Berbicara soal penyembahan atau ibadah sebenarnya sangat membingungkan banyak orang. Memang hal ini tidak mengherankan karena perempuan Samaria yang berhadapan dengan Yesus-pun bingung tentang pengertian menyembah. Dalam Yoh. 4:20, perempuan ini mengeluarkan pernyataan yang mengharuskan Yesus mengklarifikasinya dalam ayat-ayat berikutnya. Karena bagi perempuan ini setiap orang harus menyembah di Yerusalem sebagai tempat menyembah yang benar. Is it right?
Mendengar hal itu Yesus langsung berkomentar dengan mengatakan bahwa penyembahan bukan masalah tempat, tetapi tentang hati yang benar. Tempat tidak menentukan apapun dalam hal menyembah. Namun hati yang benar memegang peranan penting ketika menyembah Allah dalam roh dan kebenaran.
Memang berbicara soal penyembahan berdasarkan kata aslinya ada banyak. Bahkan waktu kita tidak akan cukup untuk membahasnya satu persatu. Misalnya saja shaccah dan proskuneo. Dua kata yang sangat popular ketika seminar pujian dan penyembahan dilakukan dan bahkan banyak pembicara yang membahas soal ini panjang lebar. Dan ketika orang mengerti dengan dua kata ini, mereka mulai melakukannya. Sehingga dalam setiap kebaktian mereka betul-betul terlibat dalam penyembahan dan bertemu dengan Allah. Namun sayangnya, ketika kebaktian selesai, semua orang kembali kepada habitatnya masing-masing. Yang penjudi tetap penjudi, Pemabuk tetap pemabuk, penipu tetap penipu singkat kata pendosa tetap pendosa. What is wrong? Sebenarnya nggak ada yang salah. Hanya pengajaran saja yang kurang. Terlalu ditekankan pada sisi seremonial saja dan mengabaikan sisi yang lain.
Dalam pembahasan ini saya lebih memilih untuk mengambil kata ibrani “abodah” yang kemudian diterjemahkan menjadi ibadah atau penyembahan. Kata ini kemudian di terjemahkan lagi ke dalam bahasa Yunani di Septuaginta dengan kata “Latreuo” yang memiliki pengertian yang sama yakni Ibadah atau penyembahan. Apanya yang beda?
Bedanya, kedua kata ini lebih menekankan aspek holistik dari arti penyembahan yang sesungguhnya. Karena berasal dari kata abodah yang arti harafiahnya kerja, kemudian di kaitkan dengan situasi dan konteks dari mana kata itu diambil, maka penyembahan adalah kerja. Sama halnya dengan kata latreuo yang berarti penyembahan lewat kerja. Saya coba untuk menterjemahkannya dengan kalimat yang lebih sederhana bahwa semua yang menyangkut kata kerja dalam kehidupan kita adalah ibadah. Apakah ada sesuatu yang kita lakukan yang bukan kata kerja? Hal ini perlu dijawab supaya kita bisa tahu arti sesungguhnya dari kata ini. Dan ternyata tidak ada satu pun yang kita lakukan yang bukan kata kerja. Itu berarti totalitas kehidupan kita adalah penyembahan itu sendiri. Bahkan dengan lebih radikal bisa dikatakan bahwa hidup kita adalah penyembahan. Tidak ada satupun yang kita lakukan yang bukan penyembahan.
Penyembahan bukan berbicara tentang tempat seperti yang disampaikan perempuan Samaria. Namun hati yang benar yang menyembah dalam roh dan kebenaran. Dan itu berarti penyembahan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Penyembahan bukanlah suatu even seremonial, tetapi lebih dari itu penyembahan adalah soal hubungan dengan Allah selaku Pencipta dan manusia sebagai ciptaanNya. Ini berarti kita harus hidup dalam hubungan ini sampai waktunya tiba kita bertemu muka dengan muka dengan Dia
Dalam hubungannya dengan satu pelayanan atau suatu even, apakah kita menganggap bahwa hal ini penting? Ini sangat penting. Karena dengan menganggap penyembahan adalah keseluruhan hidup, maka kita akan tekun untuk mengikuti semua aturan yang ada dalam suatu even apabila kita terlibat di dalamnya. Kita akan tekun mengikuti jadwal latihan, doa bersama, bahkan persiapan-persiapan lain yang perlu untuk bisa memberi yang terbaik bagi Tuhan. Bahkan lebih dari itu, hidup kita dari hari ke hari semakin diubahkan menyerupai Dia dengan penyembahan yang kita lakukan. Karena kita tahu betul bahwa “Live is Worship”.
Comments
Post a Comment