Skip to main content

Stroke

STROKE

Definisi:

Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau lebih, menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena kurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke perdarahan).

Pembagian stroke

1. Etiologis:

1.1.Infark: aterotrombotik, kardioembolik, lakunar.

1.2.Perdarahan: perdarahan intra serebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM.

2. Lokasi:

2.1.Sistem karotis.

2.2.Sistem vertebrobasiler.

Dasar diagnosis:

1. Anamnesa dari pasien, keluarga atau pembawa pasien.

2. Pemeriksaan fisik: keadaan umum, kesadaran (Glassgow Coma Scale/kwantitas/kwalitas), tanda vital, status generalis, status neurologis.

3. Alat bantu scoring (skala): Siriraj Stroke Score (SSS), Algoritme troke Gajah Mada (ASGM).

4. Pemeriksaan penunjang: pungsi lumbal (bila neuroimaging tidak tersedia). Neuroimaging: CT Scan.

KRITERIA DIAGNOSIS

Klinis:

· Ananmnesis:

Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktivitas/istirahat, kesadaran baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak, riwayat hipertensi (faktor risiko strok lainnya), lamanya (onset), serangan pertama/ulang.

· Pemeriksaan fisik (Neurologis atau Umum):

Ada defisit neurologis, hipertensi/normotensi/hipotensi.

Pemeriksaan penunjang

Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska stork, resiko pemeriksaan, biaya, kenyamanan pemeriksaan penunjang.

Tujuan: membantu menetukan diagnosa, diagnosa banding, faktor resiko, komplikasi, prognosa dan pengobatan.

Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), gula darah sewaktu (GDS), fungsi ginjal (Ureum, Kreatinin, dan Asam Urat), fungsi hati (SGOT dan SGPT), protein darah (albumin, globulin), hemostasis, profil lipid (kolesterol, trigliserida, HDL, LDL, homosistein, analisa gas darah dan elektrolit. Jika perlu pemeriksaan cairan serebrospinal.

Radiologis

· Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada tidaknya infeksi paru maupun kelainan jantung.

· Brain CT Scan tanpa kontras (Golden Standard).

· MRI kepala.

Pemeriksaan Penunjang Lain

· EKG

· Echocardiography (TTE atau TEE).

· Carotid Doppler (USG Carotis).

· Transcranial Doppler (TCD).

Golden Standard/ Baku Emas

CT Scan kepala tanpa kontras.

DIAGNOSIS BANDING

1. Ensefalopati toksik atau metabolik.

2. Kelainan non neurologis/fungsional (contoh: kelainan jiwa).

3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todd’s.

4. Migren hemiplegik.

5. Lesi struktural intrakranial (hematoma Subdural, tumor otak, AVM).

6. Infeksi ensefalitis, abses otak.

7. Trauma kepala.

8. Ensefalopati hipertensif.

9. Sklerosis multipel.

PENATALAKSANAAN/TERAPI

Penatalaksanaan Umum

1. Umum:

Ditujukan terhadap fungsi vital: paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene.

2. Khusus:

Pencegahan dan pengobatan komplikasi, rehabilitasi, pencegahan stroke: tindakan promotif, primer dan sekunder.

Penatalaksanaan Khusus

1. Stroke Iskemik/infark:

- Anti agregasi platelet: aspirin, tiklodipin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol.

- Antikoagulan: heparin, LMWH, heparinoid: untuk stroke emboli (Guidelines Stroke 2004).

- Neuroprotektan.

2. Pendarahan Subarachnoid:

- Antivasospasme: Nimodipin.

- Neuroprotektan.

3. Perdarahan intraserebral:

Konservatif:

- Memperbaiki faal hemostasis (bila ada gangguan faal hemostasis).

- Mencegah/mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan: Nimodipine.

- Neuroprotektan.

Operatif:

Dilakukan pada kasus yang indikatif/memungkinkan:

- Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3 cm pada fossa posterior.

- Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian TIK akut dan ancaman herniasi otak.

- Perdarahan serebelum.

- Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum.

- GCS > 7.

Terapi Komplikasi:

- Antiedema: larutan Manitol 20%.

- Antibiotika, antidepresan, antikonvulsan: atas indikasi.

- Anti trombosis vena dalam dan emboli paru.

Penatalaksanaan faktor resiko:

- Antihipertensi: fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (Guidelines Stroke 2004).

- Antidiabetika: akut stroke dengan persyaratan tertentu (Guidelines Stroke 2004).

- Antidislipidemia: atas indikasi.

Terapi Non Farmaka:

- Operatif.

- Phlebotomi.

- Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik.

- Edukasi.

KOMPLIKASI/PENYULIT.

Fase Akut:

- Neurologis: stroke susulan, edema otak, infark berdarah, hidrosefalus.

- Non Neurologis: hipertensi/hiperglikemia reaktif, edema paru, gangguan jantung, infeksi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Fase Lanjut:

- Neurologis: gangguan fungsi luhur.

- Non Neurologis: kontraktur, dekubitus, infeksi, depresi.

KONSULTASI

- Dokter Spesialis Penyakit Dalam (ginjal/hipertensi, endokrin), kardiologi bila ada kelainan organ terkait.

- Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemoragik yang perlu dioperasi (aneurisma, SVM, evakuasi hematom).

- Gizi.

- Rehabilitasi medik (setelah dilakukan prosedur Neurorestorasi dalam 3 bulan pertama pasca onset).

JENIS PELAYANAN

- Rawat inap: Stroke Corner, Stroke Unit, atau Neurologic High Care Unit fase akut.

- Rawat jalan paska fase akut.

TENAGA STANDAR

Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat, Terapis.

LAMA PERAWATAN

- Stroke perdarahan: rata-rata 3-4 minggu (tergantung keadaan umum penderita).

- Stroke iskemik: 2 minggu bila tidak ada penyulit/penyakit lain.

PROGNOSIS

Ad vitam

Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul.

Ad functionam

Penilaian dengan parameter:

- Activity Daily Living (Barthel Index).

- NIH Stroke Scale (NIHSS).

Resiko kecacatan dan ketergantungan fisik/kognisi setelah 1 tahun: 20-30%.

Comments

Popular posts from this blog

Dilatasi dan Kuretase

Indikasi             Prosedur dilatasi dan kuretase biasanya dilakukan atas indikasi : diagnosis dan terapi perdarahan uterus abnormal, abortus, kanker pada uterus. Teknik Dilatasi Serviks Dilatasi serviks dapat dilakukan dalam anestesi umum, spinal, epidural atau paraservikal, tergantung dari indikasi tindakan. Dilatasi biasanya dilakukan sebelum kuretase tapi juga bisa sebagai tindakan terapeutik pada stenosis servikalis. ·          Pasien dalam posisi litotomi, perineum, vagina dilakukan a dan antisepsis. Pasien dianjurkan untuk berkemih sebelum tindakan, kateterisasi dilakukan bila dicurigai masih terdapat residu urin yang signifikan. ·          Pemeriksaan dalam perlu dilakukan sebelum melakukan dilatasi serviks, menentukan ukuran dan posisi seviks, uterus dan adneksa.   ·          Dipasang spekulum atas dan bawah, serviks ditampakkan. Bibir anterior serviks dijepit dengan tenakulum. ·          Dilakukan inspeksi dengan teliti terhadap serviks dan vagina ·          Terdapat d

Uji Maddox - ROD

Tujuan Tes digunakan untuk mengukur heteroforia atau tropia kecil Dasar Kedua mata melihat dengan fovea Disosiasi terjadi bila dipakai Maddox rod pada mata Alat Kamar yang gelap Filter Maddox rod(terdiri sejumlah silinder plano konveks paralel dengan jarak fokus pendek). Teknik Jarak pemeriksaan dapat jauh ataupun dekat. Kedua mata diberi kacamata koreksi. Maddox rod dipasang pada satu mata (dipakai Maddox merah) biasanya mata kanan. Dengan kedua mata terbuka pasien diminta berfiksasi pada lampu. Pasien diminta menerangkan letak garis (dilihat melalui Maddox rod) bandingkan dengan letak lampu. Bila garis Maddox rod dipasang vertikal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis horizontal. Bila garis Maddox rod dipasang horizontal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis vertikal. Bila dipasang untuk menyatukannya maka dapat ditentukan berat foria atau tropia. Nilai Bila sinar vertikal M

Morbus Hansen - Kusta

PENDAHULUAN Kusta merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu. Kata kusta berasal dari bahasa India kusta, dikenal sejak 1400 tahun SM. Kata lepra disebjut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnhya mencakup beberapa penyakit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur apabila dibandingkan dengan kusta yang dikenal saat ini. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraseluler obligat, dengan saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke orga lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan sangat ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Oleh sebab itu penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan masyarakat disekitarnya akibat cacat pada wajah dan anggota tubuh. Insid