Skip to main content

Cephalopelvic Dipropotion (CPD)

Istilah CPD timbul dari analisis terhadap ukuran pelvis yang sempit, berat badan bayi yang besar atau kombinasi keduanya.

Kapasitas Rongga Pelvis

Penyempitan dari rongga pelvis dapat menimbulkan distosia saat persalinan. Penyempitan rongga pelvis yang dapat terjadi antara lain penyempitan pintu atas panggul (pelvic inlet), penyempitan pintu tengah panggul (midpelvis), dan penyempitan pintu bawah panggul (pelvic outlet), serta kombinasi antara ketiganya.



Penyempitan pintu atas panggul (contracted pelvic inlet)

Pintu bawah panggul dianggap sempit apabila konjugata vera (diameter anteroposterior) kurang dari 10 cm dan diameter transversa kurang dari 12 cm1,2. konjugata vera diperiksa dengan cara mengukur konjugata diagonal sehingga didapatkan penilaian kasar konjugata obstetri yang biasanya memiliki diameter 1,5 cm lebih kecil dibandingkan konjugata diagonal. Oleh karena itu penyempitan pintu atas panggul sering didefinisikan sebagai ukuran konjugata diagonal kurang dari 11,5 cm. Dengan menggunakan pelvimetri klinis dan pelvimetri imaging kita dapat menentukan apakah kepala janin dapat melewati konjugata vera. Seringkali korpus vertebra S­1­ terdorong ke depan atau perubahan letak tinggi dan inklinasi simfisis pubis sehingga dapat terjadi kesalahan perbandingan diameter anteroposterior dengan kepala janin.

Untuk kepentingan persalinan maka diameter biparietal fetus yang berada dalam batas normal berkisar 9,5-9,8 cm, oleh karena itu persalinan akan menjadi sulit apabila fetus harus melewati ruangan konjugata vera kurang dari 10 cm. Mengert pada tahun 1948 dan Kaltreider pada tahun 1952 dengan menggunakan pelvimetri sinar X untuk menunjukan insidensi persalinan sulit meningkat sesuai dengan konjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Bila terjadi penyempitan kedua diameter di atas maka kemungkinan terjadi distosia semakin besar. Selain kedua diameter diatas, konfigurasi bentuk panggul seperti dalam klasifikasi Caldwell-Moloy juga menentukan terjadinya distosia.

Wanita yang memiliki ukuran tubuh yang kecil memiliki kecenderungan untuk memiliki panggul yang kecil, tetapi wanita tersebut juga memiliki kecenderungan untuk memiliki bayi yang kecil. Thoms pada tahun 1937 melakukan studi terhadap 326 nulipara, dan menemukan bahwa rata-rata berat lahir bayi pada wanita dengan panggul kecil jauh lebih kecil dibandingkan dengan wanita dengan panggul medium atau luas.

Pintu panggul atas yang menyempit memainkan peranan yang penting dalam menciptakan keadaan presentasi yang abnormal. Pada pasien nulipara yang normal bagian presentasi terbawah janin saat kehamilan aterm biasanya telah turun sebelum waktu persalinan mulai ( +36 minggu). Namun pada panggul yang menyempit, penurunan bagian bawah janin biasanya tidak terjadi sampai setelah waktu persalinan dimulai. Pada keadaan kepala janin yang tidak dapat melewati pintu atas panggul sehingga menyebabkan kepala dengan sedikit gangguan dari luar dapat berpindah sehingga presentasi terbawah janin dapat berubah. Pada wanita dengan panggul yang sempit maka frekuensi presentasi muka dan bahu ditemukan tiga kali lebih sering, dan prolaps tali pusat ditemukan 4-6 kali lebih sering. Resiko terjadinya prolaps tali pusat meningkat pada wanita dengan CPD3.



Pada kasus yang normal dilatasi serviks difasilitasi oleh gaya hidrostatik dari berbagai cara seperti oleh selaput ketuban yang belum pecah, atau bila telah pecah tekanan hidrostatik langsung ditimbulkan oleh bagian presentasi terbawah janin yang langsung berhubungan dengan serviks. Pada panggul yang menyempit, saat kepala tertahan di pintu atas panggul maka seluruh tenaga yang diciptakan oleh uterus rmencetuskan pecahnya selaput ketuban. Setelah terjadi pecahnya selaput ketuban dan hilangnya tekanan oleh kepala janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus menyebabkan kontraksi HIS menjadi kurang efektif, sehingga dilatasi serviks menjadi lebih lambat atau tidak sama sekali2. Pada tahun 1965 Cibils dan Hendricks melaporkan bahwa adaptasi mekanik jalan lahir terhadap tulang panggul menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan efisiensi kontraksi HIS dimana makin baik adaptasinya maka kontraksi akan semakin efektif. Namun karena adaptasi yang buruk pada panggul yang sempit maka persalinan yang lama sering terjadi2. Pada beberapa kasus dengan panggul yang sempit serviks dapat berdilatasi dengan cukup memuaskan. Berdasarkan hal ini maka baik buruknya respons serviks terhadap persalinan memberikan gambaran prognostik tentang kemajuan persalinan pada pintu atas panggul (pelvic inlet) yang sempit2.

Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dijumpai dibandingkan penyempitan pintu atas panggul, penyempitan pintu ini sering menimbulkan kepala janin tertahan secara transversa sehingga memerlukan pertolongan seksio sesarea2.

Bidang obstetri dari pintu tengah panggul meluas dari bagian inferior dari simfisis pubis, ke spina ischiadika kemudian menyentuh sakrum di dekat hubungan dari vertebra 4 dan 5. Secara teoritis suatu garis transversal yang menghubungkan kedua spina ischiadika membagi pintu tengah panggul menjadi bagian anterior dan posterior. Bagian anterior dibentuk oleh bagian bawah simfisis pubis dan di lateral dibatasi oleh ramus ischiopubis. Bagian posterior dibatasi di sebelah dorsal oleh sakrum dan lateral oleh ligamen sakrospina membentuk batas bawah dari takik sakroskiatik.

Pintu tengah panggul memiliki beberapa pengukuran antara lain, distansia interspinarum (transversal) 10,5 cm, jarak anteroposterior ( dari bagian bawah simfisis pubis ke hubungan vertebra sakrum ke -4 dan 5) 11,5 cm, dan diameter sagital posterior ( dari bagian tengah garis interspinarum ke sakrum) 5 cm. Walaupun definisi penyempitan pintu tengah panggul tidak diketahui secara pasti seperti penyempitan pintu atas panggul, tetapi menurut Chen dan Huang (1982) pintu tengah panggul dianggap menyempit apabila jumlah distansia interspinarum dan sagital posterior < 13,5 cm. Jika distansia interspinarum kurang dari 8 cm maka pintu tengah panggul dianggap menyempit, sedangkan bila distansia interspinarum kurang dari 10 cm maka terdapat alasan bagi kita untuk mewaspadai kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul2.

Walaupun tidak ada metode yang akurat untuk mengukur pintu tengah panggul, dugaan penyempitan dapat dipikirkan apabila spina ischiadika menonjol, dinding panggul konvergen, atau takik sakroischiatika sempit. Eller dan Mengert (1947) menunjukan hubungan intertuberos dan interspinarum adalah konstan sehingga bila terjadi penyempitan dari interspinarum maka distansia intertuberos ischii juga menyempit2. Namun distansia intertuberos yang normal tidak menyingkirkan adanya penyempitan distansia interspinarum.

Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi occypitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap (transverse arrest)1,2 .



Penyempitan pintu bawah panggul (contracted pelvic outlet)

Definisi penyempitan bawah panggul adalah distansia intertuberous ischii < 8 cm1,2. Pintu bawah panggul dibentuk oleh dua segitiga dengan intertuberous ischii sebagai dasaarnya. Bagian segitiga anterior sebelah lateral dibatasi oleh ramus pubis, dan batas puncak segitiga anterior dibatasi oleh bagian inferior simfisis pubis. Puncak segitiga posterior dibatasi oleh ujung dari vertebra S3.

Floberg dkk (1987) melaporkan penyempitan pintu bawah panggul ditemukan pada 1 % dari 1400 nulipara. Berkurangnya distansia intertuberous mengakibatkan arkus pubis menyempit ( < 90o) sehingga segitiga anterior menyempit. Berdasarkan penyempitan ini, agar kepala janin dapat lahir diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagan belakang pintu bawah panggul sehingga kepala terpaksa ke arah posterior. Berhasil atau tidaknya persalinan tergantung dari ukuran segitiga posterior. Distosia yang disebabkan penyempitan pintu bawah panggul tidak seberat penyempitan pintu tengah panggul dan umumnya penyempitan pintu bawah panggul biasanya diikuti dengan penyempitan pintu tengah panggul.Walaupun distosia yang terjadi pada penyempitan pintu bawah panggul tidak berat, namun distosia yang terjadi dapat menyebabkan robekan perineum. Sudut arkus pubis yang tajam menyebabkan occiput tidak dapat keluar secara langsung dibawah simfisis pubis, sehingga occiput terpaksa bergerak jauh ke bawah mengikuti ramus ischiopubis dan menyebabkan distensi perineum yang berlebihan sehingga meningkatkan resiko terjadi robekan perineum.

KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI PANGGUL SEMPIT

CALDWELL dan MOLOY berdasarkan penyelidikan roentgenologik dan anatomik membagi panggul panggul menurut morfologinya dalam 4 jenis pokok dengan ciri ciri pentingnya ialah1:

Panggul gynecoid

· Pintu atas panggul bundar (diameter tranversa lebih panjang sedikit daripada diameter anteroposterior )

· panggul tengah dan pintu bawah panggul yang cukup luas.



Panggul anthropoid

· Pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior lebih panjang daripada diameter tranversa, dan

· pintu bawah panggul dengan arcus pubis menyempit sedikit.



Panggul android

· Pintu atas panggul berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan penyem-pitan ke depan, dan

· panggul tengah dengan spina ischiadica menonjol ke dalam dan

· pintu bawah panggul dengan arcus pubis menyempit.



Panggul platypelloid

· Pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek daripada diameter tranversa , dan

· pintu bawah panggul dengan arcus pubis yang luas.



Jenis-Jenis Panggul (Caldwell dan Moloy)1



Oleh CALDWELL dan MOLOY dijelaskan pula bahwa jenis-jenis pokok seperti digambarkan diatas tidak seberapa sering sedangkan yang lebih sering ditemukan ialah panggul-panggul dengan kombinasi dengan ciri-ciri jenis yang satu di bagian belakang dan ciri-ciri jenis yang lain dibagian depan.

Berhubung dengan pengaruh faktor-faktor ras dan sosial ekonomi, frekuensi dan ukuran-ukuran jenis-jenis panggul berbeda-beda di antara berbagai bangsa. Dengan demikian standar untuk panggul normal pada seorang wanita Eropa berlainan dengan standar seorang wanita Asia Tenggara.

Pada panggul ukuran normal dengan jenis pokok apapun, kelahiran pervaginam janin dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran. Akan tetapi karena pengaruh gizi , lingkungan atau hal-hal lain, ukuran-ukuran panggul bisa menjadi lebih kecil daripada standar normal, sehingga bisa terjadi kesulitan dalam partus per vaginam. Terutama kelainan pada panggul android bisa menimbulkan dystocia yang sukar diatasi.

Di samping panggul-panggul sempit karena ukuran-ukuran pada 4 jenis pokok tersebut di atas kurang dari normal, terdapat pula panggul-panggul sempit yang lain, yang umumnya juga disertai perubahan dalam bentuknya.

Menurut klasifikasi yang dianjurkan oleh MUNRO KERR yang diubah sedikit, panggul-panggul yang terakhir ini bisa digolongkan sebagai berikut.



1. Perubahan bentuk panggul karena kelainan pertumbuhan intrauterin

· panggul NAEGELE

· panggul ROBERT,

· split pelvis

· panggul asimilasi



2. Perubahan bentuk panggul karena penyakit pada tulang-tulang panggul dan atau sendi panggul

· rachitis,

· osteomalacia,

· neoplasma,

· fractura,

· atrophy,

· caries,

· necrosis,

· penyakit pada sendi sacroiliaca dan sendi sacrococcygea.



3. Perubahan bentuk panggul karena penyakit tulang belakang

· xyposis,

· scoliosis,

· spondylolystesis.



4. Perubahan bentuk panggul karena penyakit kaki

· coxitis,

· luxatio coxae,

· atrophy atau kelumpuhan satu kaki.



1.1. Panggul NAEGELE

Hanya mempunyai sebuah sayap pada sacrum, sehingga panggul tumbuh sebagai panggul miring.



1.2. Panggul ROBERT

Kedua sayap sacrum tidak ada, sehingga panggul sempit dalam ukuran melintang.



1.3. Split pelvis

Penyatuan tulang-tulang panggul pada symphysis tidak terjadi sehingga panggul terbuka ke depan.



1.4. Panggul asimilasi

Sacrum terdiri atas

· 6 osis vertebrae (asimilasi tinggi) atau

· 4 osis vertebrae (asimilasi rendah).



1.4.1. Panggul asimilasi tinggi

Panggul asimilasi tinggi bisa menimbulkan kesukaran turunnya kepala janin ke rongga panggul.



2.1. Perubahan bentuk panggul karena rachitis

Dahulu panggul rachitis banyak terdapat pada orang-orang miskin di dunia Barat karena mereka pada masa kanak-kanak menderita rachitis sebagai akibat

· kekurangan vitamin D serta kalsium dalam makanan dan

· kurang mendapat sinar matahari.



Jika anak mulai duduk, tekanan badan pada panggul dengan tulang-tulang dan sendi- sendi yang lembek karena rachitis bisa menyebabkan sacrum

· promontoriumnya bergerak ke depan dan

· bagian bawahnya ke belakang

sehingga dalam proses ini sacrum mendatar.



Ciri pokok pada panggul rachitis ialah mengecilnya diameter anteroposterior pada pintu atas panggul. Dewasa ini panggul rachitis dengan kesempitan yang extrim tidak ditemukan lagi, akan tetapi penyempitan pintu atas panggul yang ringan karena gangguan gizi masih terdapat.

2.2. Perubahan bentuk panggul karena osteomalacia

Osteomalacia adalah suatu penyakit karena

· gangguan gizi yang hebat dan

· kekurangan sinar matahari,

yang menyebabkan perubahan dalam bentuk-bentuk tulang termasuk panggul sehingga rongganya menjadi sempit, namun sekarang jarang ditemukan.

2.3. Perubahan bentuk panggul karena neoplasma

Tumor tulang panggul yang bisa menimbulkan kesempitan jalan lahir jarang sekali terdapat.



2.4. Perubahan bentuk panggul karena fractura

Speer dan Peltier (1977) mempelajari tentang hubungan fraktur pelvis dengan kehamilan2. Penyebab tersering fraktur pelvis adalah trauma akibat kecelakaan kendaraan bermotor.Fraktur bilateral ramus pubis dapat menyebabkan pembentukan kalus atau malunion sehingga dapat mempengaruhi kapasitas jalan lahir. Bila pasien memiliki riwayat fraktur pelvis maka disarankan untuk melakukan pelvimetri CT-Scan.



3.1. Perubahan bentuk panggul pada xyposis

Pada xyposis

· tulang belakang bagian bawah sacrum bagian atas ditekan ke belakang, dan

· sacrum bagian bawah memutar ke depan.

Dengan demikian terdapat panggul corong (tunnel pelvis) dengan

· pintu atas panggul yang luas dan

· bidang-bidang lain yang menyempit.



3.2. Perubahan bentuk panggul pada scoliosis

Pada scoliosis tulang belakang bagian bawah, bentuk panggul dipengaruhi oleh perubahan pada tulang-tulang diatasnya sehingga panggul menjadi miring.



4. Perubahan bentuk panggul pada penyakit kaki

Kelainan atau penyakit pada satu kaki yang diderita sejak lahir atau dalam masa kanak-kanak menyebabkan kaki tersebut tidak bisa digunakan dengan sempurna, sehingga berat badan harus dipikul oleh satu kaki yang masih sehat. Akibatnya panggul bertumbuh miring (pada postpoliomyelitis masa kanak-kanak).



Diagnosis panggul sempit dan disproporsi CePHalopelviC

1. Anamnesis

Anamnesis kadang-kadang sudah membawa pikiran kearah kemungkinan kesempitan panggul dan memberi petunjuk penting, sebagaimana adanya

· tuberkulosis pada columna vertebrae atau pada panggul,

· luxatio coxae congenitalis dan

· poliomyelitis.



Anamnesis tentang partus-partus terdahulu bisa memberi petunjuk tentang keadaan panggul. Jika partus tersebut berjalan lancar dengan dilahirkannya janin dengan berat badan yang normal, maka kecil kemungkinan bahwa wanita yang bersangkutan menderita kesempitan panggul yang berarti.

Selain itu dapat dicari beberapa faktor resiko yang dapat mengarah ke disproporsi cephalopelvik antara lain:

· taksiran berat janin lebih dari 3000 gram

· berat badan sebelum hamil, bila BMI sebelum hamil > 25 kg/m2 maka resiko CPD meningkat

· nullipara

· dan belum pernah atau tidak ada pelvimetri yang memadai6.

2. Pemeriksaan Umum

Pada pemeriksaan umum bisa ditemukan

· xyposis,

· ankylosis pada articulatio coxae di sebelah kanan atau kiri dan

· lain-lain.

Pada wanita yang lebih pendek dari pada ukuran normal bagi bangsanya, kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan pula.

Akan tetapi apa yang dikemukakan diatas tidak bisa diartikan bahwa seorang wanita dengan bentuk badan normal tidak bisa memiliki panggul dengan ukuran-ukuran yang kurang dari normal, ditinjau dari satu atau beberapa bidang panggul.



3. Estimasi kapasitas pelvis (Pelvimetri)

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul.

Cara pelaksanaan pelvimetri sudah dibahas dengan lengkap pada fisiologi kehamilan;di sini hanya dikemukakan beberapa hal pokok saja.

Pelvimetri luar

Pelvimetri luar tidak banyak artinya, kecuali

· untuk pengukuran pintu bawah panggul, dan

· dalam beberapa hal yang khusus seperti panggul miring.



Pelvimetri dalam

Pelvimetry dalam dengan tangan mempunyai arti yang penting untuk

· menilai secara agak kasar pintu atas panggul serta panggul tengah,

· dan memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul.



Untuk menghitung kapasitas pelvis, pada pemeriksaan dalam dicari konjugata vera melalui konjugata diagonal, distansia interspinarum, dan distansia intertuberos. Arkus pubis < 900 menunjukan adanya penyempitan pelvis. Kepala janin yang belum engaged mungkin menandakan kepala janin terlalu besar atau kapasitas pelvis yang rendah. Pada hamil tua dengan janin dalam presentasi kepala bisa dinilai agak kasar adanya disproporsi cephalopelvic dan kemungkinan mengatasinya.

Untuk pelvimetri ini pemeriksaan dengan

· tangan yang satu menekan kepala janin dari atas ke arah rongga panggul, sedangkan

· tangan lain yang diletakkan pada kepala, menentukan apakah bagian ini menonjol di atas simfisis atau tidak

(metoda OSBORN).



Pemeriksaan pelvimetry yang lebih sempurna ialah metoda MULLER MUNRO KERR, yaitu

· tangan yang satu memegang kepala janin dan menekannya ke arah rongga panggul, sedangkan

· 2 jari tangan yang lain dimasukkan ke dalam rongga vagina untuk menentukan sampai berapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut, dan

· ibu jari tangan yang masuk dalam vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan symphysis.



Pelvimetri roentgenologik

Dengan pelvimetry roentgenologic diperoleh

· gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan

· angka-angka mengenai ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul.



Akan tetapi pemeriksaan ini pada masa kehamilan mengandung bahaya, khususnya bagi janin. Oleh sebab itu, tidak bisa dipertanggungjawabkan untuk menjalankan pelvimetry roentgenologic secara rutin pada masa kehamilan melainkan harus didasarkan atas indikasi yang nyata, baik dalam masa antenatal maupun dalam partus. Menurut ACOG (American College of Obstreticians and Gynecologist, 1995) pelvimetri sinar X memiliki nilai yang rendah dalam manajemen persalinan dengan presentasi kepala, namun masih sering dipakai pada presentasi bokong.

Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan partus, tetapi yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu. Besarnya kepala janin dalam perbandingan dengan luasnya panggul ibu menentukan apakah ada disproporsi cephalopelvic atau tidak.

Besarnya kepala janin, khususnya diameter biparietalisnya bisa diukur dengan menggunakan sinar roentgen. akan tetapi cephalometri roentgenologik

· lebih sukar pelaksanaannya dan

· mengandung bahaya

seperti pemeriksaan-pemeriksaan roentgenologik lainnya.

Masih ada faktor-faktor lain yang ikut menentukan apakah partus pervaginam akan berlangsung dengan baik atau tidak, akan tetapi faktor-faktor ini baru bisa diketahui pada waktu partus, seperti

· kekuatan his dan

· terjadinya moulage pada janin.



Untuk menghitung kapasitas pelvis, pada pemeriksaan dalam dicari konjugata vera melalui konjugata diagonal, distansia interspinarum, dan distansia intertuberos. Arkus pubis < 900 menunjukan adanya penyempitan pelvis. Kepala janin yang belum engaged mungkin menandakan kepala janin terlalu besar atau kapasitas pelvis yang rendah. Menurut ACOG (American College of Obstreticians and Gynecologist, 1995) pelvimetri sinar X memiliki nilai yang rendah dalam manajemen persalinan dengan presentasi kepala, namun masih sering dipakai pada presentasi bokong2.

CT-Scan

Ct-Scan memiliki beberapa keuntungan dalam pelvimetri dibandingkan dengan sinar X,antara lain Ct-scan memiliki akurasi lebih tinggi, dan radiasi yang lebih kecil. Menurut Committee on Radiological Hazards to Patients dosis radiasi gonadal yang dihasilkan oleh sinar X sebesar 885 mrad sedangkan dosis yang dihasilkan Ct-scan berkisar antara 250-1500 mrad bergantung mesin dan teknik yang digunakan (Moore dan Shearer, 1989)2.

MRI

Keuntungan MRI menurut McCarty (1986) dan Stark dkk (1985) antara lain

· tidak adanya radiasi ion

· pelvimetri yang akurat

· gambaran fetal yang lebih baik

· gambaran jaringan lunak di panggul yang dapat menyebabkan distosia

Namun penggunaan MRI masih terbatas dikarenakan biaya mahal, waktu pemeriksaan yang sulit dan lama, serta ketersediaan alat.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pengukuran diameter biparietalis dengan cara ultrasonik yang sudah mulai banyak dilakukan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Cara ini tidak berbahaya dibandingkan dengan pemeriksaan roentgenologik.

Makrosomia (ukuran fetus besar)

Makrosomia menurut Williams Obstetric edisi 21 adalah berat fetus diatas 4500 gram2. Permasalahan yang timbul pada makrosomia sebenarnya bukan karena kepala tidak melewati panggul, namun dikarenakan terjadi distosia bahu. Pada tahun 1997 ACOG telah menyimpulkan bahwa seksio sesarea elektif pada wanita hamil dengan diabetes hanya rasional pada berat janin > 4250 gram4. Sedangkan dua pertiga dari janin dengan seksio sesarea yang dilakukan setelah kegagalan forcep di Parkland Hospital memiliki berat rata-rata 3700 gram. Hal ini menunjukan disproporsi cephalopelvic tidak berhubungan dengan berat janin yang besar (makrosomia)2

Estimasi Ukuran Kepala Janin

Batas ukuran kepala janin untuk memprediksi disproporsi cephalopelvic tidak jelas, bahkan metode pengukuran yang ada saat ini juga kurang akurat. Pada manuver Muller yang telah dijelaskan di atas, dapat memperkirakan adanya disproporsi atau tidak. Bila tidak ada disproporsi maka akibat penekanan fundus kepala akan masuk ke dalam rongga panggul yang dapat diraba oleh tangan di dalam vagina. Namun apabila kepala tidak dapat masuk ke dalam rongga panggul, hal ini tidak menunjukan bahwa persalinan pervaginam tidak mungkin. Jika dengan penekanan fundus ditemukan kepala tetap melakukan fleksi setelah simfisis pubis memperkuat dugaan adanya disproporsi cephalopelvic. Thorp dkk (1993) menyimpulkan bahwa berdasarkan evaluasi manuver Muller tidak ditemukan hubungan distosia dengan kegagalan turunnya kepala janin2.

Pengukuran diameter kepala janin dengan radiografi tidak dilakukan karena efek radiasinya besar, dan adanya parallax distortion. Diameter biparietal dan sirkumferensia kepala dapat diukur dengan menggunakan ultrasonografi. Thurnau dkk (1991) mencoba menciptakan indeks feto-pelvik untuk mengidentifikasi komplikasi persalinan, namun Ferguson (1998) menyatakan bahwa sensitivitas dari indeks tersebut untuk meramalkan disproporsi cephalopelvic sangat buruk.

Pada tahun 1997 Sporri dkk menggunakan MRI post partum untuk menilai pelvimetri dikombinasikan dengan penggunaan USG intrapartum untuk menilai besar kepala fetus. Pada studi ini disproporsi cephalopelvic didefinisikan sebagai macetnya persalinan lebih dari 4 jam dengan kontraksi uterus (HIS) yang adekuat. Sedangkan kegagalan kemajuan persalinan ( failure to progress) didiagnosa apabila tidak ditemukan kemajuan persalinan dan kontraksi uterus yang hipotonik. Volume kepala fetal sering ditemukan pada keadaan disproporsi cephalopelvic, namun tidak pada keadaan kegagalan kemajuan persalinan5.



Prognosis

Jika partus dengan disproporsi cephalopelvic dibiarkan berlangsung sendiri tanpa - bilamana perlu - pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan janin

1. Bahaya Pada Ibu

Partus lama seringkali disertai pecahnya selaput ketuban pada pembukaan kecil, bisa menimbulkan

· dehidrasi serta asidosis, dan

· infeksi intrapartum.



Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin tertahan di dalam jalan lahir, bisa timbul

· regangan segmen bahwa uterus dan

· pembentukan lingkaran retraksi patologik (BANDL).

Keadaan ini terkenal dengan nama ruptura uteri mengancam. Jika tidak segera diambil tindakan untuk mengurangi regangan, akan timbul ruptura uteri1.

Dengan partus tidak maju karena disproporsi cephalopelvic, jalan lahir pada suatu tempat mengalami:

· tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul, kemudian timbul

· gangguan sirkulasi kemudian timbul

· ischemia, kemudian timbul

· necrosis dan

· akan terjadi beberapa hari postpartum

* fistula vesicocervicalis, atau

* fistula vesicovaginalis, atau

* fistula rectovaginalis.



2. Bahaya Pada Janin

Partus lama bisa meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika ditambah dengan infeksi intrapartum.Prolapsus funiculi, jika terjadi, mengandung bahaya yang sangat besar bagi janin dan memerlukan kelahirannya dengan segera jika ia masih hidup

Dengan adanya disproporsi cephalopelvic kepala janin bisa melewati rintangan panggul dengan mengadakan moulage. Moulage bisa dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas-batas tertentu, akan tetapi jika batas-batas tersebut dilampaui, terjadi

· sobekan pada tentorium cerebelli dan

· perdarahan intracranial.



Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh symphysis pada pintu atas panggul sempit menyebabkan

· perlukaan jaringan di atas tulang kepala janin, malahan bisa menimbulkan

· fraktur os parietalis.

Gambaran fraktur kompresi pada janin1





PENATALAKSANAAN

Dewasa ini 2 tindakan dalam penanganan disproporsi cephalopelvic yang dahulu banyak dilakukan tidak diselenggarakan lagi.

1. Cunam tinggi

Cunam tinggi dengan menggunakan axis-traction forceps, dahulu dilakukan untuk membawa kepala janin – yang dengan ukuran besarnya belum melewati pintu atas panggul - ke dalam rongga panggul dan terus keluar.

Tindakan ini yang sangat berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh seksio cesareayang jauh lebih aman.



2. Induksi partus prematurus

Induksi partus prematurus umumnya juga tidak dilakukan lagi.

Keberatan tindakan ini ialah untuk menetapkan:

a) apakah janin walaupun belum cukup bulan, sudah cukup tua dan besar untuk hidup dengan selamat di luar tubuh ibu; dan

b) apakah kepala janin bisa dengan aman melewati kesempitan pada panggul bersangkutan.

Sekarang ini 2 cara merupakan tindakan utama untuk menangani partus pada disproporsi cephalopelvic, yakni:

1. seksio cesareadan

2. partus percobaan.

Di samping itu, kadang-kadang ada indikasi untuk melakukan

· symphysiotomy dan

· craniotomia;

akan tetapi symphysiotomy jarang sekali dilakukan di Indonesia, sedangkan craniotomia hanya dikerjakan pada janin mati.

1. Sectio cesarea

Secara umum seksio cesareadibagi menjadi dua antara lain:

· secara elektif atau primer, yakni sebelum partus mulai atau pada awal partus, dan

· secara sekunder, yakni sesudah partus berlangsung selama beberapa waktu.



1.1. Seksio cesareaelektif

Seksio cesareaelektif

· direncanakan lebih dahulu dan

· dilakukan pada kehamilan cukup bulan.



Seksio cesareaelektif dilakukan atas indikasi

· kesempitan panggul yang cukup berat, atau

· terdapat disproporsi cephalopelvic yang nyata

· kesempitan ringan jika faktor-faktor lain yang merupakan komplkasi, seperti primigravida tua,

· kelainan letak janin yang tidak bisa diperbaiki,

· kehamilan pada wanita yang mengalami masa infertilitas yang lama,

· penyakit jantung ibu dan

· lain-lain.



1.2. Seksio cesareasekunder

Seksio cesareasecunder dilakukan karena

· partus percobaan dianggap gagal, atau

· timbul indikasi untuk menyelesaikan partus selekas mungkin, sedang syarat-syarat untuk partus pervaginam tidak atau belum dipenuhi.

Angka seksio cesareakarena disproporsi cephalopelvis di Amerika Serikat mencapai 17% dari seluruh seksio cesareayang ada6.

2. Partus Percobaan

Setelah pada panggul diduga sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti oada hamil tua diadakan penilaian tentang

· bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan

· hubungan antara kepala janin dan panggul,

dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa partus bisa berlangsung pervaginam dengan selamat, bisa diambil keputusan untuk menyelenggarakan partus percobaan.

\Dengan demikian pesalinan percobaan merupakan suatu test terhadap

· kekuatan his dan

· daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin;

kedua faktor ini tidak bisa diketahui sebelum partus berlangsung selama beberapa waktu. Oleh karena itu pemilihan kasus-kasus untuk partus percobaan harus dilakukan dengan cermat.



Kontra indikasi partus percobaan:

Di atas sudah dibahas indikasi-indikasi untuk seksio cesareaelektif; keadaan-keadaan ini dengan sendirinya merupakan kontra indikasi untuk partus percobaan, yaitu

· kesempitan panggul yang cukup berat, atau

· terdapat disproporsi cephalopelvic yang nyata

· kesempitan ringan jika faktor-faktor lain yang merupakan komplkasi, seperti primigravida tua,

· kelainan letak janin yang tidak bisa diperbaiki,

· kehamilan pada wanita yang mengalami masa infertilitas yang lama,

· penyakit jantung ibu dan

· lain-lain.



Persyaratan partus percobaan:

1. Janin harus berada dalam presentasi kepala dan

2. tuanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu.

Alasan bagi ketentuan yang terakhir ini ialah kepala janin bertambah besar, kepala janin lebih sukar mengadakan moulage, dan berhubung dengan kemungkinan adanya disfungsi placenta janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran yang bisa timbul pada partus percobaan.

Perlu disadari pula bahwa kesempitan panggul dalam satu bidang, seperti pada penyempitan pintu atas panggul, lebih menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa bidang.



Penatalaksanaan khusus pada partus percobaan:

A. Pengawasan yang cermat terhadap keadaan ibu dan janin.

Pada partus yang agak lama perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan asidosis pada ibu, sebaiknya jangan diberikan makanan secara biasa melainkan dengan jalan infus intravena oleh karena ada kemungkinan partus harus diakhiri dengan sectio cesarea. Istrahat cukup dantidak banyak menderita perlu diusahakan bagi pasien. Denyut jantung janin harus diawasi terus menerus.



B. Pengawasan kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul

Perlu disadari bahwa kesempitan panggul tidak jarang mengakibatkan

· kelainan his dan

· gangguan pembukaan cervix.

Dalam hubungan ini

· his yang kuat,

· kemajuan dalam turunnya kepala dalam rongga panggul dan

· kemajuan dalam mendatar serta membukanya cervix

merupakan hal-hal yang menguntungkan pada partus percobaan.

Kemajuan turunnya kepala bisa ditentukan dengan

· pemeriksaan luar dan

· periksa dalam.

Pemeriksaaan roentgenologik memberi gambaran yang jelas mengenai hal ini dan mengenai tingkat moulage kepala janin. Akan tetapi mengingat bahayanya, pemeriksaan ini hendaknya hanya dilakukan jika benar benar perlu.

Periksa dalam penting untuk menilai

1. turunnya kepala,

2. keadaan cervix,

3. apakah selaput ketuban sudah pecah dan

4. ada tidaknya prolapsus funiculi atau prolapsus lengan.

Mengingat bahaya infeksi pada periksa dalam dan dengan demikian memperbesar risiko seksio cesareajika tindakan terakhir ini perlu dilakukan, maka periksa dalam seyogjanya

· dibatasi dan

· hanya dilakukan jika diharapkan akan memberi bahan bahan penting guna penilaian keadaan.



C. Pengawasan pecahnya selaput ketuban

Sebelum selaput ketuban pecah, kepala janin pada umumnya tidak bisa masuk ke dalam rongga panggul dengan sempurna. Namun, seperti sudah dijelaskan di atas, pada disproporsi cephalopelvic selaput ketuban tidak jarang pecah pada permulaan partus. Pemecahan selaput ketuban secara aktif hanya bisa dilakukan jika

· his berjalan secara teratur dan

· sudah ada pembukaan cervix untuk separohnya atau lebih.

Tujuan tindakan ini ialah untuk mendapatkan kepastian apakah dengan his yang teratur dan mungkin bertambah kuat, terjadi penurunan kepala yang berarti atau tidak.

Selanjutnya setelah selaput ketuban pecah – baik spontan atau dengan buatan – perlu ditentukan ada tidaknya prolapsus funiculi.

D. Penentuan jangka waktu partus percobaan

Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus percobaan boleh berlangsung. Berhubung banyaknya faktor yang harus ikut diperhitungkan dalam mengambil keputusan tersebut, tiap kasus harus dinilai sendiri-sendiri. Jika his cukup sempurna maka sebagai indikator berhasil atau tidaknya partus percobaan tersebut adalah hal-hal yang mencakup keadaan-keadaan sebagai berikut.

1. Kemajuan pembukaan cervix

Adakah gangguan pembukaan, misal

· pemanjangan fase laten,

· pemanjangan fase aktif,

· secunder arrest

2. Kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang kepala)

3. Tanda-tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang menunjukkan adanya bahaya bagi anak maupun ibu, misal

· gawat janin,

· ruptura uteri yang membakat dan

· lain lain

Jika ada salah satu gangguan di atas, maka menandakan bahwa partus pervaginam tidak mungkin dan harus diselesaikan dengan sectio cesarea.

Sebaliknya, bila kemajuan pembukaan serta penurunan kepala berjalan lancar, maka partus pervaginam bisa dilaksanakan sesuai dengan persaratan yang ada.

3. Symphysiotomy

Symphysiotomy ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul kanan pada symphysis supaya dengan demikian rongga panggul menjadi lebih luas. Tindakan ini tidak banyak lagi dilakukan oleh karena terdesak oleh sectio cesarea. Satu-satunya indikasi ialah jika pada panggul sempit dengan janin masih hidup terdapat infeksi intrapartum berat, sehingga seksio cesareadianggap terlalu berbahaya.

4. Craniotomy

Pada partus yang dibiarkan berlarut-larut dan dengan janin sudah meninggal, sebaiknya partus diselesaikan dengan

· craniotomy dan

· cranioclasy.

Jika panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak bisa dilahirkan dengan craniotomy, terpaksa dilakukan sectio cesarea











































Comments

Popular posts from this blog

Dilatasi dan Kuretase

Indikasi             Prosedur dilatasi dan kuretase biasanya dilakukan atas indikasi : diagnosis dan terapi perdarahan uterus abnormal, abortus, kanker pada uterus. Teknik Dilatasi Serviks Dilatasi serviks dapat dilakukan dalam anestesi umum, spinal, epidural atau paraservikal, tergantung dari indikasi tindakan. Dilatasi biasanya dilakukan sebelum kuretase tapi juga bisa sebagai tindakan terapeutik pada stenosis servikalis. ·          Pasien dalam posisi litotomi, perineum, vagina dilakukan a dan antisepsis. Pasien dianjurkan untuk berkemih sebelum tindakan, kateterisasi dilakukan bila dicurigai masih terdapat residu urin yang signifikan. ·          Pemeriksaan dalam perlu dilakukan sebelum melakukan dilatasi serviks, menentukan ukuran dan posisi seviks, uterus dan adneksa.   ·          Dipasang spekulum atas dan bawah, serviks ditampakkan. Bibir anterior serviks dijepit dengan tenakulum. ·          Dilakukan inspeksi dengan teliti terhadap serviks dan vagina ·          Terdapat d

Uji Maddox - ROD

Tujuan Tes digunakan untuk mengukur heteroforia atau tropia kecil Dasar Kedua mata melihat dengan fovea Disosiasi terjadi bila dipakai Maddox rod pada mata Alat Kamar yang gelap Filter Maddox rod(terdiri sejumlah silinder plano konveks paralel dengan jarak fokus pendek). Teknik Jarak pemeriksaan dapat jauh ataupun dekat. Kedua mata diberi kacamata koreksi. Maddox rod dipasang pada satu mata (dipakai Maddox merah) biasanya mata kanan. Dengan kedua mata terbuka pasien diminta berfiksasi pada lampu. Pasien diminta menerangkan letak garis (dilihat melalui Maddox rod) bandingkan dengan letak lampu. Bila garis Maddox rod dipasang vertikal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis horizontal. Bila garis Maddox rod dipasang horizontal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis vertikal. Bila dipasang untuk menyatukannya maka dapat ditentukan berat foria atau tropia. Nilai Bila sinar vertikal M

Morbus Hansen - Kusta

PENDAHULUAN Kusta merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu. Kata kusta berasal dari bahasa India kusta, dikenal sejak 1400 tahun SM. Kata lepra disebjut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnhya mencakup beberapa penyakit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur apabila dibandingkan dengan kusta yang dikenal saat ini. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraseluler obligat, dengan saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke orga lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan sangat ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Oleh sebab itu penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan masyarakat disekitarnya akibat cacat pada wajah dan anggota tubuh. Insid