Skip to main content

Epidemiologi Penyakit Menular + Diare


a.      Pendahuluan
Penyakit diare di Indonesia sampai saat ini masih merupakan salah satu penyakit endemis dan masih sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di masyarakat oleh karena seringnya terjadi peningkatan kasus-kasus pada saat atau musim-musim tertentu yaitu pada musim kemarau dan pada puncak musim hujan (Sunoto, 1990). Penyakit diare masih termasuk dalam 10 penyakit terbesar di Indonesia tahun 1999 sebesar 5 per 1000 penduduk dan menduduki urutan kelima dan 10 penyakit terbesar.
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) seperti halnya Kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Namun dengan tata laksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian dapat ditekan seminimal mungkin.
Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asean (kalbe.co.id). Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi Penanganan diare yang dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum dapat diturunkan.
b.      Definisi
Diare adalah adalah kondisi di mana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram per hari) dan konsistensi (feses cair). Pada definisi ini jelas menyebutkan frekuensi diare terjadi lebih dari 3 kali dalam sehari. (Smeltzer,2002).
Diare juga merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (WHO,1980).
Definisi diare yang diberikan oleh Depkes RI (2003) adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih banyak dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari).
Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret, tinjanya encer,dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah. Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun (Ummuauliya. 2008).
Beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, menjelaskan definisi diare berdasarkan konsistensi dan bentuk tinja (feses) yang melembek dengan atau tanpa menunjuk pada frekuensi diarenya. Bahkan definisi diare yang diberikan WHO secara spesifik juga menyebutkan diare dengan feses yang berwarna hijau, bercampur lendir dan atau darah. Dengan demikian, secara umum berdasarkan beberapa definisi diare dapat disebutkan bahwa diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang sering melebihi keadaan biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja.
c.       Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
·         Muntah
·         Badan lesu atau lemah
·         Panas
·         Tidak nafsu makan
·         Darah dan lendir dalam kotoran

Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan.
Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejal-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.
Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak.
Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok.
Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram), hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa, kejang terjadi juga pada dehidrasi hipertonik dan juga malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-kadang usus yang berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur (Ummualya. 2008).
d.      Penyebab Diare
Kondisi diare dapat dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi, (fructose, lactose), penyakit dari makanan atau kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut, dan seringkali enek dan muntah. Ada beberapa kondisi lain yang yang melibatkan tapi tidak semua gejala diare, dan definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari.
Diare disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan yang mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam jiwa bila tanpa perawatan.
e.       Riwayat Alamiah Diare.
·         Patogenesis  Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
1. Gangguan osmotic
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkanya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsang tertentu ( Misalnya toksin pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus
3. Gangguan motalitas usus
Hiperpristaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makan seingga timbul diare. Sebaliknya bila pristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya timbul diare pula.
·         Gambaran Klinik
Mula-mula pasien cengen gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin disertai ledir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktose yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah sebelum dan sesudah diare dan dapat menyebabkan lambung juga turut meradang, atau akibat gangguan asam basa dan elektrolit. Timbul dehidrasi akibat kebanyakan kehilangan cairan dan elektrolit . Gejala dehidrasi mulai nampak yaitu berat badan menurun turgor berkurang mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung ( pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Akibat dehidrasi diuresis berkurang ( oliguri sampai anuri). Bila sudah asidosis metabolis pasien akan tampak pucat dengan pernapasan cepat dan dalam (kussmaul). Asidosis metabolisme karena:
a.       Kehilangan NaCO3 melalui tinja diare
b.      Ketosis kelaparan
c.       Produk- produk metabolik
d.      Berpindahnya ion natrium dari cairan intra sel ke ekstrasel
e.       Penimbunan laktat ( anoksia jaringan )
f.       Prevalensi  Diare
Prevalensi diare pada tahun 1997 adalah lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil survey pada tahun 1991 sebesar 11 % dan tahun 1994 sebesar 12%.. Pada tahun 1997 prevalensi diare lebih tinggi di daerah pedesaan daripada di perkotaan, tetapi membandingkan wilayah Jawa-Bali dengan luar Jawa-Bali tidak tampak perbedaan yang berarti (Julianto Pradono dan L. Ratna Budiarso, 1999).
Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan masa1ah kesehatan rnasyarakat di Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dilihat pada pencatatan dan pelaporan Puskesmas dan Rumah Sakit di Sulawesi Selatan pada tahun 1999 dimana penyakit diare menempati urutan keempat dari 10 besar penyakit rawat jalan dengan angka kesakitan 3,34 per 1000 penduduk.
Penyakit diare di Propinsi Sulawesi Selatan masih termasuk dalam 10 penyakit terbesar bahkan menduduki urutan pertama dengan angka kesakitan sebesar 58,2% tahun 2000 dan pada tahun yang sama jumlah penderita dan kematian akibat penyakit diare di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu : umur < 1 tahun sebanyak 37.937 penderita dan yang mati 20 orang, umur 1-4 tahun sebanyak 53.282 orang penderita dan yang mati 13 orang, umur 5 tahun ke atas tercatat 125.407 orang penderita dan yang mati sebanyak 47 orang dengan CFR 0,02 % dan IR 26,58 %.
Penyakit diare di puskesmas Kaimana Kabupaten Kaimana Propinsi Irian Jaya Barat masih merupakan masalah kesehatan masyarakat setiap tahunnya. Pada tahun 2000 tercatat penyakit diare menempati urutan ke dua berdasarkan pola kesakitan 10 besar penyakit rawat jalan di Puskesmas, setelah penyakit infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas, dengan angka kesakitan 20,25 per 1000 penduduk.
Kematian bayi di Indonesia sangat tinggi. Bahkan di seluruh dunia, Indonesia menduduki rangking keenam dengan angka kejadian sekitar 6 juta bayi yang mati pertahunnya. Kasus kematian bayi di Indonesia ini, menurut Dr. Soedjatmiko (2008), kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh penyakit diare. Untuk mendiagnosis diare, maka pemeriksaan antigen secara langsung dari tinja mempunyai nilai sensitifitas cukup tinggi (70-90%), tetapi biaya pemeriksaan cukup mahal (Kompas.com 2008).
Proporsi diare akut rotavirus selama 1 tahun penelitian di Indonesia adalah 56,5 % dengan 95 % CI 51,3 - 61, 6%. Hasil ini sama dengan penelitian-penelitian di luar negeri sebelumnya, antara lain Rodriquez (1974-1975) dan Pickering. (1978-1979) mendapatkan angka kejadian 47% dan 59%, sedangkan di Indonesia penelitian Yorva (tahun 1998) mendapatkan angka 50% hampir sama dengan penelitian ini dan sama dengan negara maju. Hasil ini memprediksi adanya perbaikan hygiene dan sanitasi kita. Kasus diare rotavirus merata sepanjang tahun, sedangkan kasus diare non rotavirus dan diare keseluruhan meningkat pada musim kemarau, tetapi tidak ada trend menurut musim. Keadaan ini berkaitan dengan cara penularan diare non rotavirus yang water borne dan melalui tangan mulut, sedangkan diare rotavirus selain ditularkan secara fekal oral, diduga ditularkan juga melalui droplet saluran napas.
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar pada kesehatan mayarakat (Depkes RI 2008).
Prevalensi diare berdasarkan umur menurut data dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) tahun 2007, diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada balita (16,7%). Prevalensi diare 13% lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan,cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan tingkat pengeluaran RT per kapita rendah. Prevalensi diare yang tinggi pada bayi dan anak balita tidak selalu diberi oralit, proporsi yang mendapat oralit pada ke dua kelompok umur tersebut berturut-turut 52,8% dan 55,5%.
g.      Interaksi Host, Agent, dan Environment dalam Timbulnya Penyakit Diare
    Interaksi faktor host, agent, dan environment pada penyakit diare merupakan interaksi antara ketiga variabel tersebut. Lingkungan yang tidak bersih dapat menyebabkan kuman penyebab diare berkembang dengan pesat. Perilaku host juga dapat menjadi penyebab kuman penyebab diare masuk ke dalam tubuh host sendiri melalui jalur fecal oral.
          Apabila seseorang kurang menjaga kebersihan dirinya sendiri dan lingkungannya, penyebaran kuman penyebab diare dapat ditekan. Selama ini masyarakat kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan, contohnya masih banyak warga yang belum menggunakan jamban pribadi untuk melakukan buang air besar. Kebanyakan masyarakat masih melakukan buang air besar di sungai dan di kebun. Setelah melakukan buang air besar, terkadang mereka tidak mencuci tangan dengan sabun sampai bersih, mereka hanya membasuhnya atau mereka langsung menyiapkan makanan untuk keluarga atau langsung menyuapi anak. Perilaku seperti inilah yang menyebabkan banyak terjadinya kasus diare pada anak di masyarakat.
h.      Pola Penyakit Diare Menurut Orang, Tempat, dan Waktu
Menurut prevalensi yang didapat dari berbagai sumber, salah satunya dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) pada Tahun 2007, penderita diare di Indonesia berasal dari semua umur, tetapi prevalensi tertinggi penyakit diare diderita oleh balita dan disusul oleh lansia yang berusia lebih dari 75 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi antara penderita dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan hampir sama. Masyarakat yang menderita diare dapat berasal dari berbagai jenis status sosial ekonomi dan berbagai pekerjaan, namun, prevalensi tertinggi penyakit ini diderita oleh masyarakat yang tidak bekerja dan masyarakat yang bekerja sebagai petani, nelayan, atau buruh.
Berdasarkan hasil RISKESDAS Tahun 2007, distribusi penyebaran penyakit di Indonesia hampir merata di seluruh provinsi, prevalensi tertinggi penderita diare pada tahun tersebut terdapat di provinsi Sumatera Selatan. Penyebaran tertinggi penyakit diare terdapat pada daerah pedesaan.
Berdasarkan waktu. Penyakit diare termasuk dalam kategori penyakit berdasarkan siklus. Penyakit ini banyak terjadi pada musim hujan dan paska banjir. Pada paska banjir, lingkungan yang tidak sehat dapat menjadi media penularan penyakit diare.
i.        Faktor yang mempengaruhi diare
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare akut pada balita. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah
a.       Lingkungan Gizi Kependudukan
b.      Prilaku Masyarakat
c.        Faktor lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki, sehingga dengan memperbaiki faktor resiko tersebut diharapkan dapat menekan angka kesakitan dan kematian diare pada balita.
d.      Penyebab terjadinya diare :
e.       Peradangan usus oleh agen penyebab :
1.   Bakteri , virus, parasit ( jamur, cacing , protozoa)
2.   Keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan    kimia
3.   Kurang gizi
4.   Alergi terhadap susu
5.   Immuno defesiensi
Diare juga dapat merupakan gejala dari penyakit yang lebih serius, seperti disentri, kolera, atau botulisme dan dapat juga merupakan tanda dari sindrom kronis seperti penyakit Crohn. Diare juga dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan terutama dalam seseorang yang tidak cukup makan.
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar, yaitu infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunisasi defisiensi dan sebab-sebab lain. Namun yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan
Beberapa perilaku yang dapat menjadi faktor penyebab diare:
1.    Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan bayi. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
2.    Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan.
3.    Menyimpaan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak.
4.    Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
5.    Tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
6.    Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
j.        Cara penularan :
Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan / air minum yang terkontaminasi tinja / muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan.
Faktor yang meningkatkan penyebaran kuman penyebab diare:
·         Tidak memadainya penyediaan air bersih
·         Air tercemar oleh tinja
·         Pembuangan tinja yang tidak hygienis
·         Kebersihan perorangan dan lingkungan jelek
·         Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya
·         Penghentian ASI yang terlalu dini
k.      Jenis Diare
a)      Diare akut
o   Diare akut bercampur air (termasuk kolera) adalah diare yang berlangsung selama beberapa jam/hari: bahaya utamanya adalah dehidrasi, juga penurunan berat badan jika tidak diberikan makan/minum
o   Diare akut bercampur darah (disentri) dapat menyebabkan kerusakan usus halus (intestinum), sepsis (infeksi bakteri dalam darah) dan malnutrisi (kurang gizi), dan komplikasi lain termasuk dehidrasi.
o   Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih lama) dapat menyebabkan malnutrisi (kurang gizi) dan infeksi serius di luar usus halus, dehidrasi juga bisa terjadi.
b)      Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor)berdampak pada infeksi sistemik (menyeluruh) berat, dehidrasi, gagal jantung, serta defisiensi (kekurangan) vitamin dan mineral
c)      Diare Persisten   = lebih dari 2 minggu
d)     Disentri adalah diare disertai darah dengan ataupun tanpa lendir
e)      Kholera adalah diare dimana tinjanya terdapat bakteri Cholera
l.        Pencegahan dan perawatan
Pencegahan diare
Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa cara pencegahan yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
1.    Memberikan ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain: susu formula atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh.
2.    Memperbaiki makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang dapat menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
3.    Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersihmempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi muali dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
·      Ambil air dari sumber air yang bersih
·      Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air
·      Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
·      Gunakan air yang direbus
·      Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup
4.    Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak, dan sebelum makan mempunyai dampak dalam kejadian diare.
5.    Menggunakan jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat dan keluarga harus buang air di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga dalam hal ini adalah:
·       Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi dengan baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
·       Bersihkan jamban secara teratur.
·       Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak, dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.
6.    Membuang tinja bayi yang benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar.
7.    Memberikan imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan
Perawatan penderita diare:
·         Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (kuah sayur, air tajin, larutan gula garam, bila ada berikan oralit)
·         Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan ekstra sesudah diare.
·         Membawa penderita diare ke sarana kesehatan bila dalam 3 hari tidak membaik atau :
1. buang air besar makin sering dan banyak sekali
2. muntah terus menerus
3. rasa haus yang nyata
4. tidak dapat minum atau makan
5. demam tinggi
6. ada darah dalam tinja
m.    Kriteria KLB/Diare :
Peningkatan kejadian kesakitan/kematian karena diare secara terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut (jam, hari, minggu). - Peningkatan kejadian/kematian kasus diare 2 kali /lebih dibandingkan jumlah kesakitan/kematian karena diare yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari, minggu). - CFR karena diare dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan priode sebelumnya.
n.      Prosedur Penanggulangan KLB/Wabah.
a.    Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :
1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik.
2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
4. Memperbaiki kerja laboratorium
5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
b.    Tim Gerak Cepat (TGC) :
Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :
c.    Pengamatan :
                    i.          Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
                  ii.           Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
                iii.          Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumberpenularan.
                iv.          Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya
                  v.          Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan.
                vi.          Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
              vii.          Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap
o  Pembentukan Pusat Rehidrasi
Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
a)    Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
b)   Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb.
c)    Memberikan data penderita ke Petugas TGC
d)   Mengatur logistik
e)    Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.
f)    Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
g)   Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
h)   Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.


Daftar Pustaka
Sardjana. Hoirun Nisa. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Press.



Comments

Popular posts from this blog

Dilatasi dan Kuretase

Indikasi             Prosedur dilatasi dan kuretase biasanya dilakukan atas indikasi : diagnosis dan terapi perdarahan uterus abnormal, abortus, kanker pada uterus. Teknik Dilatasi Serviks Dilatasi serviks dapat dilakukan dalam anestesi umum, spinal, epidural atau paraservikal, tergantung dari indikasi tindakan. Dilatasi biasanya dilakukan sebelum kuretase tapi juga bisa sebagai tindakan terapeutik pada stenosis servikalis. ·          Pasien dalam posisi litotomi, perineum, vagina dilakukan a dan antisepsis. Pasien dianjurkan untuk berkemih sebelum tindakan, kateterisasi dilakukan bila dicurigai masih terdapat residu urin yang signifikan. ·          Pemeriksaan dalam perlu dilakukan sebelum melakukan dilatasi serviks, menentukan ukuran dan posisi seviks, uterus dan adneksa.   ·          Dipasang spekulum atas dan bawah, serviks ditampakkan. Bibir anterior serviks dijepit dengan tenakulum. ·          Dilakukan inspeksi dengan teliti terhadap serviks dan vagina ·          Terdapat d

Uji Maddox - ROD

Tujuan Tes digunakan untuk mengukur heteroforia atau tropia kecil Dasar Kedua mata melihat dengan fovea Disosiasi terjadi bila dipakai Maddox rod pada mata Alat Kamar yang gelap Filter Maddox rod(terdiri sejumlah silinder plano konveks paralel dengan jarak fokus pendek). Teknik Jarak pemeriksaan dapat jauh ataupun dekat. Kedua mata diberi kacamata koreksi. Maddox rod dipasang pada satu mata (dipakai Maddox merah) biasanya mata kanan. Dengan kedua mata terbuka pasien diminta berfiksasi pada lampu. Pasien diminta menerangkan letak garis (dilihat melalui Maddox rod) bandingkan dengan letak lampu. Bila garis Maddox rod dipasang vertikal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis horizontal. Bila garis Maddox rod dipasang horizontal maka garis cahaya melalui Maddox rod berupa garis vertikal. Bila dipasang untuk menyatukannya maka dapat ditentukan berat foria atau tropia. Nilai Bila sinar vertikal M

Morbus Hansen - Kusta

PENDAHULUAN Kusta merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu. Kata kusta berasal dari bahasa India kusta, dikenal sejak 1400 tahun SM. Kata lepra disebjut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnhya mencakup beberapa penyakit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur apabila dibandingkan dengan kusta yang dikenal saat ini. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraseluler obligat, dengan saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke orga lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan sangat ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Oleh sebab itu penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan masyarakat disekitarnya akibat cacat pada wajah dan anggota tubuh. Insid