnya sinar yang mengakibatkan sunbur, pergerakan sendi pada pasien dengan rheumatoid arthritis, pasien dengan alodinia tidak merasakan nyeri yang menetap. Sebaliknya pasien dengan hiperalgesiaa adalah sebuah respon terhadap sebuah rangsangan noxious.
SERABUT NOSISEPTOR AFEREN BERAKHIR PADA NEURON DI DORSAL HORN MEDULA SPINALIS
Dorsal horn dibagi menjadi 6 lapisan berdasarkan sitologi susunan saraf. Neuron nosiseptif yang berada di bagian superfisial dari dorsal horn di lapisan marginal(lamina I) dan di substansia gelatinosa (lamina II). Sebagian besar dari neuron ini menerima masukan sinaps secara langsung dari serabut Aδ dan C. banyak dari neuron dalam lapisan marginal (lamina I) berespon khususnya pada stimulus noxious dan di proykesikan ke susunan saraf pusat. Beberapa neuron dari lapisan ini disebut  wide-diynmic range neuron, yang berespon pada kedua macam rangsangan noxious dan non-noxious. Substansi gelatinosa kebanyakan merupakan interneuron (eksitatori dan inhibitori). Beberapa hanya berespon pada rangsangan nosiseptif, sementara yang lain berespon pada rangsangan non- noxious.
Lamina III dan IV berada di bagian ventral dari substansia gelatinosa dan mengandung neuron yang menerima masukan mono sinaps dari serabut Aβ. Lamina V mengandung wide-diynmic range neuron yang memproyeksikan ke batang otak dan region di thalamus. Neuron ini menerima masukan monosinaptik dari serabut Aδ dan Aβ. Mereka juga menerima masukan dari serabut tipe C, selain secara langsung dari dendritnya yang berjalan dari dorsal ke superficial di dorsal horn atau secara tidak langsung melalui interneuron eksitatori yang menerima langsung dari serabut tipe C.
Penggabungan dari nosiseptor somatic dan visceral ke lamina V disebut  reffered pain. Sebuah kondisi di mana nyeri dari sebuah organ visceral yang cedera di gantikan ke area lain di permukaan tubuh. Misalnya pasien dengan miokard infark mengeluh sering nyeri tidak hanya pada dada tap juga dari lengan kiri. Penjelasan dari fenomena ini, proyeksi tunggal dari neuron di terima dari kedua region. Alternative lain berdasarkan  reffered pain adalah percabangan axon dari sensori neural perifer , tapi sepertinya hanya berkontribusi pada beberapa kasus saja. Karena satu serabut aferen jarang menginervasi organ visceral dan pada jaringan subkutan di tempat lain.
Neuron di lamina VI menerima input dari serabut aferen berdiameter besar dari otot dan sendi, berespon kepada manipulasi non noxious pada sendi. Neuron ini diperkirakan tidak berkontribusi terhadap transmisi pesan dari nosiseptor. Terakhir neuron di bagian ventral dari lapisan tanduk lamina VII dan VIII yang berespon terhadap stimulus noxious. Mempunnyai respon yang lebih kompleks karena input dari nosiseptif ke neuron lamina VII adalah sebuah polisinaptik. Walaupun kebanyakan neuron didorsal horn menerima input dari salah satu sisi tubuh, banyak neuron di lamina VII merespon stimulasi dari kedua belah pihak.
SERABUT NOSISEPTIF AFEREN MENGGUNAKAN GLUTAMAT DAN NEUROPEPTIDA  SEBAGAI NEUROTRANSMITER
Transmisi sinaps antara nosiseptor dan neuron pada tanduk dorsal di perantarai oleh senyawa neurotransmitter yang dilepaskan dari ujung saraf sensoris bagian sentral eksitatori. Neurotransmitter terbanyak dikeluarkan oleh serabut tipe Aδ dan C sama seperti serabut aferen nosiseptif ayng adalah asam amino glutamate. Pengeluaran glutamate dari terminals sensori memicu secara cepat potensial sinaps di bagian dorsal horn dengan pengaktifan reseptor glutamate tipe  AMPA.
Serabut afferent primer dari neuron nosisptif juga sedikit mengeluarkan potensial postsinaptik eksitatori dari dorsal horn dengan mengeluarkan transmitter peptide. Terminal aferen primer dengan diameter kecil didalam dorsal horn mengandung kedua perantara sinaps electron-translusen kecil yang menyimpan glutamate dan perantara berinti besar yang menyimpan neuropeptida. Dari sebagian besar neuropetida yang ada ada di sensoris nosispetif, substansi P yang telah dipelajari secara mendetail. Substansi P dikeluarkan dari serabut C dalam respon adanya kerusakan jaringan atau stimulasi yang terus menerus dari saraf perifer.
Glutamate dan neuropeptida dilepaskan bersama-sama dari terminal aferen primer dan mempunyai cara kerja fisiologi yang berbeda dalam neuro post sinaptik, tetapi mereka bekerja sama untuk meregulasi pelepasan dari neuron-neuron psot sinaptik. Neuropeptida termasuk substansi P, muncul untuk memicu dan memperlambat kerja dari glutamate.
Kemampuan cara kerja dari 2 kelas transmitter bisa berbeda-berbeda. Cara kerja glutamate di lepaskan dari terminal sensori berikatan ke post sinaps neuron dan sekitarnya dari sensoris sinaps sebagai hasil pengambilan ulang dari asam amino ke sel glial atau saraf terminal. Sebaliknya neuropeptida dilepaskan dati terminal sensori dan berdifusi jauh dari tempat mereka di lepaskan karena tidak ada mekanisme re-uptake.
HYPERALGESIA MEMPUNYAI ASAL DARI PERIFER DAN SENTRAL
Perubahan dalam sensitivitas nosiseptor mendasari hiperlagesia primer, terhadap aplikasi yang berulang akan stimulus yang noxious mekanik, nosiseptor yang berdekatan, yang awalnya tidak berespon terhadap stimuli mekanikal, menajdi responsive. Adalah sebuah fenomena yang disebut sentization. Mekanisme ini di mediasi oleh reflex axon, hamper sama dengan reaksi vasodilatasi dalam daerah sekitarnya yang mengalami cedera.
Sensitasi dari nosiseptro sesudah cedera atas inlamasi berasal dari pelepasan senyawa-senyawa kimia oleh sel yang cedera pada daerah sekitarnya. Substansi ini termasuk bradikinin, histamine, prostalglandin, leukorin, asetilkolin, serotonin dan substansi P. semua berasal dari kumpulan sel-sel yang berbeda-beda. Beberapa juga mengaktifkan nosiseptif.
ATP, Ach, dan serotonin juga dilepaskan dari sub endothelial yang cedera dan kerja sendiri atau dengan kombinasi untuk merangsang nosiseptor melalui mediator kimia lainnya seperti prostalglandin dan bradikinin.
PGL E2 memetabolisir asam arakidonat  dan dihasilkan oleh enzim arakidonat dan dihasilkan oleh enzim siklooksigenase yang dilepaskan dari sel yang mengalami cedera. Aspirin dan obat golongan nonsteroid anti inflamasi lainnya efektif dalam mengontrol nyeri karena mereka memblokir enzim siklooksigenase, yang akhirnya mencegah pembentukan prostalglandin.
Peptide dan bradikinin adalah salah satu bahan teraktif dalam memproduksi nyeri. Karena bradikinin mengaktifkan nosiseptor Aδ dan C langsung dan meingkatkan sintesis dari pelepasan prsotalglandin dari sel-sel terdekat.
Nosiseptif primer mengatur lingkungan kimia melalui mediato-mediator kimia, yang disintesis dalam badan sel dan di transportasikan ke terminal perifer, dimana mereka disimpan dan dilepaskan ketika terminal mengalami depolarisasi. Juga turut berkontribusi terhadap hiperalgesia dengan melpaskan histamine dari sel mast.
Cardinal sign  dari proses inflamasi adalah panas (calor), merah (rubor), edem (tumor). Kerja local dari substance P  dapat mereproduksi ketiga dari gejala ersebut yang di atas. Rubor dan kaloor karena adanya dilatasi pembuluh darah perifer, dimana pembengkakan berasal dari ekstravasasi plasma. Karena inflamasi di mediasi oleh aktivitas neural dikenal sebagai inflamasi neurogenik.









Under conditions of severe and persistent injury, C fibers fiber repetitively and the response of dorsal horn neurons increases progessively. This phenomenon, called “wind up”, is dependent on the release of the excitatory transmitter glutamate from C fiber and consequent opening of postsynaptic ion channels gated by the N-methyl-D-aspartate (NMDA)-type glutamate receptor. Thus, blocking NMDA-type receptor activity can block wind up.  Noxious stimulation can therefore produce long-term changes in dorsal horn neurons in a manner similar to long term potentiation, a process by which long term changes in synaptic transmission are elicited in the hippocampus and the other regions of the brains. NMDA – type glutamate receptor also have a role in producing the hyper excitability of dorsal horn neurons that follows tissue injury. This phenomenon is termed “central  sensitization”, to distinguish it from the sensitization that occurs at the peripheral ending of sensory neurons via activation of the arachidonic acid cascade.
These long term changes in the excitability of dorsal horn neurons constitute a memory of the C fiber input. In response to peripheral noxious stimuli, neurons in the dorsal horn show an induction of immediate early genes that decode transcription factors such as c-fos. There is also an up regulation in the expression of neuropeptides abd neurotransmitters and their receptors that presumably changes the phsyological properties of these neurons.
Alterations in the biochemical properties and excitability of dorsal horn neurons can lead to spontaneous pain and can decrease the threshold for the production of pain. This is evident in the dramatic phenomenon of phantom limb pain, the persistent sensation of pain that appears to originate from the region of an amputed pain. Until recently, limb amputation was performed under general anesthesia in order to eliminate awareness and memory of the procedural. The spinal cord, however still “experiences” the insults of the surgical procedure because central sensitization still occurs under general anesthesia. To prevent central sensitization. Therefore, general anesthesia is now supplemented with direct spinal administration of an analgesic agent or local infiltration of anesthetics at the injury site.

NOCICEPTIVE INFORMATION IS TRANSMITTED FROM THE SPINAL CORD TO THALAMUS AND CEREBRAL CORTEX ALONG FIVE ASCENDING PATHWAYS.
Information about tissue injury is carried from the spinal cord to the brain through five majorr ascending pathways; the spinothalamic, spinoreticuler, spinomesencephalic; cervicothalamic, and spinohypothalamic tracts.
Spinothalamic tract is the most prominent ascending nosiceptive pathways in the spinal cord. It comprises the axons of nociceptive-spesific and wide-dynamic range neurons in laminae I and V-VII of  the contralateral side of the spinal cord and ascend in anterolateral white matter, terminating in the thalamus. Electrical stimulation of the spinothalamic tract result in pain, whereas lesions of the tract (achived by a procedure called anterolateral cordotomy) result in marked reductions in pain sensation on the side opposite the spinal cord lesion.
The spinoreticuler tract comprises the axons of neurons in laminae VII and VIII. It ascends in the anterolateral quadrant of the spinal cord and terminates in both the reticular formation and the thalamus. In contrast to spinothalamic tract, many of the axon of the spinoreticular tract do not cross the midline.
The spinomesencephalic tract comprises the axons of neurons in laminae I and V. It projects in the anterolateral quadrant of the spinal cord to mesencephalic reticular formation and periqueductal gray matter, and via the spinoparabrachial tract, it project to the parabrachial nuclei. In turn, neurons of the parabrachial nuclei project to amygdala, a major component of the limbic system, the neural system involved in emotion. Thus the spinomesencephalic tract is thought to contribute to affective component of pain. Many of the axons of this pathway project in he dorsal part of the lateral funiculus rather than in the anterolateral quadrant. Thus, if these fibers are spared in surgical procedures designed to relieve pain, such as anterolateral cordotomy, pain may persist or recur.
The celvicothalamic tract arises from neurons in the lateral cervical nucleus, located in the lateral white matter of the upper two cervical segmen’s of the spinal cord. The lateral cervical nucleus receives input from nociceptive neurons in laminae III and IV. Most axons in the cervicothalamic cross the midline and ascend in the medial lemniscus of the brain stem to nuclei in the mdi- brain and to the ventropasterior lateral and posteromedial nuclei of the thalamus. Some axons from laminae III and IV project through the dorsal columns of the spinal cord (together with the axons of large-diameter myelinated primary afferent fiber) and terminate in the cuneale and gracile nuclei of the medulla.
The spinohypothalamic tract comprises the axons of neurons in laminae I. V, and VII. It project directly to supraspinal autonomic control centers and is thought to activate complex neuroendocrine and cardiovascular responses.
Several nuclei in the thalamus process nociceptive information. Two are particularly important the lateral and medial nuclear groups. The lateral nuclear group of the thalamus comprises the ventroposterior medial nucleus, the ventroposterior lateral nucleus, and the posterior nucleus. These nuclei receive input via the spinothalamic tract, primarily from nociceptive-specific and wide-dynamic-range neurons in laminae I and V of the dorsal horn of the spinal cord. Neurons in these nuclei have small receptive fields, as do the spinal neurons that project to them. The lateral thalamus may therefore be mostly concerned with mediating information about the location of an injury, information usually conveyed to consciousness as acute pain.
Injury to the spinothalamic tract and its targets causes a severe pain termed central pain. For example, an infarct in small region of the ventroposterolateral thalamus can produce thalamic (Dejerine-Roussy) syndrome. Patients with this syndrome often experience a spontaneous burning pain and other abnormal sensations (dysesthesia) in regions of the body where noxious stimuli normally do not lead to pain. In addition, in certain chronic pain conditions electrical stimulations of the thalamus results in intense pain. In one dramatic case sensations of angina pectoris were rekindled in a patient by electrical stimulation of the thalamus. The report of patient was so realistic that the anesthesiologist thought the patients was having a heart attack. These observations emphasize that there is a change in thalamic and cortical circuits in chronic pain conditions. Thus, patients who have experienced persistent pain due to injury have functionally different brains from those who have no experienced such pain.
The medial nuclear group of the thalamus comprises the central lateral nucleus of the thalamus and the intra-laminar complex. Its major input is from neurons in laminae VII and VIII of the dorsal horn. The pathway to the medial thalamus is the first spinothalamic projection to appear in the evolution of mammals and is therefore known as the paleospinothalamic tract. The projection from the lateral thalamus to the ventroposterior lateral and medial nuclei is most developed in primates and is therefore known also as the neospinothalamic tract. Many neurons in the medial thalamus respond optimally to noxious stimuli but also have widespread projections to the basal ganglia and many different cortical areas. They are therefore concerned not only with processing nociceptive information but also with stimuli that active a nonspecific arousal system.
The Cerebral Cortex Contributes to the Processing of Pain
Until recently most research on the central processing of pain has concentrated on the thalamus. However, pain is a complex perception that is influenced by prior experience and by the context within which the noxious stimulus occurs. Neurons in several regions of the cerebral cortex respond selectively to nociceptive input. Some of these neurons are located in the somatosensory cortex and have small receptive fields. Thus, they may not contribute to the diffuse aches that characterize most clinical pain
Positron emission tomography (PET) imaging studies of humans also indicate that two other regions of cortex, the cingulated gyrus and the insular cortex, are involved in the response to nociceptive. The cingulated gyrus is part of the limbic system and is thought to be involved in processing the emotional component of pain.

Comments

Popular posts from this blog

Dilatasi dan Kuretase

Indikasi             Prosedur dilatasi dan kuretase biasanya dilakukan atas indikasi : diagnosis dan terapi perdarahan uterus abnormal, abortus, kanker pada uterus. Teknik Dilatasi Serviks Dilatasi serviks dapat dilakukan dalam anestesi umum, spinal, epidural atau paraservikal, tergantung dari indikasi tindakan. Dilatasi biasanya dilakukan sebelum kuretase tapi juga bisa sebagai tindakan terapeutik pada stenosis servikalis. ·          Pasien dalam posisi litotomi, perineum, vagina dilakukan a dan antisepsis. Pasien dianjurkan untuk berkemih sebelum tindakan, kateterisasi dilakukan bila dicurigai masih terdapat residu urin yang signifikan. ·          Pemeriksaan dalam perlu dilakukan sebelum melakukan dilatasi serviks, menentukan ukuran dan posisi seviks, uterus dan adneksa.   ·          Dipasang spekulum atas dan bawah, serviks ditampakkan. Bibir anterior serviks dijepit dengan tenakulum. ·          Dilakukan inspeksi dengan teliti terhadap serviks dan vagina ·          Terdapat d

Uji Maddox - ROD

Tujuan Tes digunakan untuk mengukur heteroforia atau tropia kecil Dasar Kedua mata melihat dengan fovea Disosiasi terjadi bila dipakai Maddox rod pada mata Alat Kamar yang gelap Filter Maddox rod(terdiri sejumlah silinder plano konveks paralel dengan jarak fokus pendek). Teknik Jarak pemeriksaan dapat jauh ataupun dekat. Kedua mata diberi kacamata koreksi. Maddox rod dipasang pada satu mata (dipakai Maddox merah) biasanya mata kanan. Dengan kedua mata terbuka pasien diminta berfiksasi pada lampu. Pasien diminta menerangkan letak garis (dilihat melalui Maddox rod) bandingkan dengan letak lampu. Bila garis Maddox rod dipasang vertikal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis horizontal. Bila garis Maddox rod dipasang horizontal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis vertikal. Bila dipasang untuk menyatukannya maka dapat ditentukan berat foria atau tropia. Nilai Bila sinar vertikal M

Morbus Hansen - Kusta

PENDAHULUAN Kusta merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu. Kata kusta berasal dari bahasa India kusta, dikenal sejak 1400 tahun SM. Kata lepra disebjut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnhya mencakup beberapa penyakit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur apabila dibandingkan dengan kusta yang dikenal saat ini. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraseluler obligat, dengan saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke orga lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan sangat ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Oleh sebab itu penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan masyarakat disekitarnya akibat cacat pada wajah dan anggota tubuh. Insid