Skip to main content

Persepsi nyeri


Sensasi yang kita sebut sebagai nyeri -menusuk, terbakar, menyengat- adalah modalitas sensorik yang paling istimewa. Nyeri merupakan salah satu submodalitas sensasi somatik seperti sentuhan, tekanan, dan rasa posisi serta memiliki fungsi protektif  yang penting, yaitu sebagai peringatan untuk menghindari ataupun mengobati cedera. Ketika seorang anak dengan kelainan kongenital berupa kehilangan sensitivitas terhadap nyeri mengalami luka parah, maka luka tersebut dapat tidak dirasakan dan mengakibatkan kerusakan permanen. Tidak seperti submodalitas somatik lainnya seperti penglihatan, pendengaran dan penciuman, nyeri memiliki kualitas primitive yang bertanggung jawab terhadap aspek emosional dan afektif dari persepsi nyeri. Lebih dari itu, intensitas nyeri yang dirasakan dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga rangsangan yang sama dapat menghasilkan respon yang berbeda pada setiap individu dalam kondisi yang serupa.
Nyeri adalah persepsi; yaitu suatu pengalaman emosional dan sensorik yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan. Walaupun nyeri diperantarai oleh sistem saraf, perbedaan antara nyeri dan mekanisme nosiseptif –suatu respon terhadap kerusakan jaringan- adalah penting baik secara klinis maupun eksperimental. Beberapa jaringan mempunyai reseptor sensorik khusus yang disebut nosiseptor, yang diaktifkan oleh rangsangan noxious pada jaringan perifer. Namun, nosiseptif tidak selalu menghasilkan pengalaman nyeri sehingga hubungan antara nosiseptif dengan persepsi nyeri merupakan suatu contoh dari prinsip: Persepsi adalah produk abstrak dari otak dan elaborasi masukan sensorik.
Perbedaan individu dan perasaan subjektif dari setiap perasaan nyeri merupakan salah satu faktor utama yang membuatnya sulit untuk diartikan dan diobati secara klinik. Tidak ada “stimulus yang menyakitkan” –­ stimulus yang tetap menimbulkan persepsi nyeri pada semua individu. Sebagai contoh, banyak prajurit yang terluka tidak merasakan nyeri, sampai mereka dipindahkan dengan selamat dari perang. Sama halnya dengan atlet yang tidak menyadari akan cedera yang dialami sampai pertandingan berakhir.
Nyeri dapat berupa nyeri persisten atau kronik. Nyeri yang persisten menandakan banyak kondisi klinik dan merupakan alasan utama kedatangan pasien untuk berobat, sedangkan nyeri kronik hanya membuat pasien menderita tanpa menandakan kondisi apapun. Nyeri persisten dibagi menjadi dua kelas utama, yaitu nyeri nosiseptif dan nyeri neuropati. Nyeri nosiseptif berasal dari aktivasi nosiseptor secara langsung di kulit dan jaringan lunak sebagai respon terhadap kerusakan jaringan serta diperhebat oleh proses inflamasi yang mengikutinya. Keseleo merupakan salah satu bentuk nyeri nosiseptif yang ringan, sedangkan nyeri pada arthritis atau tumor yang telah menginvasi jaringan lunak membuat nyeri yang lebih hebat.
Nyeri neuropati berasal dari kerusakan langsung pada saraf di sentral maupun perifer, dan biasanya menghasilkan sensasi seperti terbakar atau tersengat listrik. Nyeri neuropati mencakup sindrom distrofi refleks simpatik dan neuralgia post herpetikum, suatu nyeri hebat yang muncul pada beberapa pasien setelah menderita herpes. Nyeri phantom dapat timbul setelah amputasi anggota gerak tubuh baik karena trauma maupun secara operasi. Anestesia dolorosa (nyeri pada daerah yang kehilangan sensasi) terkadang timbul setelah transeksi terapeutik nervus sensorik yang dilakukan untuk memblok nyeri kronik.
Berikut ini akan dibahas tentang prinsip persarafan yang mendasari proses persepsi nyeri beserta nyeri yang abnormal yang penting secara klinik.
RANGSANGAN NYERI MENGAKTIFKAN NOSISEPTOR
Rangsangan nyeri pada kulit atau jaringan subkutan, seperti otot atau sendi, mengaktifkan beberapa terminal nosiseptor (akhir saraf sensorik primer yang badan selnya terletak di ganglion dorsalis dan ganglion trigeminal). Terdapat 3 kelas mayor nosiseptor -panas, mekanik, dan polimodal- serta sebuah kelas yang disebut ‘silent nosiseptor’.
Nosiseptor panas diaktifkan oleh temperature yang ekstrim (> 450C dan < 50C), mempunyai diameter kecil, dilapisi serabut tipis myelin tipe Aδ yang menghantar impuls dengan kecepatan 5-30 m/s.
Nosiseptor mekanik diaktifkan oleh tekanan yang berulang-ulang pada kulit. Nosiseptor ini juga dilapisi serabut tipis myelin tipe Aδ dengan kecepatan hantaran 5-30 m/s.
Nosiseptor polimodal diaktifkan oleh trauma mekanik, kimia, atau termal (panas/dingin) dengan intensitas tinggi. Nosiseptif ini mempunyai diameter kecil, mempunyai serabut saraf tipe C yang tak bermielin dengan hantaran yang lambat, pada umumnya dengan kecepatan kurang dari 1,0 m/s.
Ketiga kelas nosiseptor ini tersebar luas di seluruh kulit dan jaringan dalam tubuh, dan seringkali berkerja bersama-sama. Sebagai contoh, ketika seseorang memukul jempolnya dengan martil, maka nyeri “pertama yang tajam segera terasa, diikuti dengan rasa nyeri yang memanjang, kadangkala nyeri yang “kedua” seperti terbakar. Rasa nyeri tajam yang cepat dihantarkan oleh serabut Aδ yang membawa informasi dari nosiseptor panas dan mekanik. Nyeri tumpul yang lambat dihantarkan oleh serabut tipe C yang diaktifkan oleh nosiseptor polimodal.
Jaringan visceral mengandung silent nosiseptor. Pada umumnya reseptor ini tidak diaktifkan oleh stimulus noxious namun ambang batasnya menurun secara drastis oleh proses inflamasi dan berbagai macam reaksi kimia. Dengan demikian, aktivasi dari  silent nosiseptor dapat berperan pada munculnya hiperalgesia sekunder dan sensitisasi sentral.
Tidak seperti reseptor somatosensorik khusus untuk rangsangan sentuhan dan tekanan, kebanyakan nosiseptor adalah ujung saraf bebas. Mekanisme terjadinya depolarisasi ujung saraf bebas oleh stimuli noxious sehingga menghasilkan potensial aksi masih belum diketahui. Membran nosiseptor diduga mengandung protein yang dapat mengkonversi rangsangan termal, mekanik, dan kimia menjadi potensial listrik depolarisasi. Salah satu protein tersebut adalah reseptor untuk capcaisin, bahan aktif yang terdapat pada merica. Reseptor capcaisin atau vanilloid ditemukan secara khusus di nosiseptor aferen primer dan memperantarai timbulnya nyeri oleh capcaisin. Responnya terhadap stimulus panas menandakan bahwa reseptor ini juga merupakan penghantar rangsangan nyeri panas.
Selain tingkat aktivitas dari serabut saraf Aδ dan C, banyak faktor lain yang juga berperan dalam menentukan lokasi, intensitas, dan kualitas nyeri. Persepsi dari sentuhan atau tekanan adalah sama ketika reseptor sentuhan-tekanan diberikan rangsangan listrik, aktivasi dari nosiseptor yang sama dapat memberikan hasil sensasi yang berbeda. Hal ini dapat diilustrasikan dengan percobaan sederhana; tangan diukur tekanan darahnya dan turniket di hentikan tekanannya di atas sistolik selama kurang lebih 30 menit. Prosedur ini menimbulkan anoksia dan blokade pada konduksi serabut saraf dengan diameter besar (Aα dan Aβ). Serabut tipe C masih dapat menghantarkan potensial aksi dan merespon stimulus noxious. Blokade hantaran saraf ini terjadi karena serabut saraf berdiameter besar mempunyai kebutuhan metabolik yang lebih tinggi daripada serabut tipe C, dan hasilnya akson motorik yang besar tidak lagi menghantarkan impuls saraf dan tangan menjadi paralisis. Sebagai tambahan, tidak ada sentuhan, getaran, atau sensasi pada sendi karena hantaran antara serabut sensorik Aβ telah diblok. Dengan ketiadaan hantaran oleh serabut Aα dan Aβ, persepsi nyeri menjadi tidak normal. Contohnya, uji tusuk, cubitan, atau uji dengan es, tidak dapat dibedakan satu dengan lain, tetapi yang dirasakan hanyalah rasa terbakar.
Percobaan ini menunjukan bahwa besarnya diameter serabut saraf Aβ berkontribusi pada persepsi normal terhadap kualitas dari stimulus, meskipun tidak merespon rangsangan noxious secara langsung. Aktivitas pada sistem serabut saraf berdiameter besar tidak hanya mengubah persepsi dari nyeri tapi juga dapat mengurangi nyerinya. Misalnya goncangan pada tangan sebagai respon terhadap rasa terbakar ternyata efektif merangsang serabut saraf aferen yang berdiameter besar sehingga mengurangi nyeri dari rasa terbakar itu.
Walaupun persepsi nyeri bervariasi pada tiap individu dan pada konteks yang berbeda-beda, nyeri yang abnormal dapat didiagnosa dengan tepat. Dalam keadaan patologis, aktivasi nosiseptor menimbulkan 2 tipe nyeri yang abnormal, yaitu allodinia dan hiperalgesia. Pada alodinia, nyeri timbul dari stimuli yang umumnya tidak berarti, misalnya sinar matahari yang mengakibatkan sunburn, atau pergerakan sendi pada pasien dengan rheumatoid arthritis. Pasien dengan alodinia tidak merasakan nyeri yang menetap; jika rangsangan tidak ada maka nyerinya pun hilang. Sebaliknya, pasien dengan hiperalgesia memberikan respon yang berlebihan terhadap rangsangan noxious, biasanya nyeri dirasakan secara spontan.
SERABUT NOSISEPTIF AFEREN BERAKHIR PADA NEURON DI DORSAL HORN MEDULA SPINALIS
Serabut nosiseptif aferen berakhir secara predominan di kornu dorsalis medula spinalis. Kornu dorsalis dapat dibagi menjadi 6 lapisan (lamina) berdasarkan gambaran sitologik susunan saraf. Kelas-kelas neuron aferen primer yang menyampaikan modalitas-modalitas terpisah berakhir di lamina-lamina yang terpisah pula pada kornu dorsalis. Dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara organisasi fungsional dan anatomikal dari neuron-neuron di kornu dorsalis medula spinalis.
Neuron nosiseptif terletak di bagian superfisial dari kornu dorsalis, di lapisan marginal (lamina I) dan substansia gelatinosa (lamina II). Sebagian besar dari neuron ini menerima masukan sinaps secara langsung dari serabut Aδ dan C. Banyak neuron di lapisan marginal (lamina I) berespon khususnya pada stimulus nyeri (sehingga disebut neuron spesifik nosiseptif) dan diproyeksikan ke susunan saraf pusat. Beberapa neuron dalam lapisan ini, yang disebut  wide-dynamic range neuron, berespon pada kedua macam rangsangan mekanik noxious dan non-noxious. Substansia gelatinosa (lamina II) kebanyakan terdiri dari interneuron (baik neuron eksitasi dan inhibisi), diantaranya ada yang hanya berespon pada rangsangan nosiseptif, sementara yang lain berespon pada rangsangan non- noxious.
Lamina III dan IV berada di bagian ventral dari substansia gelatinosa dan mengandung neuron yang menerima masukan monosinaps dari serabut Aβ. Neuron-neuron tersebut berespon secara predominan terhadap rangsangan non-noxious dan memiliki daerah reseptif terbatas yang terorganisasi secara topografi. Lamina V mengandung wide-dynamic range neuron yang berproyeksi ke batang otak dan thalamus. Neuron ini menerima masukan monosinaptik dari serabut Aδ dan Aβ. Neuron ini juga menerima masukan dari serabut tipe C, baik secara langsung dari dendritnya yang berjalan dari dorsal ke superfisial di dorsal horn, atau secara tidak langsung melalui interneuron eksitasi yang menerima masukan secara langsung dari serabut tipe C. Banyak neuron di lamina V juga menerima masukan nosiseptif dari struktur viseral.
Penggabungan dari masukan nosiseptif somatik dan viseral ke neuron-neuron di lamina V dapat menjelaskan “reffered pain”, suatu kondisi di mana nyeri dari sebuah organ viseral yang cedera dipindahkan ke area lain di permukaan tubuh. Misalnya, pasien dengan miokard infark mengeluh sering nyeri tidak hanya pada dada tapi juga pada lengan kiri. Penjelasan dari fenomena ini yaitu bahwa neuron proyeksi tunggal menerima masukan dari kedua region. Sebagai konsekuensinya, pusat saraf tidak dapat membedakan sumber masukan tersebut dan tidak tepat menyalurkan rasa nyeri tersebut ke permukaan kulit. Alternatif penjelasan lain tentang reffered pain adalah percabangan akson dari sensori neural perifer , tapi sepertinya penjelasan ini hanya berkontribusi pada beberapa kasus saja, mengingat serabut aferen tunggal jarang menginervasi sekaligus organ viseral dan jaringan kutaneus.
Neuron-neuron di lamina VI menerima input dari serabut aferen berdiameter besar dari otot dan sendi, dan berespon terhadap manipulasi non-nyeri pada sendi. Neuron ini diperkirakan tidak berkontribusi terhadap transmisi pesan dari nosiseptor. Terakhir neuron di bagian kornu ventralis lamina VII dan VIII yang berespon terhadap stimulus nyeri, mempunyai respon yang lebih kompleks karena input dari nosiseptif ke neuron lamina VII adalah sebuah polisinaptik. Walaupun kebanyakan neuron di kornu dorsalis hanya menerima input dari salah satu sisi tubuh, banyak neuron di lamina VII merespon stimulasi dari sisi yang lainnya. Dengan demikian, meskipun neuron-neuron di lamina VII berhubungan dengan formasi retikuler batang otak, juga dapat berkontribusi pada banyak keadaan nyeri difus.
SERABUT NOSISEPTIF AFEREN MENGGUNAKAN GLUTAMAT DAN NEUROPEPTIDA  SEBAGAI NEUROTRANSMITER
Transmisi sinaps antara nosiseptor dan neuron pada kornu dorsalis diperantarai oleh senyawa neurotransmitter yang dilepaskan dari ujung saraf sensoris bagian sentral eksitatori. Neurotransmitter terbanyak dikeluarkan oleh serabut tipe Aδ dan C sama seperti serabut aferen nosiseptif yang adalah asam amino glutamat. Pengeluaran glutamat dari sensorik terminal memicu secara cepat potensial sinaps di bagian kornu dorsalis dengan pengaktivan reseptor glutamat tipe  AMPA.
Serabut afferent primer dari neuron nosiseptif juga sedikit mengeluarkan potensial postsinaptik eksitatori dari kornu dorsalis dengan mengeluarkan transmitter peptida. Terminal aferen primer dengan diameter kecil didalam dorsal horn mengandung kedua perantara sinaps electron-translusen kecil yang menyimpan glutamate dan perantara berinti besar yang menyimpan neuropeptida. Dari sebagian besar neuropetida yang ada ada di sensoris nosiseptif, substansi P yang telah dipelajari secara mendetail. Substansi P dikeluarkan dari serabut C dalam respon adanya kerusakan jaringan atau stimulasi yang terus menerus dari saraf perifer.
Glutamate dan neuropeptida dilepaskan bersama-sama dari terminal aferen primer dan mempunyai cara kerja fisiologi yang berbeda dalam neuron post sinaptik, tetapi mereka bekerja sama untuk meregulasi pelepasan dari neuron-neuron post sinaptik. Neuropeptida termasuk substansi P, muncul untuk memicu dan memperlambat kerja dari glutamat.
Kemampuan cara kerja dari 2 kelas transmitter bisa berbeda-berbeda. Cara kerja glutamat di lepaskan dari terminal sensori, berikatan ke post sinaps neuron dan sekitarnya dari sensoris sinaps sebagai hasil pengambilan ulang dari asam amino ke sel glial atau saraf terminal. Sebaliknya neuropeptida dilepaskan dati terminal sensori dan berdifusi jauh dari tempat mereka di lepaskan karena tidak ada mekanisme re-uptake.
HYPERALGESIA MEMPUNYAI ASAL DARI PERIFER DAN SENTRAL
Perubahan dalam sensitivitas nosiseptor mendasari hiperalgesia primer
Jika terdapat aplikasi yang berulang akan stimulus mekanik noxious, nosiseptor yang berdekatan yang awalnya tidak berespon terhadap stimuli mekanikal dapat menjadi responsif, hal ini merupakan sebuah fenomena yang disebut sensitisasi. Mekanisme ini di mediasi oleh reflex akson, hampir sama dengan reaksi vasodilatasi di daerah sekitarnya yang mengalami cedera.
Sensitisasi dari nosiseptor sesudah cedera atau inflamasi berasal dari pelepasan senyawa-senyawa kimia oleh sel yang cedera ke daerah di sekitarnya. Substansi ini termasuk bradikinin, histamin, prostalglandin, leukorin, asetilkolin, serotonin dan substansi P. Semua berasal dari kumpulan sel-sel yang berbeda-beda. Beberapa di antaranya juga mengaktifkan nosiseptor.
ATP, ACh, dan serotonin dilepaskan dari platelet dan sel endothelial yang cedera, dan bekerja sendiri atau dengan kombinasi untuk merangsang nosiseptor melalui mediator kimia lainnya seperti prostalglandin dan bradikinin. Prostaglandin E2 merupakan metabolit asam arakidonat dan dihasilkan oleh enzim siklooksigenase yang dilepaskan dari sel yang mengalami cedera. Aspirin dan obat golongan nonsteroid anti inflamasi lainnya efektif dalam mengontrol nyeri karena mereka memblokir enzim siklooksigenase, yang akhirnya mencegah pembentukan prostalglandin. Peptida bradikinin adalah salah satu bahan yang paling aktif dalam memproduksi nyeri. Tingginya derajat aktivitas bradikinin diperkirakan karena 2 hal. Pertama, karena bradikinin mengaktifkan nosiseptor Aδ dan C langsung; kedua, bradikinin meningkatkan sintesis dan pelepasan prostaglandin dari sel-sel terdekat.
Nosiseptif primer mengatur lingkungan kimia melalui mediator-mediator kimia, yang disintesis dalam badan sel dan ditransportasikan ke terminal perifer, dimana mereka disimpan dan dilepaskan ketika terminal mengalami depolarisasi. Juga turut berkontribusi terhadap hiperalgesia dengan melpaskan histamine dari sel mast.
Tanda kardinal (Cardinal sign) dari proses inflamasi adalah panas (calor), merah (rubor), dan edema (tumor). Kerja lokal dari substansi P  dapat mereproduksi ketiga gejala tersebut. Rubor dan kalor karena adanya dilatasi pembuluh darah perifer, dimana pembengkakan berasal dari ekstravasasi plasma. Karena inflamasi di mediasi oleh aktivitas neural dikenal sebagai inflamasi neurogenik.
HIPEREKSITABILITAS NEURON-NEURON KORNU DORSALIS MENDASARI HIPERALGESIA MEDIASI SENTRAL
Di bawah kondisi-kondisi cedera berat dan menetap , serabut tipe C secara berulang di keluarkan dan respon dari neuron-neuron dorsal horn meningkat secara progresif. Peristiwa ini,  yang disebut "wind-up", tergantung pada pelepasan dari transmiter excitatory glutamat dari serabut C dan terjadi pembukaan chanel ion postsynaptic oleh N-methyl-D-aspartate (NMDA)-TYPE reseptor glutamat. Dengan demikian, blok pada aktivitas reseptor NMDA dapat memblok juga wind up. Rangsangan noxious dapat menghasilkan perubahan jangka panjang di dalam neuron-neuron di dorsal horn, serupa dengan potensiasi jangka panjang, suatu proses yang mana perubahan-perubahan jangka panjang di dalam transmisi sinaptik ditimbulkan di dalam daerah-daerah hipokampus dan di daerah lain pada otak.  Reseptor glutamat NMDA juga mempunyai suatu peran di dalam menghasilkan hipereksitasi neuron-neuron di dorsal horn yang diikuti jaringan yang cedera. Peristiwa ini  disebut central sensitizaton, untuk membedakan  dari sensitization, terjadi ujung perifer dari neuron sensori melalui pengaktifan kaskade asam arakidonat.

Perubahan-perubahan jangka panjang dalam eksitabilitas dari neuron-neuron di dorsal horn menerangkan masukan memori dari serabut C. Sebagai respon atas stimuli noxious perifer, neuron-neuron di dalam dorsal horn menunjukkan satu induksi gen dini yang mendekode faktor-faktor transkripsi seperti c-fos.
 Perubahan biokimia dan eksitabilitas dari neuron-neuron di dorsal horn dapat menjurus kepada nyeri secara spontan dan dapat berkurang dalam produksi dari nyeri. Ini merupakan bukti dalam peristiwa nyeri pantom anggota tubuh, sensasi nyeri yang persisten yang muncul dari daerah yang telah mengalami amputasi. Hingga sekarang, amputasi anggota tubuh dilaksanakan dengan anestesia umum untuk menghilangkan kesadaran dan memori dari tindakan yang akan dilakukan. Medulla spinalis, bagaimanapun masih merasakan pengalaman karena central sensitization masih terjadi di bawah anestesia umum.

INFORMASI NOSEPTIF DITRANSMISIKAN DARI MEDULA SPINALIS KE THALAMUS DAN KORTEKS SEREBRAL MELALUI LIMA JALUR ASENDING
 Informasi tentang luka jaringan/tisu dibawa dari medulla spinalis ke otak melalui lima jalur asending utama; yaitu spinothalamic, spinoreticuler, spinomesencephalic; cervicothalamic, dan jalur spinohypothalamic.
Bidang Spinothalamic \adalah jalur  nosiceptif paling banyak di dalam medulla spinalis. Itu menjadi akson-akson dari\ nociceptive-spesific dan wide-dynamic range neuron di lamina I dan V-VII di dorsal horn dan berjalan kontralateral di samping medulla spinalis dan naik anterolateral di white matter, berakhir di dalam talamus. Rangsangan elektrik pada jalur spinothalamic mengakibatkan nyeri, sedangkan lesi pada jalur (didapatkan oleh suatu prosedur yang disebut anterolateral cordotomy) mengakibatkan pengurangan-pengurangan sensasi rasa sakit di sisi sebaliknya dari medulla spinalis.
Bidang spinoreticuler menyusun anggota akson-akson dari neuron-neuron di lamina VII dan VIII. Naik di dalam kuadran anterolateral dari medula spinalis dan berakhir dalam formasi retikulum dan talamus. Berlawanan dengan jalur spinothalamic, banyak  dari akson dari bidang spinoreticular tidak melewati midline.
 Jalur spinomesencephalic menyusun akson-akson dari neuron-neuron di lamina I dan V. Itu memproyeksi di kuadran anterolateral dari medulla spinalis kepada formasi retikulum mesencephalic dan periqueductal grey matter, melalui jalur spinoparabrachial, diproyeksikan pada nucleus parabrachial. Pada gilirannya, neuron-neuron dari nucleus parabrachial diproyeksikan kepada amygdala, suatu komponen yang utama dari sistim yang limbic, sistim neural yang terlibat di dalam emosi. Dengan demikian jalur spinomesencephalic diperkirakan berperan dalam komponen afektif dari nyeri. Banyak  akson dari  jalur memproyeksi kedalam funiculus lateral dari dorsal horn disamping dengan kuadran anterolateral. Dengan demikian, jika serabut-serabut ini terhindar di dalam prosedur-prosedur pembedahan yang dirancang untuk membebaskan nyeri, seperti anterolateral cordotomy, nyeri bisa tetap terulang.
Bidang celvicothalamic tersusun dari neuron-neuron di dalam inti cervical lateral, yang ditempatkan di lateral dari white matter di atas dua segmen cervical dari medulla spinalis. Inti cervical lateral menerima masukan dari neuron-neuron nociceptive di laminae III dan IV. Kebanyakan akson-akson di dalam cervicothalamic melewati midline dan naik di dalam medial lemniscus dari batang otak  ke nucleus di dalam otak tengah dan ke ventroposterior lateral dan posteromedial dari nucleus di talamus. Beberapa akson dari laminae III dan IV memproyeksi melalui kolom dorsal dari medulla spinalis (bersama-sama dengan akson-akson aferen myelinated diameter besar) dan berakhir dalam nucleus cuneale dan gracile dari medula.
Jalur spinohypothalamic tersusun akson-akson dari neuron-neuron di lamina I, V, dan VII. Memproyeksikan secara langsung ke pusat kendali otonomik supraspinal dan diperkirakan untuk mengaktifkan neuroendocrine kompleks dan respon-respon cardiovasculer.

NUKLEI TALAMIK MENGHUBUNGKAN INFORMASI AFEREN KE KORTEKS SEREBRI
 Beberapa nukleus di dalam talamus memproses informasi nosisepti. Dua kelompok penting yaitu nuklear lateral dan medial. Kelompok nuklear lateral dari talamus menyusun inti ventroposterior medial, inti ventroposterior cabang samping, dan inti pantat. Nucleus ini menerima masukan via bidang yang spinothalamic, terutama dari neuron-neuron nosiseptif-spesifik dan wide-dynamic-range di lamina V dari terompet/tanduk yang di belakang dari jaringan saraf dalam tulang punggung. Neuron-neuron di dalam nucleus ini mempunyai tempat untuk menerima rangsangan yang kecil, seperti halnya proyeksi neuron-neuron di medulla spinalis itu kepada mereka. Talamus lateral bisa kemungkinan besar terkait dengan mediasi informasi tentang lokasi dari suatu luka, informasi yang biasanya disampaikan secara sadar sebagai nyeri yang akut.
 Luka pada bidang spinothalamic dan target-targetnya menyebabkan suatu nyeri yang berat yang disebut nyeri pusat. Sebagai contoh, satu infark di dalam daerah kecil talamus ventroposterolateral dapat menghasilkan thalamic (Dejerine-Roussy) sindrom. Pasien-pasien dengan  sindrom ini sering kali mengalami suatu nyeri terbakar yang secara spontan dan sensasi-sensasi abnormal lain ( dysesthesia) di dalam daerah-daerah tubuh di mana stimuli noxoious secara normal tidak menjurus kepada nyeri. Sebagai tambahan, di dalam rangsangan-rangsangan kondisi-kondisi nyeri elektrik yang kronis tertentu, talamus mengakibatkan nyeri yang kuat. Dalam sebuah kasus yang unik, sensasi angina pectoris dinyalakan kembali oleh rangsangan elektrik talamus. Laporan dari pasien sangat realistis sehingga anesthesiologist memikirkan pasien-pasien itu sedang mengalami serangan jantung. Pengamatan ini menekankan bahwa ada suatu perubahan di dalam thalamic dan sirkuit kortikal di dalam kondisi nyeri yang kronis. Dengan demikian, pasien-pasien yang mengalami nyeri persisten karena cedera mempunyai otak yang berbeda secara fungsional dari mereka yang tidak memiliki mengalami nyeri sebelumnya.

 Kelompok Nuklear Medial talamus menyusun nukleus sentral lateral dari talamus dan kompleks intra-laminar. Masukannya yang utama adalah dari neuron-neuron di lamina VII dan VIII dari kornu dorsalis. Jalur ke talamus medial adalah proyeksi pertama spinothalamik untuk muncul di dalam evolusi mamalia dan kemudian dikenal sebagai jalur paleospinothalamic. Proyeksi dari talamus lateral ke nucleus ventroposterior lateral dan medial adalah yang paling berkembang di dalam primata dan karena itu juga dikenal jalur neospinothalamic. Banyak neuron di dalam talamus medial menanggapi optimal kepada stimuli noxious tetapi juga mempunyai proyeksi-proyeksi yang tersebar luas sampai ke ganglia basal dan kortikal area yang berbeda-beda.

KORTEKS OTAK BESAR BERPERAN UNTUK PENGOLAHAN NYERI
 Sampai akhir ini kebanyakan riset di pengolahan pusat nyeri telah berkonsentrasi pada talamus. Bagaimanapun, nyeri adalah suatu persepsi yang kompleks yang dipengaruhi oleh pengalaman yang masa lampau dan oleh konteks di dalam mana stimulus nyeri terjadi. Neuron-neuron di dalam beberapa daerah-daerah korteks serebral selektif dalam merespon masuk dari nosiseptif. Sebagian dari neuron ini berada didalam kortex somatosensory dan mempunyai tempat menerima yang kecil.
Positro  Emisi tomography (PET) studi imaging dari manusia juga menunjukkan bahwa dua daerah kortex, girus cingulated dan kortex insular, terlibat dalam respon terhadap nosiseptif. Girus cingulated menjadi bagian dari sistim limbic dan dianggap terlibat di dalam memproses komponen dari nyeri.

Comments

  1. Thanks ya sangat membantu, bahasanya lebih mudah dimengerti dari blog-blog lain yang membahas materi ini juga

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dilatasi dan Kuretase

Indikasi             Prosedur dilatasi dan kuretase biasanya dilakukan atas indikasi : diagnosis dan terapi perdarahan uterus abnormal, abortus, kanker pada uterus. Teknik Dilatasi Serviks Dilatasi serviks dapat dilakukan dalam anestesi umum, spinal, epidural atau paraservikal, tergantung dari indikasi tindakan. Dilatasi biasanya dilakukan sebelum kuretase tapi juga bisa sebagai tindakan terapeutik pada stenosis servikalis. ·          Pasien dalam posisi litotomi, perineum, vagina dilakukan a dan antisepsis. Pasien dianjurkan untuk berkemih sebelum tindakan, kateterisasi dilakukan bila dicurigai masih terdapat residu urin yang signifikan. ·          Pemeriksaan dalam perlu dilakukan sebelum melakukan dilatasi serviks, menentukan ukuran dan posisi seviks, uterus dan adneksa.   ·          Dipasang spekulum atas dan bawah, serviks ditampakkan. Bibir anterior serviks dijepit dengan tenakulum. ·          Dilakukan inspeksi dengan teliti terhadap serviks dan vagina ·          Terdapat d

Uji Maddox - ROD

Tujuan Tes digunakan untuk mengukur heteroforia atau tropia kecil Dasar Kedua mata melihat dengan fovea Disosiasi terjadi bila dipakai Maddox rod pada mata Alat Kamar yang gelap Filter Maddox rod(terdiri sejumlah silinder plano konveks paralel dengan jarak fokus pendek). Teknik Jarak pemeriksaan dapat jauh ataupun dekat. Kedua mata diberi kacamata koreksi. Maddox rod dipasang pada satu mata (dipakai Maddox merah) biasanya mata kanan. Dengan kedua mata terbuka pasien diminta berfiksasi pada lampu. Pasien diminta menerangkan letak garis (dilihat melalui Maddox rod) bandingkan dengan letak lampu. Bila garis Maddox rod dipasang vertikal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis horizontal. Bila garis Maddox rod dipasang horizontal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis vertikal. Bila dipasang untuk menyatukannya maka dapat ditentukan berat foria atau tropia. Nilai Bila sinar vertikal M

Morbus Hansen - Kusta

PENDAHULUAN Kusta merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu. Kata kusta berasal dari bahasa India kusta, dikenal sejak 1400 tahun SM. Kata lepra disebjut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnhya mencakup beberapa penyakit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur apabila dibandingkan dengan kusta yang dikenal saat ini. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraseluler obligat, dengan saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke orga lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan sangat ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Oleh sebab itu penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan masyarakat disekitarnya akibat cacat pada wajah dan anggota tubuh. Insid