BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah suatu Negara yang terdiri dari berbagai pulau, Indonesia terdiri dari kurang lebih17.508. Populasi penduduk pada tahun 2009 sebanyak 230.623.000.penduduk ini tersebar diseluruh inidonesia, di 33 provinsi.
Wilayah perkotaan mengalami perubahan yang sangat besar akibat banyaknya industri yang didirikan. Hal ini menyebabkan penduduk yang tinggal di pedesaan mulai berpindah ke kota untuk menjadi tenaga kerja. Selain itu faktor yang menyebabkan mereka berpindah adalah faktor ekonomi.Dengan adanya pendirian industri tersebut menyebabkan lingkungan yang hijau kini menjadi gersang akibat ditebang untuk dijadikan lahan industri dan perumahan.Seiring dengan perubahan waktu maka hal tersebut menimbulkan beberapa dampak terhadap lingkungan sekitar, salah satu dampaknya adalah penularan penyakit.
Masalah umum yang dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar dengan angka pertumbuhan yng cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah.Keadaan ini dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga memungkinkan berkembang biaknya vektor penyakit.
Dalam menuju Indonesia sehat tahun 2011 dan untuk mewujudkan kualitas dan kuantitas lingkungan yang bersih dan sehat serta untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesepakatan umum dari tujuan nasional, sangat diperlukan pengendalian vektor penyakit
Penularan penyakit dapat terjadi pada manusia melalui vektor penyakit seperti serangga dikenal sebagai “arthropod borne disease” atau kadang-kadang disebut juga dengan “vector borne disease”. Penyakit yang tergolong arthropod borne disease merupakan penyakit yang penting dan dapat bersifat endemis maupun epidemis serta dapat menimbulkan wabah dengan ancaman kematian.
Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada beberapa daerah tertentu, seperti demam berdarah dengue, malaria, dan kaki gajah (filariasis). Pergantian musim dapat meningkatkan angka kesakitan penyakit saluran pencernaan seperti disentri, kolera, demam tifoid, dan paratifoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.
Hampir setengah dari penduduk dunia terinfeksi oleh penyakit-penyakit vector borne, sehingga morbiditas dan mortalitas tinggi. Distribusi kejadian penyakit vector borne tidak terlalu proporsional, dengan dampak yang luar biasa di negara berkembang yang terletak di daerah tropis dan subtropis. Ringkasan Penyakit Kunci Vector borne memberikan gambaran singkat tentang manifestasi, agen penyebab, jenis vektor, inang, prevalensi, populasi berisiko, distribusi geografis, dan kemungkinan perubahan dalam distribusi akibat perubahan iklim penyakit vektor.
Tiga komponen utama yang menentukan terjadinya penyakit-penyakit vector-borne: 1) kelimpahan vektor dan host intermediate dan reservoir; 2) prevalensi penyebab penyakit parasit dan patogen sesuai dengan vektor, host manusia atau hewan, dan kondisi lingkungan setempat, terutama suhu dan kelembaban, dan 3) ketahanan dan perilaku populasi manusia, yang harus berada dalam keseimbangan dinamis dengan vektor parasit dan patogen Setiap tahap siklus hidup patogen yang bisa dihubungkan dengan kisaran dan tingkat optimum suhu dan kelembaban.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Vector borne disease adalah salah satu penyakit dimana mikroorganisme patogen ditularkan dari individu yang terinfeksi ke individu lain dengan agen arthropoda atau lainnya, kadang-kadang dengan hewan lain yang berfungsi sebagai perantara host. Transmisi tergantung pada atribut dan persyaratan sekurang-kurangnya tiga organisme hidup yang berbeda agen patologis, baik virus, protozoa, bakteri; vektor, yang umumnya anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan sepertikutuataunyamuk, danmanusia sebagaihost. Selain itu, hostperantara sepertidomestikasidan/atauhewanliarseringberfungsisebagaireservoiruntukpatogensampaipopulasimanusiarentanterkena.
Vektor merupakan binatang pembawa penyakit yang disebabkan oleh bakteri, ricketsia, virus, protozoa, dan cacing, serta menjadi perantara penularan penyakit tersebut.
Adapun dari penggolongan binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara penularan penyakit malaria, deman berdarah, dan Phyluml chodata yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfimgsi sebagai vektor dan binatang pengganggu.
Jenis-jenis Vektor
Seperti telah diketahui vektor adalah Anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan.Sebagian dari Anthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang. Antropoda dibagi menjadi 4 kelas:
1. Kelas crustacea (berkaki 10), misalnya udang.
2. Kelas Myriapoda, misalnya binatang berkaki seribu.
3. Kelas Arachinodea (berkaki 8), misalnya Tungau.
4. Kelas hexapoda (berkaki 6), misalnya nyamuk.
Arthropod | Penyakit yang ditularkan |
1. Nyamuk 2. Lalat rumah 3. Lalat pasir 4. Lalat Tsetse 5. Tuma 6. Pinjal tikus 7. Lalat hitam 8. Reduviid bug 9. Sengkenit keras 10. Sengkenit lunak 11. Trombiculid mite 12. Itch mite 13. Cyclops | Malaria, filarial, yellow fever, ensefalitis, DHF Demam tifoid dan paratifoid, diare, disentri, kolera, gastroenteritis, amubiasis, investasi helmintik, poliomyelitis, konjungtivitis, trakoma, antraks Kalaazar, sandfly fever Penyakit tidur Epidemic typhus, relapsing fever Bubonic plaque, endemic typhus Onkosersiasis Chagus disease Tick typhus, tick paralysis, ensefalitis viral, hemorrhagic fever Relapsing fever Scrub typhus Scabies Guinea-worm disease, fish tapeworm |
Pencemaran karena vektor adalah terjadinya penularan penyakit melalui binatang yang dapat menjadi perantara penularan penyakit tertentu. Kondisi pencemaran vektor penyakit:
1. Perubahan lingkungan fisik seperti pertambangan, industri dan pembangunan perumahan yang mengakibarkan berkembangbiaknya vektor penyakit.
2. Sistem penyediaan air bersih dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh penduduk sehingga masih diperlukan container untuk penyediaan air.
3. Sistem drainase permukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi syarat sehingga menjadi tempat perindukan vektor.
4. Sistem pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat menjadikan sampah menjadi sarang vektor.
5. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian vektor penyakit secara kimia beresiko timbulnya keracunan dan pencemaran lingkungan serta resistensi vektor.
Penyakit vector borne yang penting
1. Malaria
Malaria merupakan masalah dari bidang kesehatan di Indonesia.Malaria ada di setiap daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia, kadang-kadang juga ada di daerah beriklim sedang.Protozoa penyebabnya memiliki genom, metabolisme, dan siklus hidup yang kompleks dibanding kebanyakan vector borne lainnya.Kompleksitas tersebut menyebabkan sulitnya intervensi dengan obat dan vaksin karena kemampuan parasit berubah bentuk yang memungkinkannya menghindari pertahanan imunologis dan kimiawi.Parasit tersebut secara intens bergerak dan mengubah lapisan luar tubuhnya selama siklus hidupnya dan menciptakan lingkungan metabolisme dan antigen yang tidak dimiliki oleh mikroba sederhana seperti bakteri dan virus.
2. Demam Berdarah
Virus dengue tampaknya selalu berada di depan malaria. Penularan malaria paling sering terjadi di pedesaan, sedangkan dengue di daerah perkotaaan. Vector Anopheles menggigit terutama di malam hari, sedangkan vector Aedes terutama pada siang hari. Infeksi malaria pertama kali umumnya menimbulkan gejala paling parah, infeksi kedua dengue dapat lebih berbahaya daripada yang pertama ketika melibatkan serotype virus yang berbeda.Demam dengue sangat menyakitkan (sehingga dijuluki “breakdown fever”) dan melemahkan tapi umumnya tidak mengancam jiwa pada serangan yang pertama.Akan tetapi, manifestasi yang lebih parah, muncul di daerah yang memiliki lebih dari satu strain virus dari empat virus tersebut. Dengan terpaparnya individu dengan virus kedua yang berbeda strain dapat menimbulkan reaksi imunologis yang berat yang beresiko kematian terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Tidak ada obat profilaksis atau vaksin untuk mencegah dengue, tetapi usaha untuk mencegah ataupun membatasi gigitan nyamuk dengan menggunakan “repellent” ataupun pemusnahan wadah tempat perkembangbiakan nyamuk, dapat sangat membantu.
3. Penyakit Chagas
Penyakit ini terutama menyerang mereka yang tinggal di rumah beratap jerami dan dapat dibasmi dengan semprotan rumah atau dengan penggantian atap rumah memakai seng.
4. Penyakit tidur (African Trypanosomiasis)
Penyakit ini mirip dengan yang ditemukan di Amerika Latin, tapi ditularkan oleh lalat Tsetse yang hanya ditemukan di Afrika.Pathogen ini menyebabkan “African sleeping sickness” yang dapat menyerang susunan pusat dan menyebabkan koma.Saat ini tidak ada vaksin ataupun obat untuk menyembuhkan.
5. Elephantiasis (lymphatic filariasis)
Fialriasis umumnya tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat menyebabkan kecacatan.Disebabkan cacing nematode yang menyerang susunan limfatik menyebabkan pembengkakan jaringan di berbagai lokasi tubuh.Manifestasi yang serius dikenal sebagai “kaki gajah”.Operasi besar dan pengangkatan jaringan luas merupakan satu-satunya pengobatan pada tingkat yang parah.
Transmisi Vector Borne Disease
Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala penyakit disebut sebagai masa inkubasi. Pada penyakit arthropod borne disease terdapat 2 periode masa inkubasi, periode pada tubuh vector dan periode pada manusia. Ada beberapa istilah yang sering digunakan pada transmisi arthropod borne disease seperti:
1. Inokulasi (inoculation) adalah masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari artropoda ke dalam tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membrane mukosa.
2. Investasi (investation) adalah masuknya artropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak, misalnya penyakit scabies.
3. Masa inkubasi ekstrinsik adalah waktu yang diperlukan agen penyakit untuk berkembang dalam tubuh vector.
4. Masa inkubasi intrinsic adalah waktu yang diperlukan agen penyakit untuk berkembang dalam tubuh manusia.
5. Definitive host: bila dalam tubuh pejamu terjadi perkembangan siklus seksual agen penyakit.
6. Intermediate host: bila didalam tubuh pejamu terjadi perkembangan siklus aseksual atau penyakit.
Beberapa cara terjadinya penularan arthropod borne disease:
1. Kontak langsung
Artropoda secara langsung memindahkan penyakit atau investasi dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung contoh: scabies dan pedikulus.
2. Transmisi secara mekanis
Agen penyakit yang ditularkan secara mekanis melalui artropoda, seperti penularan penyakit diare, tifoid, keracunan makanan, dan trakoma oleh lalat.
Artropoda sebagai vector mekanis membawa agen penyakit dari manusia yang berasal dari tinja, darah, ulkus superficial, atau eksudat.Kontaminasi dapat terjadi pada permukaan tubuh artropoda saja, tetapi bisa juga berasal dari agen yang ditelan dan kemudian dimuntahkan atau dikeluarkan melalui kotoran artropoda.Agen penyakit yang paling banyak ditularkan melalui artropoda adalah bakteri enteric yang ditularkan melalui lalat rumah.Salmonella typhosa, E. coli, dan Shigella dysentri merupakan agen penyakit yang paling sering ditemui dan paling penting. Lalat rumah dapat pula menjadi vector agen penyakit tuberculosis, antraks, tularemia.
3. Transmisi secara biologis
Agen penyakit mengalami perubahan siklus dengan atau tanpa multiplikasi di dalam tubuh artropoda, penularan dengan cara ini disebut sebagai transmisi biologis. Ada 3 cara transmisi biologis yaitu:
a. Propagative
Agen penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi bermultiplikasi di dalam tubuh vector, contoh: plaque bacilli pada pinjal tikus.
b. Cyclo-propagative
Agen penyakit mengalami perubahan siklus dan bermultiplikasi di dalam tubuh artropoda, contoh: parasit malaria pada nyamuk anopheles.
c. Cyclo-developmental
Agen penyakit mengalami perubahan siklus tetepi tidak bermultiplikasi di dalam tubuh artropoda. Contoh: parasit filarialis pada nyamuk culex dan cacing pita pada Cyclops.
Metodologi Pengendalian Vektor
Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia.Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik.Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting didasarkan prinsip dan konsep yang benar. Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut:
1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap tata lingkungan hidup.
Konsep dasar pengendalian Vektor
1. Harus dapat menekan densitas vektor.
2. Tidak membahayakan manusia.
3. Tidak mengganggu keseimbangan lingkungan.
Tujuan Pengendalian Vektor
1. Mencegah wabah penyakit yang tergolong vector-borne disease sehingga memperkecil risiko kontak antara manusia dengan vektor penyakit dan memperkecil sumber penularan penyakit/reservoir.
2. Mencegah dimasukkannya vektor atau penyakit yang baru ke suatu kawasan yang bebas dengan pendekatan legal, maupun dengan aplikasi pestisida (spraying, baiting, trapping).
Cara Pengendalian Vektor
1. Usaha pencegahan (prevention) yaitu mencegah kontak dengan vektor dengan cara pemberantasan nyamuk, pemakaian kelambu.
2. Usaha penekanan (suppression) yaitu menekan populasi vektor sehingga tidak membahayakan kehidupan manusia.
3. Usaha pembasmian (eradication) yaitu menghilangkan vektor sampai habis.
Metode Pengendalian Vektor
1. Pengendalian secara alamiah (naturalistic control): memanfaatkan kondisi alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector dalam jangka waktu lama.
2. Pengendalian terapan (applied control): memberikan perlindungan bagi kesehatan manusia dari gangguan vektor, bersifat sementara.
a. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement).
b. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) melalui modifikasi/manipulasi dengan memberantas tempat hidup (sarang) yang disukai vektor dan hospes penyakit tersebut. Sebagai contoh: program M-3 (menutup, menguras, dan mengubur).
c. Pengendalian secara biologis (biological control) dengan memanfaatkan musuh alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi.
d. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control), contohnya karantina.
e. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control) dengan menggunakan obat-obatan pembasmi vektor dan hospes penyakit tersebut. Sebagai contoh: pemberantasan nyamuk dengan menggunakan insektisida (DDT), larvisida (abate) .
DAFTAR PUSTAKA
1. Adang Iskandar. Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu. APKTS Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta
2. A.V. Boratne, V. Jayanthi, S.S. Datta, Z Singh, V. Senthilvel and Y.S.Joice. Predictors of knowledge of selected mosquito borne diseases among adults of selected peri-urban areas of Puducherry, India. Vol 47, No 4, Dec 2010.
3. Azwar, A. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 1995.
4. Goddard, J. (2000). Infectious Diseases and Arthropods. Totowa, NJ: Humana Press
5. Haines, A., P. R. Epstein, and A. J. McMichael. 1993. Global health watch: Monitoring impacts of environmental change. Lancet 342: 1464-69.
Comments
Post a Comment