Skip to main content

Apendisitis


Apendisitis adalah peradangan atau inflamasi pada apendiks vermicularis atau umbai cacing yang merupakan lanjutan dari sekum. Apendisitis harus dicurigai pada setiap pasien yang datang dengan keluhan sakit perut atau terlihatnya gejala minimal dari iritasi peritoneal. Apendisitis tidak dapat dicegah. Satu-satunya cara untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit ini adalah dengan melakukan apendektomi, sebelum terjadi gangren atau perforasi.

Epidemiologi
-        Laki-laki dan perempuan umumnya sebanding.
-        Pada umur 20-30 tahun, insidens pada laki-laki lebih tinggi.
-        Paling sering terkena apendisitis adalah golongan dewasa muda (14-55 tahun).
-        Sedangkan pada bayi dan orang tua jarang terkena.
-        Pada bayi, pangkal apendiks pada sekum lebih besar daripada ujungnya, selain itu jumlah KGB pada bayi lebih sedikit dibandingkan orang dewasa.
-        Pada usia lanjut pola makanannya cenderung lebih banyak serat sehingga resiko terjadinya sumbatan pada apendiks lebih kecil.

Anatomi
Apendiks normal berukuran kurang lebih 10 cm dan merupakan kelanjutan dari sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Secara embriologis, pembetukan apendiks bersamaan dengan sekum mengalami agenesis atau hipoplasia. Letak apendiks ada tiga yaitu retrosekal intraperitoneal (65%), intraperitoneal (30%), retrosekal retroperitoneal (5%).

Patofisiologi.
Apendisitis berawal dari obstruksi apendiks à infeksi.
Penyebab obstruksi yang paling sering adalah adanya pembesaran KGB di dinding lumen.
Obstruksi apendiks dipengaruhi oleh 4 faktor :
-        isi lumen
-        derajat obstruksi
-        sekresi mukosa
-        elastisitas dinding lumen.

Stadium pada apendisitis terdiri dari 3 stadium yaitu apendisitis akut fokal, apendisitis supuratif akut, apendisitis gangrenosa (apendisitis kompleks), dan apendisitis perforasi.
Stadium 1: Apendisitis akut fokal
Obstruksi ® penumpukan mukus ® peningkatan tekanan intra lumen ® bakteri merubah mukus menjadi pus ® isi lumen bertambah ® tekanan makin tinggi® terjadi obstruksi saluran keluar limfe ® udema apendiks ® diapedesis bakteri dan ulkus mukosa. Gejala klinis pada stadium ini adalah sakit di epigastrium dan nausea kadang-kadang disertai anoreksia.

Stadium 2: Apendisitis supuratif akut
Sekresi cairan yang terus menerus dan obstruksi ® meningkatnya tekanan intra lumen ® terjadi obstruksi vena dan trombosis ® edema dan iskemia lebih lanjut ® permeabelitas lumen terganggu ® invasi bakteri ke luar apendiks ® ada kontak dengan peritoneum parietal ® menimbulkan sakit somatik karena inflamasi peritoneum. Gejala klinis pada stadium ini adalah nyeri somatis, perpindahan rasa sakit ke bagian kanan bawah perut. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah defans muscular, nyeri tekan dan nyeri lepas, nyeri ketok. Pada stadium ini bisa menyebabkan peningkatan morbiditas karena adanya perforasi yang memungkinkan masuknya bakteri dari lumen usus ke rongga peritoneal. Obstruksi arteri ® infark apendiks di bagian yang paling jelek perdarahannya ® gangren

Stadium 3: Apendisitis perforasi
Peningkatan isi lumen oleh produksi mukus yang berlanjut akan meningkatakan tekanan intra lumen sehingga akan menimbulakan perforasi dari bangian gangren yang infark. Bila perforasi tidak ditangani dapat terjadi abses periappendicular.

Diagnosis
§Anamnesis:
-        Mual/muntah
-        Sakit terus menerus/malaise
-        Nyeri pada perut yang berpindah dari epigastrium ke daerah kanan bawah (titik McBurney)

§Pemeriksaan fisik
-        Status generalis: umumnya baik, suhu aksial dan suhu rektal berbeda kurang lebih 10 C
-        Status lokalis (abdomen): nyeri tekan atau nyeri lepas di kuadran kanan bawah

§Pemeriksaan penunjang:
-        HB & leukosit: meningkat
-        Trombosit: Normal yang membedakan dengan DHF dimana trombosit turun jauh
-        Urinalisis: untuk membedakan dengan radang saluran kemih.
-        USG
-        Laparoskopi
-        Barium enema: foto sinar X dengan menggunakan kontras dengan hasil dapat irregular atau non-visible

Terapi
1.Apendektomi. Ada 4 teknik dalam melakukan apendiktomi:
McBurney incision (gridiron)
Rockey-David
Para-rektal
Minimal invasive surgery
2. Drainase: diindikasikan pada abses apendikularis melalui sayatan McBurney, mengeluarkan pus yang tebentuk dan terkumpul di dalam rongga peritoneal. Bila operator memiliki kemampuan yang baik dapat lansung dilakukan bersamaan dengan apendektomi, tanpa menyebabkan infeksi lanjutan
3. Konservatif : diindikasikan pada apendisitis infiltrat, dengan tujuan mengurangi kuman yang banyak berada pada infiltrat di rongga peritoneal. Dilakukan sesuai prosedur Oshner-Sherren yaitu istirahat total, letak fowler (jarang dilakukan lagi karena kualitas antibiotik yang membaik dapat mencegah penjalaran infeksi ke organ lain), pemberian antibiotika, monitoring suhu, ukuran tumor, LED.
Prognosis
Bila dilakukan apendektomi sebelum terjadi gangren atau perforasi, maka prognosisnya baik. Keterlambatan diagnosis dan penanganan dapat berakibat fatal pada morbiditas dan mortalitas pasien. Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menunda operasi walaupun diagnosis belum benar-benar pasti. Bila masih terdapat keraguan maka lebih baik dilakukan pembedahan eksplorasi daripada menunggu munculnya  gejala-gejala yang jelas.

Comments

  1. Untuk terhindar dari penyakit, biasakan pola hidup sehat. Terimakasih untuk informasinya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dilatasi dan Kuretase

Indikasi             Prosedur dilatasi dan kuretase biasanya dilakukan atas indikasi : diagnosis dan terapi perdarahan uterus abnormal, abortus, kanker pada uterus. Teknik Dilatasi Serviks Dilatasi serviks dapat dilakukan dalam anestesi umum, spinal, epidural atau paraservikal, tergantung dari indikasi tindakan. Dilatasi biasanya dilakukan sebelum kuretase tapi juga bisa sebagai tindakan terapeutik pada stenosis servikalis. ·          Pasien dalam posisi litotomi, perineum, vagina dilakukan a dan antisepsis. Pasien dianjurkan untuk berkemih sebelum tindakan, kateterisasi dilakukan bila dicurigai masih terdapat residu urin yang signifikan. ·          Pemeriksaan dalam perlu dilakukan sebelum melakukan dilatasi serviks, menentukan ukuran dan posisi seviks, uterus dan adneksa.   ·          Dipasang spekulum atas dan bawah, serviks ditampakkan. Bibir anterior serviks dijepit dengan tenakulum. ·          Dilakukan inspeksi dengan teliti terhadap serviks dan vagina ·          Terdapat d

Uji Maddox - ROD

Tujuan Tes digunakan untuk mengukur heteroforia atau tropia kecil Dasar Kedua mata melihat dengan fovea Disosiasi terjadi bila dipakai Maddox rod pada mata Alat Kamar yang gelap Filter Maddox rod(terdiri sejumlah silinder plano konveks paralel dengan jarak fokus pendek). Teknik Jarak pemeriksaan dapat jauh ataupun dekat. Kedua mata diberi kacamata koreksi. Maddox rod dipasang pada satu mata (dipakai Maddox merah) biasanya mata kanan. Dengan kedua mata terbuka pasien diminta berfiksasi pada lampu. Pasien diminta menerangkan letak garis (dilihat melalui Maddox rod) bandingkan dengan letak lampu. Bila garis Maddox rod dipasang vertikal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis horizontal. Bila garis Maddox rod dipasang horizontal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis vertikal. Bila dipasang untuk menyatukannya maka dapat ditentukan berat foria atau tropia. Nilai Bila sinar vertikal M

Morbus Hansen - Kusta

PENDAHULUAN Kusta merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu. Kata kusta berasal dari bahasa India kusta, dikenal sejak 1400 tahun SM. Kata lepra disebjut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnhya mencakup beberapa penyakit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur apabila dibandingkan dengan kusta yang dikenal saat ini. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraseluler obligat, dengan saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke orga lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan sangat ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Oleh sebab itu penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan masyarakat disekitarnya akibat cacat pada wajah dan anggota tubuh. Insid