Mola Hidatidosa |
Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir semua vili korialis mengalami perubahan hidropik. Jika kehamilan masih disertai janin atau bagian dari janin maka disebut sebagai mola parsialis.1
Epidemiologi
Insiden mola hidatidosa bervariasi di setiap negara. Di Asia insidennya sekitar 1 dari 120 kehamilan, di Eropa sekitar 1 dari 2000 kehamilan dan di Amerika sekitar 1 dari 1500 kehamilan.2
Etiologi dan faktor risiko
Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam, tetapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah telur di mana intinya telah hilang oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23x kromosom, kemudian membelah menjadi 46xx, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadang-kadang terjadi pembuahan oleh dua sel sperma sehingga terjadi kromosom 46xx atau 46xy.1
Faktor risiko pada kehamilan mola adalah usia < 20 tahun atau > 40 tahun, status sosioekonomi kurang, multiparitas, riwayat kehamilan mola, riwayat keguguran, dan diet rendah karoten.2
Patologi dan patofisiologi
Secara umum ketika sel telur bertemu dengan sperma akan terjadi pembagian material genetik diantara keduanya. Namun, terkadang sel telur tidak mengandung materi genetik tersebut, sehingga ketika fertilisasi tidak terjadi pembagian material genetik. Biasanya jika hal ini terjadi, hasil konsepsi akan langsung mati. Namun, pada beberapa kasus hasil konsepsi seperti ini dapat berimplantasi. Sehingga tidak akan ada pertumbuhan embrio, tetapi tetap terjadi proliferasi sel trofoblas. Hal inilah yang menjadi awal dari terbentuknya mola hidatidosa.1,3,4
Secara makroskopik, mola hidatidosa tampak sebagai gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran yang bervariasi. Gambaran histopatologiknya yang khas adalah degenerasi hidropik dan edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili yang edema, proliferasi sel-sel trofoblas dan tidak adanya fetus dan amnion.1,3,4
Gambaran sitogenetik mola hidatidosa berupa 46xx, dengan kromosom yang berasal dari sperma. Hal ini terjadi karena adanya peristiwa androgenesis. Ovum yang telah difertilisasi oleh sperma akan menduplikasi kromosomnya setelah miosis, dan kromosom tersebut akan bersifat homozigot. Kromosom yang berasal dari ovum akan terinaktivasi.1,3,4
Kehamilan mola hidatidosa memiliki beberapa karakteristik yang unik, yaitu memiliki kemampuan untuk menginvasi dinding uterus, dapat bermetastasis ke organ lain, dapat berkembang menjadi koriokarsinoma, dan metastasis mola hidatidosa terkadang dapat menjalani regresi spontan.5,6
Manifestasi klinis
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak berbeda jauh dengan kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing, dan lain-lain. Hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.2 Perdarahan uterus merupakan gejala utama1-4 (97% kasus)4, bisa intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.2 Hal ini dapat mulai terjadi tepat sebelum abortus, atau lebih sering, timbul intermiten selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Efek dilusi dari hipervolemia nyata juga dilaporkan pada beberapa wanita dengan mola yang lebih besar. Kadang terdapat perdarahan cukup banyak tersembunyi dalam uterus. Anemia defisiensi besi umumnya dijumpai dan jarang-jarang eritropoiesis megaloblastik, diduga disebabkan asupan makanan yang kurang karena mual dan muntah bersamaan dengan peningkatan kebutuhan folat karena proliferasi trofoblas yang cepat.1
Uterus sering tumbuh membesar lebih cepat dari biasanya. Hal ini ditemukan pada 50% kasus, dan ukuran uterus jelas melampaui tuanya kehamilan. Kadang ovarium membesar karena kista teka lutein multipel dan dapat sulit dibedakan dari uterus yang membesar.1 Kista ini terjadi akibat hiperstimulasi ovarium oleh kadar b-HCG sirkulasi yang tinggi.3 Meski uterus membesar sampai di atas simfisis, biasanya denyut jantung janin tidak terdeteksi. Jarang-jarang, ditemukan plasenta kembar dengan kehamilan mola lengkap pada salah satu plasenta, sementara plasenta lain dan janinnya tampak normal. Juga sangat jarang didapatkan perubahan mola luas namun tidak sempurna pada plasenta disertai janin hidup.1
Terdapat hubungan antara preeklampsia dengan kehamilan mola yang berlanjut sampai trimester kedua. Karena hipertensi pada kehamilan jarang dijumpai sebelum 24 minggu, preeklampsia yang timbul sebelumnya setidaknya harus dicurigai mola hidatidosa atau perubahan mola ekstensif.
Kadar tiroksin plasma pada kehamilan mola sering meningkat, namun hipertiroidisme klinis yang jelas jarang ditemui. Peningkatan ini dapat merupakan efek primer estrogen, seperti pada kehamilan normal, di mana kadar tiroksin bebas tidak meningkat. Kadar T4 meningkat sebagai efek thyrotropin-like dari gonadotropin korionik atau variannya.1
Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vilus keluar dari uterus ke dalam aliran vena pada evakuasi. Volumenya dapat cukup besar sampai menghasilkan gejala dan tanda emboli paru akut atau bahkan fatal. Penyebab gangguan pernapasan lain pada kasus ini meliputi preeklampsia, krisis tiroid, dan resusitasi cairan masif.1
Diagnosis mola hidatidosa
Pada beberapa kasus, gelembung menyerupai anggur keluar sebelum abortus mola spontan atau diangkat dengan operasi. Pengeluaran spontan paling sering terjadi sekitar minggu ke-16 dan jarang tertunda lebih dari minggu ke-28. Namun bila hal ini terjadi biasanya diagnosis sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun.1
Mola hidatidosa harus dicurigai pada wanita dengan amenorea, perdarahan per vaginam persisten (atau intermiten pada kehamilan 12 minggu, biasanya tidak masif dan lebih kecoklatan) dan uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukannya tanda kehamilan pasti seperti denyut jantung janin. Harus tetap dipertimbangkan kemungkinan kesalahan dalam data menstruasi atau uterus hamil lebih membesar karena mioma, hidramnion atau kehamilan ganda. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah preeklampsia-eklampsia yang terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu dan hiperemesis gravidarum.1,3
Peningkatan b-HCG ditemukan pula pada kehamilan normal, namun pada kehamilan mola kadar b-HCG lebih tinggi dari yang diperkirakan untuk usia gestasinya.3 Kadar lebih dari 100.000 mIU/ml menunjukkan pertumbuhan trofoblastik berlebihan dan harus dicurigai suatu kehamilan mola. Pemeriksaan laboratorium lain yaitu hitung darah lengkap (anemia dan koagulopati), uji fungsi hati, ureum dan kreatinin. Kadar tiroksin dapat meningkat pada kehamilan mola melebihi nilai normal untuk kehamilan meski biasanya pasien tetap eutiroid.7
Ketepatan diagnostik tertinggi diperoleh dari penampakan khas mola hidatidosa pada USG. Gambaran yang khas pada USG yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) yang menunjukkan vili korion yang hidrofik. USG resolusi tinggi menunjukkan gambaran massa intrauterin kompleks mengandung banyak kista kecil-kecil.3,7
Pada pemeriksaan histopatologi mola hidatidosa tidak dijumpai jaringan janin, dan ditemukan proliferasi trofoblastik berat, vili hidrofik, dan kromosom 46xx atau 46xy. Mola lengkap juga menunjukkan ekspresi berlebihan beberapa faktor pertumbuhan, termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2, dibandingkan plasenta normal. Pada mola parsial jaringan janin sering ditemukan. Demikian pula dengan amnion dan sel darah merah janin. Vili yang hidrofik dan proliferasi trofoblastik juga didapatkan.7
2.7 Penyulit
Kista teka lutein
Pada 25- 60 % kasus mola hidatidosa, pada ovarium dapat ditemukan kista teka lutein multipel, dapat unilateral maupun bilateral. Insiden klinis adalah 10,5 % sedangkan dengan USG mencapai 50%. Ukuran kista bervariasi dari mikroskopik hingga 10 cm atau lebih. Permukaan kista licin, kekuningan dan dilapisi oleh sel-sel lutein. Kista ini terjadi karena stimulasi berlebihan dari elemen lutein akibat meningkatnya jumlah korionik gonadotropin yang dihasilkan oleh trofoblas yang berproliferasi. Terbentuknya kista berhubungan dengan besarnya mola dan lamanya stimulasi. Kista ini juga dapat terbentuk pada kasus hipertrofi plasenta, hidrops fetalis atau kehamilan multipel. Ukuran kista yang besar dapat menyebabkan torsi, infark dan perdarahan. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko keganasan 4 kali lebih besar daripada kasus tanpa kista. Kista ini akan mengalami regresi setelah mola dikeluarkan.1,3
Hipertensi dalam kehamilan
Terdapat hubungan antara preeklampsia dengan kehamilan mola yang terjadi pada trimester kedua. Hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan jarang terjadi sebelum usia gestasi 24 minggu. Jadi, perlu dicurigai adanya mola pada pasien dengan preeklampsia sebelum usia kehamilan 24 minggu.1,3 Akhir-akhir ini patofisiologi terjadinya preeklampsia dihubungkan dengan kelainan plasenta, seperti pada mola hidatidosa. Pada mola, terjadi peningkatan jumlah sel trofoblas dan implantasi trofoblastik yang terjadi secara abnormal. Hal ini menyebabkan hipoperfusi plasenta yang selanjutnya akan menghasilkan toksin endotelial. Toksin ini akan beredar ke sirkulasi maternal dan menyebabkan disfungsi endotel di berbagai organ. Melalui kaskade yang rumit, proses ini pada akhirnya akan menimbulkan peningkatan tekanan darah dan menurunnya volume plasma.8
Hiperemesis gravidarum
Mual dan muntah yang berlebihan terjadi akibat stimulasi dari hormon korionik gonadotropin yang berlebihan. Hiperemesis dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. 1,3
Tirotoksikosis
Pada kehamilan mola, kadar tiroksin plasma sering meningkat. Menurut Martaadiseobrata insidennya adalah 7,6%. Sedangkan gejala hipertiroidisme terjadi pada 2% kasus (Amir and colleagues, 1984).1,3 Kadar FT4 meningkat akibat thyrotropin-like effect dari korionik gonadotropin dan berbagai variannya. b-HCG memiliki efek tirotropik ringan. Selama trimester pertama kehamilan, kadar TSH paling rendah sedangkan konsentrasi b-HCG mencapai puncaknya. Pada keadaan yang patologis, peningkatan konsentrasi b-HCG menginduksi stimulasi hormon tiroid, penurunan TSH dan peningkatan kadar FT4. Glinoer mengestimasi kenaikan 10.000 IU/L b-HCG mengakibatkan peningkatan FT4 sebesar 0,1 ng/dl dan menurunkan serum TSH 0,1 mIU/L. Kenaikan FT4 ini dapat terjadi jika konsentrasi b-HCG 50.000-75.000 IU/L dan kadar ini menetap selama 1 minggu.9 Makin besar uterus, makin besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Mola dengan tirotoksikosis memiliki prognosis yang lebih buruk dari segi kematian akibat krisis tiroid maupun terjadinya keganasan.1,3
Embolisasi
Sel-sel trofoblas dapat bermigrasi dari uterus ke pembuluh darah vena. Jumlah dari sel trofoblas yang terlepas sangat bervariasi sehingga dapat menimbulkan tanda dan gejala dari emboli paru akut bahkan kematian. Risiko ini meningkat pada saat evakuasi mola terutama dengan teknik dilatasi dan kuretase. Insiden disfungsi kardiopulmo pada kasus mola adalah 2-11%. Perubahan radiologik yang tampak berupa proses efusi pleura, edema paru dan ARDS. Faktor risiko terjadinya komplikasi kardio-pulmo ini adalah usia pasien, usia gestasional, adanya kista teka lutein, ukuran uterus, hipertensi, perdarahan uterin dan anemia.3,10 Namun, Hankins dkk melaporkan bahwa angka kejadian embolisasi sel trofoblas secara masif yang mengakibatkan perubahan sistem kardio dan respirasi saat evakuasi mola rendah. 1,5 Emboli sel-sel trofoblas dalam jumlah kecil mampu menginvasi parenkim paru sehingga akan terjadi metastasis yang dapat dideteksi secara radiologis. Lesi dapat mengandung sel trofoblas saja (koriokarsinoma) atau trofoblas dengan komponen villous-stroma (mola hidatidosa metastatik) . Perkembangan lesi ini sulit diprediksi, dapat regresi spontan setelah evakuasi atau beberapa bulan setelahnya, atau dapat berploriferasi sehingga dapat menimbulkan kematian.3
DIC ( Disseminated Intravascular Coagulation)
Jaringan plasenta mengandung substansi seperti tromboplastin yang dapat menyebabkan DIC.9
Penatalaksanaan
· Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok, anemia ataupun koagulopati dan menghilangkan atau mengurangi penyulit, seperti preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti kehamilan biasa, sedangkan tirotoksikosis diobati sesuai protokol bagian Penyakit Dalam.11,12
· Pengeluaran jaringan mola (surgical care)
Prostaglandin atau induksi oksitosin tidak direkomendasikan karena akan meningkatkan risiko perdarahan dan resiko sekuele keganasan. Oksitosin intravena harus dimulai sejak dilatasi serviks sampai postoperatif untuk mencegah perdarahan. Mempertimbangkan penggunaan uterotonik lain, misalnya metergin jika diperlukan.11,12 Ada 2 cara yaitu:
· Vakum kuretase: Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga kemungkinan perdarahan yang banyak. Pelvic rest direkomendasikan selama 4-6 minggu setelah tindakan kuretase, dan pasien tidak boleh hamil dulu selama 12 bulan. Kontrasepsi adekuat sangat direkomendasikan dalam periode ini.11,12
· Histerektomi: Tindakan ini dilakukan pada wanita yang cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa mola invasif. Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan melalui histerotomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah ditinggalkan.11,12
· Terapi profilaksis dengan sitostatika
Terapi profilaksis diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan terjadi keganasan, misalnya usia tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan metotrexat atau axtinomycin D. Ada beberapa ahli yang tidak menyetujui terapi profilaksis ini dengan alasan bahwa jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.11,12
· Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola hidatidosa. Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu (sampai kadar β-HCG normal selama 6 bulan) dengan menggunakan kondom, diafragma, pil kontrasepsi. Mengenai pemberian pil kontrasepsi ini ada 2 pendapat yang bertentangan. Satu pihak mengatakan bahwa pil kombinasi di samping dapat menghindarkan kehamilan juga dapat menahan LH dari hipofisis sehingga terjadi reaksi silang dengan b-HCG. Pihak lain menentangnya justru karena estrogen dapat mengaktifkan sel-sel trofoblas. Bagshawe beranggapan bila pil kontrasepsi diberikan sebelum kadar b-HCG normal dan kemudian wanita itu mendapat koriokarsinoma, maka biasanya resisten terhadap sitostatika.11,12
Curry menyatakan penderita mola dikatakan sehat apabila kadar b-HCG 2 kali berturut turut normal. Selama pengawasan secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar b-HCG dan radiologik. Cara yang paling peka untuk menentukan adanya keganasan dini ialah dengan pemeriksaan b-HCG yang menetap untuk beberapa lama. Hal ini menunjukkan masih adanya sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ialah dengan radioimmunoassai (RIA) terhadap b-HCG-subunit. Di negara berkembang pemeriksaan tindak lanjut ini sukar dilakukan oleh karena jarang yang mau datang untuk kontrol. Di samping itu, pemeriksaan b-HCG dengan RIA mahal. Dengan demikian diagnosis dini keganasan sukar ditegakkan.11,12
Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa dapat terjadi karena perdarahan, infeksi, eklampsia, payah jantung, atau tiroroksikosis. Angka kematian di negara berkembang cukup tinggi yaitu antara 2,2% sampai 5,7%. Ada sekelompok kecil wanita pascamola mengalami degenerasi keganasan koriokarsinoma, insidennya sekitar 5,56%.1 Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pascamola, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama.1 Kejadian mola berulang jarang ditemukan yaitu hanya sekitar 1,23%. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan reproduksi pascamola tidak banyak berbeda dari kehamilan lainnya. Anak-anak yang dilahirkan setelah mola hidatidosa umumnya normal.1
DAFTAR PUSTAKA
- Martaadisoebrata D. Penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan, edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005. hal 339-54.
- Harms R. Molar pregnancy: what are the causes?. Diunduh dari http://www.mayoclinic.com/health/molar-pregnancy/AN00938. (11 November 2007).
- Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Disease and abnormalities of the placenta. In: Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD, editors. Williams Obstetrics. 21st ed. New York: McGraw-Hill; 2001. p 835-43.
- Gestational trophoblastic disease. Diunduh dari http://www.cs.nsw.gov.au/cancer/sgog/GTD.htm. (10 November 2007).
- Rich WM. Gestational trophoblastic disease. Diunduh dari http://www.bchealthguide.org/kbase/topic/mini/hw165877/overview.htm. (11 November 2007).
- Anonim. Molar pregnancy. Diunduh dari http://www.webmd.com/baby/tc/molar-pregnancy-topic-overview (11 November 2007).
- Moore LE. Hydatidiform mole. emedicine journal of medicine. July 12, 2006. Diunduh dari t: http://www.emedicine.com/med/topic1047.htm. (11 November 2007).
- Zhang J, et al. Epidemiology of pregnancy-induced hypertension. Epidemiol Rev Vol. 19, No. 2, 1997. Diunduh dari www.epirev-oxfordjournal.org (11 November 2007).
- Gronowski, et al. Thyroid function during pregnancy. Clinical Chemistry 45:12. 2250–2258 (1999). Diunduh dari www.clinhem.org (11 November 2007).
- Huberman RP, Eon GT. Benign molar pregnancies: pulmonary complications. AJR:138, January 1982. Diunduh dari www.ajronline.org. (11 November 2007)
- Moore LE. Hydatidiform mole. Emedicine;2006. Diunduh dari www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@/em/ga?book=med&authorid=2011&topicid=1047.
- Gerulath AH. Gestational trophoblastc disease. SOGC Clinical Practice Guidelines. 2002. Diunduh dari www.umm.edu/ency/article/000909trt.htm. (11 November 2007).
Comments
Post a Comment