Salah satu komplikasi dari PEB atau Eklamsia adalah HELLP syndrome. Tahun 1982, Weinstein yang mengusulkan istilah ini yang merupakan singkatan dari hemolysis (H), elevated liver enzyme (EL), dan low platelets (LP) atau trombositopenia. HELLP syndrome dapat terjadi mulai kehamilan pertengahan trimester 2 sampai beberapa hari postpartum. Suatu penelitian mengungkapkan data sebanyak 10% terjadi sebelum 27 minggu kehamilan, 20% sebelum 37 minggu dan terbanyak 70% antara 27-37 minggu.
Diagnosa :
HELLP syndrome ditegakkan dengan hasil laboratorium yaitu : anemia hemolitik mikroangiopati, disfungsi hepar dan trombositopenia.
Hasil laboratorium dapat menunjukkan sebagai berikut :
- Hapus darah perifer akan menunjukkan gambaran sistiosit, burr cells, helmet cells yang
menunjukan keadaan adanya kerusakan eritrosit.
- Meningkatnya LDH (Lactic dehydrogenase) dan penurunan haptoglobin
terjadi sebelum peningkatan kadar bilirubin indirek dan penurunan kadar Hb.
- Trombositopenia menunjukkan terjadinya abnormalitas sistem koagulasi.
- Kelainan prothrombin time, partial thromboplastin time dan fibrinogen pada proses lanjut.
- Peningkatan kadar SGOT, SGPT dan LDH. Kadar bilirubin indirek meningkat pada kasus yang lanjut.
- Kadar asam urat > 7,8 mg/dl, ureum > 200 IU/L dan kreatinin > 1,0.
Gejala klinis adalah :
Nyeri epigastrium, mual, muntah, nyeri supraorbita,lapang pandang menyempit, eklamsia, hipertensi berat dan bahaya pada ibu serta janin dapat terjadi solusio plasenta.
Klasifikasi HELLP syndrome
Klasifikasi Mississippi :
Kelas I : trombosit < 50.000 mL.
Kelas II : trombosit > 50.000 tapi < 100.000 mL.
Kelas III : trombosit > 100.000 tapi < 150.000 mL.
Disertai hemolisis dan disfungsi hepar : LDH > 600 IU/L,
SGOT dan atau SGPT > 40 IU/L
Klasifikasi Tennesse :
Komplit :1) Trombosit < 100.000/mL 2)LDH > 600 IU/L 3) SGOT > 70 IU/L.
Inkomplit/parsial : Hanya terdapat 1 atau 2 tanda pada komplit.
Kelas I mempunyai resiko mortalitas dan morbiditas perinatal yang paling tinggi.
Penanganan HELLP syndrome :
- Antisipasi dan buat diagnosis.
Bila dicurigai perburukan PEB menjadi HELLP syndrome harus dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap untuk menegakkan diagnosis. Analisa kondisi ibu.
Lengkapi data laboratorium dan singkirkan diagnosa banding.
- Analisa kondisi janin : terminasi kehamilan segera atau boleh ditunda ?
Terapi PEB hanya satu yaitu terminasi kehamilan dan evakuasi villi korialis dan faktor-faktor sitotoksik yang dihasilkannya. Saat terminasi bergantung kepada berat ringannya kondisi ibu, kondisi janin, fungsi plasenta dan usia kehamilan.
Fasilitas tempat bersalin juga dipertimbangkan. Secara umum semua kehamilan dengan HELLP syndrome kelas I dan usia kehamilan > 34 minggu diterminasi dalam 24 jam baik pervaginam atau perabdominam. Kehamilan antara 24-34 minggu perlu diberi kortikosteroid untuk pematangan paru.
- Kontrol tekanan darah.
Tujuan menurunkan tekanan darah adalah mencegah tekanan darah terlalu tinggi yang menyebabkan komplikasi ibu atau terjadinya solusio plasenta tapi perfusi plasenta tetap adekuat. Yang dianjurkan adalah tekanan sistolik tidak melebihi 150 mmHg dan tekanan diastolik antara 80-90 mmHg. Nifedipin jika diberikan per-oral mempunyai beberapa keuntungan seperti kontrol tekanan darah yang baik, meningkatkan output urin, kembalinya trombosit kejumlah normal dengan cepat, dengan efek samping yang kecil.
- Mencegah kejang dengan MgSO4.
Dianjurkan semua pasien dengan HELLP syndrome terutama inpartu atau kapan saja terasa nyeri epigastirum untuk mendapat Inj MgSO4 4-6 g IV bolus lambat dilanjutkan dengan 1,5-4 g/jam perinfus.
Protokol baru di bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM adalah 4 gram bolus dalam 5-10 menit perlahan,dilanjutkan maintenance 1 gram/jam selama 6 jam dilanjutkan sampai 24 jam hingga tekanan darah terkontrol.
5. Terapi cairan dan elektrolit
Yang dianjurkan adalah pemberian Dekstrosa 5%, NaCl 0,45% dan RL
dengan kecepatan 100 cc/jam untuk mempertahankan output
urine paling sedikit 20 cc/jam (ideal 30-40 cc/jam). Total cairan masuk adalah
maksimum 150 cc/jam. Kekurangan cairan menyebabkan kerusakan ginjal dan
kelebihan cairan menyebabkan edema paru, asites dan lainnya.
6. Tangani kelainan perdarahan.
Jika trombosit < 50.000/μl, dianjurkan diberikan transfusi trombosit. Jumlah
trombosit 40.000/μl merupakan batasan untuk dapat dilakukan operasi.
7. Rencana persalinan.
Jika memungkinkan persalinan pervaginam merupakan pilihan.
Persalinan perabdominam dipilih jika terjadi perburukan pada janin atau ibu,
malpresentasi janin dan persalinan pervaginam yang masih lama.
Insisi mediana juga dianggap lebih baik daripada Pfannenstiel karena akan
mengurangi perdarahan. Anestesi epidural dianggap aman pada trombosit > 100.000 μl.
8. Perawatan perinatal yang optimal.
Resiko utama untuk janin pada kasus HELLP syndrome adalah prematuritas. Pada
kehamilan 24-34 minggu pemberian kortikosteroid sangat bermanfaat untuk
mempercepat pematangan paru, mengurangi resiko necrotizing enterocolitis dan
perdarahan intraventrikuler.
9. Penanganan intensif postpartum.
HELLP syndrome dapat terjadi postpartum. Pasien postpartum perlu diobservasi di
ruangan intermediate intensive care dan boleh pindah ke ruang rawat biasa bila :
a) trombosit menunjukkan kenaikan dan kadar LDH menurun.
b) Diuresis > 100 cc/jam pada 2 jam berturut-turut tanpa obat diretik
c) tekanan darah sistolik sekitar 150 mmHg dan diastolik < 100 mmHg.
d) secara klinis membaik dan tidak ada komplikasi lain.
Pemberian deksametason 10 mg IV 2 pemberian setiap 12 jam kemudian 5 mg IV 2
pemberian setiap 12 jam sangat membantu mempercepat pemulihan jumlah trombosit,
diuresis, kadar LDH, SGOT dan Mean Arterial Pressure.
10. Waspada untuk kemungkinan timbulnya gagal organ.
Jika terjadi perburukan parameter HELLP syndrome maka terjadi peningkatan
morbiditas dan mortalitas ibu. Ibu dengan nyeri epigastrium hebat mungkin terjadi
perdarahan hepar atau bahkan ruptur jika terjadi terapinya harus dengan pembedahan.
Comments
Post a Comment